Pengumuman Pendaftaran CPNS Kabupaten Ngawi Formasi Tahun 2009

Jumat, 18 Juni 2010

Berdasarkan Surat Pengumuman Sekretaris Daerah Kabupaten Ngawi Nomor: 800/28.25/404.205/2009, tanggal 26 Oktober 2009; Perihal: Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2009, berikut ini turut saya informasikan bahwa Pemerintah Kabupaten Ngawi membuka kesempatan untuk menjadi CPNS Kabupaten Ngawi formasi tahun 2009.

Pemberhentian PNS

Kamis, 17 Juni 2010

Pemberhentian PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979. Berikut ini sebagian isi dari peraturan tersebut dalam bentuk tabel untuk lebih mudah mempelajarinya.

Revolusi Mahasiswa Membangun Peradaban

pasarkreasi.com
Setiap peradaban hampir selalu melalui beberapa tahapan atau fase, antara lain yang pertama fase perumusan ideologi atau pemikiran. Fase kedua adalah fase strukturalisasi, dan yang ketiga adalah fase ekspansi atau perluasan. Paling tidak ketiga fase itulah yang selama ini dilalui oleh beberapa peradaban besar di dunia.

Dua tokoh pembangunan Islam di masa modern yang cukup terkenal adalah Asy-Syahid Hasan Al Banna dan Abul A’la Al Maududi. Keduanya memiliki gagasan yang sama bahwa untuk mewujudkan peradaban Islam maka harus dimulai dari bawah, yakni dengan pembinaan aqidah, syariah, dan akhlak. Namun demikian kedua tokoh ini juga memilki perbedaan.

Abul A’la Al Maududi sebagai pimpinan Jamaat Islami banyak menunjukkan figurisme dirinya. Ia juga banyak menghasilkan karya tulis berwujud buku, selain juga kemampuannya dalam berceramah, hanya saja ia cukup lemah dalam hal kaderisasi. Hal ini berkebalikan denghan Asy-Syahid Hasan Al Banna yang menjadi pimpinan Jamaah Ikhwanul Muslimin. Beliau sangat berhasil dalam mencetak kader daripada menghasilkan tulisan. Yang sangat menakjubkan adalah pergerakan dari Jamaah Ikhwanul Muslimin ini menyebar hingga ke seantero dunia, termasuk Indonesia, negeri yang memiliki penduduk mayoritas Islam terbesar.

Pembinaan Disiplin PNS

Rabu, 16 Juni 2010


Dasar hukum :
1. UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jo UU No. 43 Tahun 1999
2. PP No. 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara PNS
3. PP No. 32 Th. 1979 tentang Pemberhentian PNS
4. PP No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin PNS
5. PP No. 10 Tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian PNS jo PP No. 45 Tahun 1990
6. PP No. 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS
7. PP No.9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS
8. PP No. 37 Tahun 2004 tentang Larangan PNS Menjadi Anggota Partai Politik

Evaluasi dan Strategi Gerakan Mahasiswa



Sudah melebihi waktu yang telah direncanakan oleh para mahasiswa untuk menjatuhkan suatu rezim namun ternyata ia masih tetap berdiri kokoh di posisi presidennya, bahkan semakin represif. Semakin banyak saja tokoh mahasiswa yang diancam untuk masuk ke bui karena kevokalan mereka. Dan yang lebih tragis lagi adalah penguasa menggunakan pasal-pasal tentang penghinaan kepada kepala negara untuk menagkap para mahasiswa yang notabene pasal-pasal tersebut merupakan warisan dari penguasa kolonial Hindia Belanda. Pasal-pasal itulah yang dahulu kala dipergunakan oleh penguasa kolonial untuk memenjarakan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan, karena dianggap melawan pemerintah dan menghina Ratu Belanda.

Pemberhentian Sementara PNS

Senin, 14 Juni 2010



Pemberhentian/pemberhentian sementara PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1966. Berikut ini sebagian isi dari peraturan tersebut dalam bentuk tabel untuk mempermudah mempelajarinya.

Rancangan Pengembangan PNS


Saya sedang menyusun rancangan Perbup untuk mengatur pengembangan PNS yg meliputi ijin belajar, tugas belajar, ujian penyesuaian, dan ujian dinas. Rancangan ini merupakan pendapat pribadi, tidak mewakili institusi. Hasilnya seperti di bawah ini. Mohon tanggapannya, kritikannya, masukannya, dsb.

