Banteng Ternak

Senin, 21 November 2016

Mama Cantik Anter Anak, disingkat Macan Ternak, istilah ini pernah rame. Udah agak usang sih, kalo dimunculin sekarang. Enam tahun sudah membersamai para macan ternak ini. Dan bertahun-tahun ke depan, nampaknya masih bersua. Gue, bersama segelintir kaum adam, menjadi Banteng Ternak, Bapak Ganteng Anter Anak, hehehe… Komplit, anter dan jemput. Pak mentri Anis sampai menghimbau para orangtua untuk mengantar dan mendampingi nak-anak mereka berangkat sekolah. Tapi bliau lupa, tidak bikin himbauan menjemput nak-anak. Ya, bingunglah nak-anak itu, pulang sama siapa? So, pak Anis melayang, kena risapel.

Tahun ini si kaka ketiga masuk SD. Pas gue lagi cuti. Gue ambil 10 hari. Ada pekerjaan bongkar-bongkar rumah. Kalau diitung-itung ini renovasi yang ketiga. Repot nian. Nggak enak kalau disambi ngantor. Nggak bisa fokus. Seragam keki kayak polisi India atau hem batik khas produk lokal, ples sepatu hitam (jarang disemir) yang biasanya gue kenakan di kantor tergantikan dengan kaos oblong, celana kargo, dan sandal jepit. Kemana-mana bawa tas cangklong kecil. Isinya hape, amplop, dan catatan bahan bangunan yang akan dibeli. Juga nota dari berbagai toko material, toko keramik, dan toko elektrik. Bermacam saku yang ada di kaos dan celana berisi uang receh, paku, obeng, mur, baut. Waktu jemput pulang si kaka, kadang-kadang tas sekolahnya gue isi dengan kaleng cat.

Yang gue khawatir tuh, pas jemput anak, takutnya ada yang curiga gue penculik. Lha biasanya nak-anak dijemput sesosok pekerja kantoran, kini dijemput sesosok asing. Penampilan udah nggak kayak pegawai lagi. Nggak lagi klimis, nggak berbaju necis, nggak berkantong tipis (punya duit kes tapi hasil ngutang dan bongkar tabungan). Kumis berlebatan, jenggot bertumbuhan, cambang bertaburan, rambut bergondrongan, gigi berhamburan. Coba, tangan kiri terangkat ke atas. Mengepal. Tak gentar. Sembari mulut bersenandung, “… Mereka dirampas haknya, terkubur dan lapar…. !” Mungkin ada yang bilang udah kayak dokter Che Guevara aja, eaa…

Entahlah, sudah berhari-hari tak bercermin, kondisi rumah masih acakadut. Sisir, nggak tahu raib kemana. Tapi waktu rumah sudah agak rapi, pelan-pelan gue tatap wajah di cermin. Perlahan. Eh, lah kok kayak Tom Cruise saat main pilem The Last Samurai ya. Apa lo, apa lo! Para Mahmud, mamah-mamah muda, nggak usah baper lah. Nggak usah nyinyirin muka gue, meskipun waktu muda ada juga yang ngatain mirip Yana Julio pake kacamata. Bukankah cinta dating, untuk menyatukan dua hati yang berbeda. Dan tiada memaksakan, satu keinginan, atas keinginan yang lain. Karena cinta, untuk cinta. Gak nyambung? Suka-suka gue.

Film Heroik Tentara Pelajar

Senin, 27 Juni 2016

Salah satu perang saudara yang terkenal di kawasan Asia adalah Perang Korea yang dimulai pada bulan Juni 1950 antara Korea Utara dan Korea Selatan. Hakekatnya perang ini melibatkan dua negara besar di belakangnya, yakni Tiongkok di belakang Korea Utara dan Amerika Serikat di belakang Korea Selatan. Saat itu Korea baru saja lepas dari pendudukan Jepang. Penjajahan Jepang sendiri telah mendatangkan kerugian yang amat besar. Jutaan lelaki Korea dikirim ke luar negeri untuk menjadi tenaga kerja paksa. Sementara kaum perempuannya dijadikan budak seks tentara Jepang.

