Permendiknas No 28 Tahun 2010, Tambah Mudah Atau Tambah Sulit?

Rabu, 10 November 2010

Kini ada aturan baru tentang mutasi kepala sekolah (kasek). Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mengambil alih kewenangan daerah untuk memutasi kasek. Itu seiring diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru Menjadi Kepala Sekolah.

Mendiknas M. Nuh menjelaskan, peraturan tersebut berlaku untuk mutasi Kasek/madrasah pada jenjang TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK. Tidak terkecuali rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). "Semua jenjang akan diatur oleh Permendiknas," ungkapnya.

Menurut Nuh, pemindahan kewenangan itu salah satunya untuk menyiapkan pimpinan tertinggi lembaga pendidikan dengan baik. Dia menjelaskan, jika sebelumnya kepala daerah dapat memutasi Kasek dengan mudah, kini calon Kasek wajib mengikuti berbagai seleksi ketat. "Pemerintah daerah tidak bisa lagi semena-mena mengganti Kasek," ujarnya.

Permendiknas yang ditetapkan pada 27 Oktober 2010 ini, kata Nuh, sengaja dikeluarkan untuk melindungi Kasek dari politik pemerintah yang seringkali merugikan mereka. "Kami mendengar banyak laporan tentang Kasek yang menjadi korban politik," ungkap mantan Menteri Komunikasi dan Informasi (menkominfo) itu. (sumber: jpnn.com)

Terbitnya permendiknas ini mau tidak mau menimbulkan pro kontra di tengah-tengah masyarakat. Kabarnya Bupati Malang sudah mengobarkan perlawanan terhadap aturan ini. Bahkan ia menantang mendiknas untuk adu debat. Wajar saja karena kewenangan bupati sebagai pejabat pembina kepegawaian di daerah dihilangkan sebagian. Sebelumnya kewenangan daerah juga tereduksi dalam hal keuangan. Daerah harus merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang sudah ditentukan oleh pusat. Inisiatif daerah terbelenggu.

Kesan pertama ketika membaca berita di koran, otonomi daerah semakin tereduksi. Daerah seolah-olah dilepas kepalanya oleh pusat, tapi sejatinya ekornya dipegang erat-erat. Terus terang saya belum membaca isi permendiknas itu. Saya cari di internet juga belum ketemu. Dari berita yang saya baca di koran (yang tentunya tidak rinci) ada kesimpulan tentang permendiknas itu:
1.    Kemendiknas menciptakan program agar kepala sekolah semakin berkualitas.
2.    Mendiknas mengambilalih kewenangan kepala daerah dalam mutasi kepala sekolah.
3.    Dengan demikian ada tambahan alur birokrasi yakni ke Kemendiknas.
4.    Tujuannya adalah untuk melindungi kepala sekolah dari kepentingan politik.
5.    Juga untuk menghilangkan korupsi di daerah.

Ada beberapa catatan yang ingin saya sampaikan di sini. Jika tujuannya adalah untuk menciptakan (calon) kepala sekolah yang berkualitas saya sangat setuju. Namun untuk alasan yang lain saya masih merasa ada ganjalan.

Mengambil kewenangan kepala daerah berarti bertentangan dengan aturan yang lain, bahkan aturan yang lebih tinggi yakni Peraturan Pemerintah. Peraturan Menteri tidak bisa mengalahkan Peraturan Pemerintah (lex superior derogat legi inferior). Barangkali yang dimaksud adalah kewajiban daerah untuk berkonsultasi lebih dahulu ke mendiknas, sedangkan kewenangan tetap dipegang oleh kepala daerah.

Namun demikian alur birokrasi akan semakin panjang. Proses pengangkatan kepala sekolah akan semakin panjang. Kalau sebelumnya berhenti sampai keputusan bupati/walikota, ke depannya harus melewati kemendiknas. Sehingga kemendiknas menambah beban kerjanya untuk memberikan konsultasi kepada seluruh daerah yang berjumlah ratusan itu, jika dikalikan dengan calon kepala sekolah bisa berjumlah ribuan. Dibutuhkan berapa lama untuk konsultasi itu, padahal tugas kemendiknas tidak hanya itu.

Hal ini justru menimbulkan peluang bagi pegawai nakal di kemendiknas. Jika ingin urusan lekas beres maka harus menyediakan sejumlah uang. Kemendiknas terdiri dari para PNS. PNS itu pun manusia. Manusia itu pun punya kebutuhan. Antara kebutuhan pegawai pusat dan keinginan pegawai daerah yang ingin urusannya lekas selesai ketemu di sini, sehingga melahirkan penyimpangan. Uang panas yang dulu hanya beredar di daerah kelak juga dinikmati di pusat. Instasi pusat tidak berisi para malaikat. Sudah banyak pegawai, termasuk pejabatnya yang masuk bui gara-gara korupsi.

Kalau tujuan permendiknas itu untuk melindungi kepala sekolah dari kepentingan politik, menurut saya solusi ini bersifat parsial. Kenapa hanya kepala sekolah saja yang diatur. Tidak ada bedanya kepala sekolah dengan jabatan yang lain, semuanya tergantung dari kepala daerah karena pengangkatan harus melalui kepala daerah.

Jangan-jangan setelah ini menteri yang lain juga menerbitkan aturan serupa. Pengangkatan dokter harus melalui Kemenkes, pengangkatan penyuluh pertanian harus melalui Kementan, pengangkatan penyuluh kehutanan harus melalui Kemenhut, dan lain-lain. Padahal menteri pun tidak lepas dari kepentingan politik, lha wong mereka berasal dari partai politik.

Ada satu lagi yang ingin saya sampaikan di sini. Paradigma, anggapan, kecurigaan, atau apa saja istilahnya bahwa pusat lebih pintar, lebih mampu, lebih tahu, lebih bersih daripada daerah harus diluruskan. 

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)