BUPATI NGAWI
PERATURAN BUPATI NGAWI
NOMOR …………………………
TENTANG

PENGEMBANGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI NGAWI,
Menimbang : bahwa dalam rangka pengembangan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi, maka perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pengembangan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi.

Pelayanan Bidang


PELAYANAN BIDANG PENGEMBANGAN DAN PEMBERHENTIAN
BKD KABUPATEN NGAWI




PELAYANAN SUB BIDANG PENGEMBANGAN

  1. Proses Surat Ijin Belajar
  2. Proses Surat Keterangan Kepemilikan Ijasah
  3. Proses Surat Tugas Belajar
  4. Pelaksanaan Ujian Dinas
  5. Pelaksanaan Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijasah

Profil BKD Kabupaten Ngawi


PROFIL BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN NGAWI
Dalam suatu organisasi perlu adanya pengaturan/penataan sehingga arah dari organisasi tersebut dapat terkendali dan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu segala potensi yang ada dalam organisasi tersebut perlu dimanfaatkan, baik itu potensi sarana dan prasarana maupun sumber daya manusia. Dengan demikian organisasi tersebut harus mempunyai sistem dalam mengelola potensi tersebut sehingga jalannya roda organisasi dapat berjalan dengan baik.
Pemerintah Kabupaten Ngawi juga merupakan suatu organisasi yang mempunyai sistem dalam menjalankan roda pemerintahan di Kabupaten Ngawi. Pemerintah Kabupaten Ngawi terdiri dari beberapa satuan kerja, dan dibentuk dengan harapan agar tujuan pembangunan di Kabupaten Ngawi dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Sejarah Ngawi


A. Asal-usul Nama Ngawi
Nama Ngawi berasal dari “awi” atau “bambu” yang selanjutnya mendapat tambahan huruf sengau “ng” menjadi “NGAWI”. Apabila diperhatikan, di Indonesia khususnya di Jawa banyak sekali nama tempat yang dikaitkan dengan flora, seperti : Ciawi, Waringin Pitu, Pelem, Pakis, Manggis, dan lain-lain. Demikian pula halnya dengan Ngawi yang berasal dari awi, menunjukkan suatu tempat yaitu sekitar pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang banyak tumbuh pohon awi.

Tantangan Kita, Sekarang dan Mendatang

Jumat, 11 Juni 2010

TANTANGAN KITA, SEKARANG DAN MENDATANG

Problematika umat sebenarnya begitu beragam, baik problem yang berasal dari sisi internal umat Islam itu sendiri, maupun masalah-masalah yang berasal dari luar yang menyerang umat Islam. Dr Yusuf Qaradhawi dalam Ummatuna Bainal Qarnain menyebutkan sejumlah tantangan yang dihadapi umat Islam memasuki abad 21. Tantangan itu antara lain tantangan identitas, referensi, keterbelakangan, pembangunan menyeluruh, keadilan sosial, perempuan, pemerintahan otoriter, keumatan dan akhlak, serta tantangan-tantangan besar yang berupa tantangan Zionisme, tantangan faksionasi dan dekonstruksi, dan tantangan globalisasi.

Beberapa potensi yang sebenarnya sangat luar biasa telah dimiliki oleh umat Islam yaitu potensi ideologis, potensi geografis, potensi sumber daya alam, potensi kuantitas umat, dan potensi militer. Sedangkan upaya-upaya yang bisa kita lakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan umat serta untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada antara lain pertama, memberikan penyadaran dan aksi sosialisasi tentang problema yang dihadapi umat.

Kedua, berusaha melepaskan ketergantungan serta melawan hegemoni pihak asing terutama AS dan antek-anteknya dengan sekaligus menciptakan solusi alternatif.

Ketiga, rekonstruksi sistem seperti yang diungkapkan oleh Hasan Al Banna berupa rekonstruksi sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem jihad.

