Siap, Sesuai Prosedur Ndan...!

Sabtu, 27 November 2010

Membaca Jawa Pos hari Selasa kemarin membuat hati miris. Di Kalimantan dua orang kakek-kakek ditangkap polisi dengan tuduhan merusak tanaman. Salah seorang kakek waktu akan ditangkap itu sedang ingin buang hajat. Permintaannya kepada polisi untuk buang hajat ditolak. Ia pun digelandang ke rumah seorang kakek lain yang juga disangka melakukan tindakan kriminal. Setelah memaksa akhirnya ia diizinkan untuk buang hajat, itu pun dengan todongan pistol dan pintu toilet dalam keadaan terbuka. Di kantor polisi ia dipaksa mengakui merusak tanaman. Setiap pertanyaan dalam BAP harus dijawab ya. Padahal tanaman yang yang disangkakan dirusak olehnya itu memang miliknya sendiri. Setelah ditahan beberapa bulan mereka pun dilepas. Na’udzubillah. Hebat nian pengayom masyarakat kita itu.

Di koran Kompas bulan ini juga saya membaca berita seorang yang ditangkap polisi dengan tuduhan melakukan tindakan pidana yang tak pernah ia lakukan. Ia pun menolak tuduhan polisi sehingga harus menerima pukulan dari aparat. Hingga akhirnya suatu hari dibawalah ia ke suatu tempat kemudian kakinya ditembak oleh polisi. Hebat nian pelindung masyarakat kita itu.  Syukurlah akhirnya dalam persidangan hakim membebaskannya karena tidak terbukti bersalah.

Bulan April 2010 saya membaca juga di koran Kompas kelakuan polisi yang menghajar orang-orang yang disangka melakukan kejahatan, padahal belum tentu mereka bersalah. Kejadiannya di Tobasa Sumut. 4 orang ditangkap dengan tuduhan perampokan, namun 2 orang kemudian dilepaskan setelah ditahan beberapa bulan. 2 orang yang lain berlanjut hingga vonis bersalah di pengadilan. Saat di tahanan itu mereka disiksa untuk mengakui perbuatannya. Salah seorang di antara mereka gendang telinganya sampai pecah. Yang menjadi masalah selanjutnya adalah setelah vonis ternyata ada orang lain yang mengaku menjadi pelaku perampokan yang disangkakan kepada mereka. Hebat nian pelayan masyarakat kita itu.

Masih ingat Ryan si jagal asal Jombang? Kasusnya ternyata membuka kasus lain di Jombang. Sebelum kasus Ryan terbongkar, di Jombang ada kejadian pembunuhan terhadap Asrori. Polisi pun menangkap tersangka atas nama Hambali dan Devid. Meskipun berkali-kali menolak disangka membunuh mereka tetap ditahan. Di tahanan pun mereka mengalami penyiksaan berkali-kali oleh aparat. Hingga maju di persidangan mereka divonis 17 dan 12 tahun penjara. Akhirnya muncullah kasus Ryan sekaligus mematahkan tuduhan polisi di Jombang itu. Terbukti akhirnya bahwa pembunuh Asrori adalah Ryan.

Sungguh disayangkan kerja polisi yang masih diwarnai dengan kekerasan, penyiksaan, dan manipulasi BAP. Mungkin masih ada kejadian salah tangkap dan pemaksaan polisi kepada orang yang tidak bersalah, hanya saja belum terungkap di media.

Terus bagaimana dengan para korban? Akankah polisi dengan jantan mengakui kesalahannya. Atau hanya sekedar minta maaf kemudian dilepas begitu saja dengan meninggalkan trauma yang mendalam? Belum lagi nama baik dia yang tercemar. Apalagi jika ia tulang punggung keluarga. Meninggalkan keluarga berbulan-bulan tanpa ada yang menafkahi. Beranikah polisi memberi ganti rugi kepada mereka.

Saya pernah membaca di koran, ketika wartawan menanyakan kepada atasan polisi tentang penyiksaan di tahanan, biasanya mereka membantah. Mereka selalu menyatakan bahwa polisi sudah bekerja sesuai prosedur. Jangan-jangan penyiksaan itu sendiri memang bagian dari prosedur polisi. Memukul, menyetrum, menendang, adalah bagian dari interogasi. Siap prosedur sudah dijalankan Ndan...! Jawab mereka tegas.

Saya yakin masih banyak polisi yang baik, namun karena ulah segelintir polisi yang berkelakuan tidak baik, nama mereka pun jadi ikut jelek.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)