BKD Tidak Becus

Senin, 22 November 2010

"Karena Kurang Becusnya BKD, Bupati Peringatkan PNS & PTT". Itu judul berita sebuah tabloid terbitan lokal yang tiap bulan hadir di kantor saya. Selain itu juga ada beberapa media lokal baik berbentuk majalah, tabloid, maupun koran yang dijual di kantor saya. Tapi sayang media-media itu kualitasnya tidak begitu baik. Ada yang tulisannya amat kecil, tata bahasanya amburadul, isinya banyak iklan/ucapan selamat, halamannya sedikit tapi dijual mahal, dan lain-lain. Saya yakin kantor-kantor yang lain juga dikirimi media-media itu, baik dengan kesadaran sendiri untuk berlangganan maupun terpaksa karena banyak hal. Dengan cara itulah (menjual di kantor-kantor), saya pikir media lokal bertahan hidup.

Kembali di awal tulisan. Seperti pada edisi-edisi sebelumnya saya harus mengernyitkan dahi lebih dalam untuk memahami apa isi berita yang disajikan oleh media tersebut. Tata bahasanya kacau. Penggunaan tanda bacanya juga tidak tepat. Selain itu substansi beritanya juga susah saya pahami.

Berita itu mengenai BKD, kantor tempat saya bekerja saat ini. BKD tidak becus? Di mana ya letak ketidakbecusannya? Wah bagus juga nih, pikir saya, ada yang mengkritik BKD. Apalagi beritanya diletakkan di halaman pertama. Mudah bagi banyak orang untuk membaca.

Karena adanya kendala memahami isi berita, saya mencoba mengambil kesimpulan. Ada 2 berita tentang BKD. Keduanya memvonis bahwa BKD tidak becus. Berita pertama tentang jumlah PTT yang membludak. Berita kedua tentang pendataan tenaga honorer.

Tentang jumlah PTT yang membludak, mengutip pendapat seseorang dari LSM, BKD harus bertanggunjawab. Sedangkan untuk pendataan tenaga honorer, diceritakan tentang salah satu anggota dewan yang merasa ditinggalkan oleh BKD. Menurut dia dalam mendata tenaga honorer BKD seharusnya menerima semua berkas dari PTT, karena nanti hasil akhir ditentukan oleh BKN.

Setelah mengeryitkan kening beberapa lama (karena susahnya memahami maksud tulisan) saya tersenyum, geli. Saya tidak ingin ikut-ikutkan mencari kambing hitam “ketidakbecusan BKD”. Saya hanya ingin memberikan beberapa informasi saja (namun jangan dianggap justifikasi).

Terkait hal tersebut bupati Ngawi telah menerbitkan:
  1. Surat Bupati Ngawi Nomor 188/1703/415.021/2001 Tanggal 7 Nopember 2001 Tentang Larangan kepada semua kepala unit kerja di lingkup Pemda Kab. Ngawi untuk mengangkat tenaga honorer baru.
  2. Surat Bupati Ngawi Nomor 188/221/415.021/2003 Tanggal  31 Januari 2003 yang menegaskan kembali agar semua pimpinan unit kerja di jajaran Pemkab. Ngawi untuk tidak diperkenankan mengadakan perjanjian kontrak kerja staf administrasi atau sejenisnya (Sukwan/Honda/PTT dan GTT).
  3. Surat Bupati Ngawi Nomor 188/1125/415.021/2004 Tanggal 31 Desember 2004 yang pada intinya melarang semua kepala unit kerja di lingkup Pemkab. Ngawi untuk menambah atau mengadakan perjanjian kontrak kerja baru staf administrasi atau sejenisnya (Sukwan/Honda/PTT/GTT).

Surat-surat tersebut dikonsep oleh BKD. Setelah mendapatkan persetujuan bupati surat-surat tersebut dikirimkan ke seluruh instansi, juga oleh BKD. Kalau ternyata ada yang nekat melawan perintah Bupati, yang tidak becus itu siapa sebenarnya? Paling tidak itulah sikap resmi BKD terhadap pengangkatan PTT. Tapi kalau pejabat dan personilnya, saya kurang tahu.

Sedangkan masalah pendataan honorer, keinginan anggota dewan agar berkas setiap PTT (termasuk yang bekerja di swasta) diterima oleh BKD tidak bisa saya terima. Kebetulan saya menjadi anggota tim verifikasi. Sudah ada petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Menpan. Tentu saja saya menolak kalau bertentangan dengan aturan main.