Pasca Perang Dunia II yang dimenangkan sekutu, Jepang meninggalkan Korea. Korea terbagi dua menjadi Korea Utara yang berpaham komunis dan Korea Selatan yang berpaham kapitalis. Korea Utara memulai invasi dengan ratusan ribu tentara dan berhasil menguasai beberapa wilayah. Korea Selatan yang jumlah tentara dan persenjataan militernya kalah unggul menjadi terdesak. Amerika Serikat akhirnya turun langsung ke medan peperangan membantu Korea Selatan. Di pihak lain, Tiongkok yang negara komunis dan juga tetangga Korea Utara akhirnya ikut terjun dalam peperangan membantu Korea Utara.

Perang ini berakhir pada Juli 1953 saat Amerika Serikat, Tiongkok, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan menolak menandatanganinya meskipun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata. Namun secara resmi, perang ini belum berakhir. Hingga saat ini masih sering terjadi ketegangan di antara kedua Korea, terutama di perbatasan. Perang Korea mengakibatkan ratusan ribu tentara kedua Korea tewas. Turut tewas ribuan tentara Amerika Serikat dan Tiongkok. Sedangkan korban dari penduduk sipil diperkirakan 2 juta tewas.

Perang saudara di Korea pada tahun 1950-an tersebut meninggalkan kisah yang menarik. Salah satu di antaranya adalah peran para pelajar memanggul senjata turun di medan laga mengalami perang orang dewasa. Mempertahankan tanah airnya, anak-anak muda berusia remaja itu tewas tertembus peluru tajam maupun lontaran mortir. Film berjudul “71 Into the Fire” menggambarkan hal tersebut. Film ini diangkat dari kisah nyata tentang puluhan pelajar Korea Selatan yang secara heroik mempertahankan sebuah sekolah dari serbuan ratusan tentara Korea Utara. Film yang berjudul asli “Pohwasogeuro” ini dirilis tahun 2010.

Ironi Sang Penjajah

Kamis, 23 Juni 2016

Lelaki itu bertubuh tinggi, gagah, dan flamboyan. Karir politiknya terbilang singkat. Namun dalam waktu singkatnya itu, ia melesat. Anak ketiga dari enam bersaudara ini pernah bercita-cita menjadi pendeta. Pernah pula sibuk dalam dunia mengajar dan menulis sebelum akhirnya terjun di dunia politik. Sempat bersimpati dengan gerakan komunis, bergabung bersama partai buruh, lalu berubah haluan ke kanan dengan bergabung bersama partai liberal konservatif. Pim Fortuyn, nama lelaki tersebut.

Jabatan ketua partai pun sempat disandang Fortuyn. Namun, dalam waktu beberapa bulan ia diturunkan, akibat perbedaan sudut pandang. Tak lama kemudian ia mendirikan partai politik baru. Beberapa jajak pendapat memprediksikan partainya akan mendominasi parlemen, sehingga jalan perdana menteri pun tak mustahil akan diraihnya. Sebagian publik Belanda menyebutnya sebagai politisi yang mengantarkan era baru.

Fortuyn adalah tokoh yang populer sekaligus kontroversial. Banyak pula yang menyebutnya sebagai sosok ekstrimis. Ia menganjurkan untuk menghapus larangan diskriminasi yang tercantum dalam amandemen pertama konstitusi Belanda. Secara terus terang ia menyatakan sebagai seorang homoseksual, anti imigran, dan berpandangan negatif terhadap Islam. Hal terakhir tersebut disebabkan Islam tak menolerir perilaku homoseksual. Ia menyebut Islam sebagai kebudayaan yang mundur.

Mei 2002, sembilan hari sebelum diselenggarakannya Pemilu di Belanda, tubuh Fortuyn tergeletak di pinggir jalan. Ia baru saja menyelesaikan wawancara di sebuah stasiun radio di Kota Hilversum. Petang itu seseorang menembaknya, tepat di dada dan leher. Enam kali tembakan membuat nyawa Fortuyn melayang. Ini adalah kasus pembunuhan politisi pertama dalam sejarah Belanda modern setelah William The Silent yang tewas ditembak pada tahun 1584 di Kota Delfi. Akibat sikap “nyinyirnya” terhadap agama Islam, sempat diduga pelakunya adalah Muslim. Namun ternyata pelaku penembakan adalah aktivis lingkungan, seorang pria kulit putih warga asli Belanda.

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)