Kalau semua PTT diakomodir, sebelum ada peraturannya, akan berdampak luar biasa. PTT itu kan tidak hanya bekerja di instansi negeri saja, namun juga ada di swasta. Bisa jadi para pegawai Indomaret, karyawan Tiara Supermarket, petugas Koperasi KPRI, penjaga rental komputer, pustakawan di Perpustakaan Alun-alun, tata usaha yayasan yatim piatu, dan lain-lain yang sudah mempunyai SK pengangkatan pegawai dari kantornya masing-masing dan terus bekerja hingga sekarang akan berbondong-bondong ke BKD. Semuanya menuntut satu hal, diangkat menjadi PNS. Bagi saya kalau memang ada aturannya ya silakan. Toh mereka juga tenaga teknis meskipun kerja di swasta. Tapi masalahnya aturannya belum ada.

Saya pribadi sangat berterima kasih ketika ada yang mengkritik, termasuk mengkritik saya. Apalagi jika kritik itu benar-benar tulus dari lubuk hati yang paling dalam (ehm...). Soalnya ada sebagian oknum wartawan yang mengancam memberitakan kejelekan orang jika tidak memberi uang. Istilahnya wartawan bodrex. Yang kerjaannya minta-minta.

Saya tidak tahu apakah ini juga berkaitan dengan kepala saya yang baru yang tentunya mempunyai kebijakan berbeda dengan kepala sebelumnya, termasuk sikapnya terhadap wartawan. Soalnya kepala yang baru ini amat selektif dalam menerima tamu. Sedangkan kepala sebelumnya setiap hari selalu kedatangan tamu, yang seringnya juga meminta uang/sumbangan. Tentunya uang itu bukan dari kantong pribadi. Darimana? Ya dari kantor.  

Kalau memang kekonsistenan tim verifikasi dalam bekerja (yang di antaranya menemukan beberapa kecurangan) menjadikan BKD dinilai tidak becus, saya malah berterima kasih. Dan kalau memang kekonsistenan pimpinan menolak todongan uang menjadikan BKD dianggap tidak becus, saya ikut dukung. Semoga tetap istiqomah.

6 komentar:

Anonim mengatakan...

anda jangan sok tau, tulisan anda bilang menolak tapi kenyataannya ada juga yg di terima...???

Bahwa kebebasan memperoleh Informasi Publik merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu ciri terpenting dalam negara hukum yang demokratis untuk mewujudkan pemerintahan yang terbuka. sehingga transparansi serta akuntabilitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bisa terlaksana dengan baik.

anda DOSA besar telah berbohong... klo berani buka terang benderang berkas yg ada verivikasi. kami mau lihat nama2nya. dan tempat mereka honor... yang jujur jangan ngomong aja.

someone ngawi mengatakan...

di kantor sy juga sering didtangi orang2 yg mengaku wartawan/lsm. ujung2nya minta uang. kebangeten banget. ngemis berkedok pers.

wurianto saksomo mengatakan...

Untuk anonim. Wah kalau ingin buka-bukaan berkas itu bukan kewenangan saya. Kalau ingin mengetahui nama dan tempat bekerja honorer dan memberi masukan sebenarnya dulu sebelum kedatangan tim verifikasi pusat sudah ada uji publik, salah satunya melalui internet. Itu salah satu wujud keterbukaan informasi, sayang kalau tidak dimanfaatkan
Oya komentar Anda ini malah memacu saya untuk membuat artikel. Kapan-kapan saja. Trims nggih.

Anonim mengatakan...

Go Wury..ksh tips dong? cara ngadepin wartawan bodrek..thx.

wurianto saksomo mengatakan...

tutup aja pabriknya hehehe...ayo teman2 yg lain kasih tips ngadepin wrtwn bodrex.

burung perkutut mengatakan...

memperdalam iman dan taqwa qt kapada ALLAH. qt harus sadar hidup hanya sekali, kalaupun ada manusia yang seperti itu ya sudahlah inilah fenomena hidup ya mngkin mm ada apa saja... manusia mm sudah ada jalannya sendiri2 dalam mengarungi hidupnya untuk menuju akhir dan pilihan ada pada mereka sendiri2... dan apapun yang dilakukan kalo tidak baik yaweslah jarne wae "BEN DOSA DEWE"....hikhikhik...

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)