Keempat, melakukan kontrol efektif terhadap kebijakan penguasa/rezim yang menjadi bagian dari kaki tangan pihak asing, terutama AS. Kelima, melakukan proses kaderisasi secara terus-menerus sebagai sumber SDM. Keenam, perluasan jaringan, terutama untuk meningkatkan hubungan ukhuwah di antara elemen gerakan Islam. Demikian. Wallahu a’lam bish shawab.

Tantangan Liberalisme Budaya

Kamis, 10 Juni 2010



Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini tampaknya menjadi sesuatu yang membuat orang-orang di dunia bangga. Tidak bisa dipungkiri peralatan serta perlengkapan modern membuat manusia menjadi mudah dan praktis dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya. Listrik, pesawat terbang, mobil, komputer, dan sebagainya adalah sebagian kecil saja yang telah dihasilkan oleh kemajuan jaman ini.
Bila membicarakan tentang kemajuan, modernitas, kecanggihan, maka orang tidak bisa lepas dari kata : “Barat”. Barat yang mengklaim memiliki peradaban yang tinggi memang telah berhasil dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara luar biasa. Prestasi-prestasi para ilmuwannya sangat mengagumkan. Dulu orang berkata bahwa hanya mimpi saja untuk sampai ke bulan, namun sekarang hal itu bukan lagi sebuah mimpi sejak orang sudah bisa mencapai bulan. Orang pun sekarang dengan peralatan yang canggih bisa hidup selama berhari-hari di ruang angkasa.

Student Government, Sebuah Alternatif Perjuangan?



Perjuangan memang melelahkan, membutuhkan kecermatan, kecerdasan, resistensi, dan sumber daya. Kemunculan gerakan yang membawa nama dan menghusung tegaknya demokrasi diyakini sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan keadilan bagi rakyat. Namun demikian perjuangan ini akan senantiasa menghadapi tembok benteng yang kokoh, berupa sikap otoriter penguasa yang dalam sejarahnya selalu menggunakan kekuatan represif untuk membungkam suara-suara kritis, dan lagi sikap masyarakat itu sendiri yang terkadang perlu disadarkan kembali. Sehingga perjuangan ini tidak hanya sekedar meletihkan namun juga meyakitkan, bila dirasa dari perlakuan yang diterima oleh para aktornya. Paling tidak ketika gerakan ini diberangus oleh penguasa yang merasa terancam, ini bisa menjadi pembelajaran bagi rakyat tentang arti penting nilai-nilai demokrasi, berupa kebebasan berpendapat, melakukan kontrol, memberikan pendidikan politik, pers yang merdeka, organisasi kemasyarakatan yang independen, dan sebagainya.

Kekerasan Massa dalam Kampanye Pemilu



Tragedi konflik sosial terutama di tingkat horisontal membuat kita semakin prihatin karena baik kualitas maupun kuantitasnya semakin membengkak. Ribuan nyawa melayang dan korban materi pun tak terhitung jumlahnya. Bila kita membaca berita di media-media massa seakan-akan terjadi “perlombaan” memuat cerita tetang kekerasan massa., tawuran antar warga, konflik antar etnis, pembunuhan, pembakaran massa terhadap orang, dan lain-lain. Hal ini tentu saja menimbulkan ketakutan dan keresahan masyarakat. Sedangkan di sisi lain dunia telah menampilkan sosok-sosok manusia Indonesia yang “beringas” dan haus darah”.

Peranan BPD dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik di Desa (Bagian 3)


Jaman otonomi yang merupakan produk dari proses reformasi dan sekaligus momentum tumbangnya rejim Orde Baru, pada dasanya menawarkan skema perubahan penting. Perubahan yang dimaksud adalah mengubah skema sentralisasi menjadi desentralisasi (otonomi) dan mengubah dari pendekatan top down menjadi bottom up. Dalam UU No 22 Tahun 1999 Pasal 1 (p) disebutkan bahwa kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Peranan BPD dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik di Desa (Bagian 2)


Dalam pembahasan tentang lembaga perwakilan rakyat di tingkat desa ini maka akan didefinisikan dahulu pengertian tentang desa. Pengertian desa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:

Peranan BPD dalam Mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik di Desa (Bagian 1)



Perubahan yang ada di tingkat desa dengan berlakunya UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah mulai dijalankannya prinsip-prinsip demokratisasi dan desentralisasi. Desentralisasi adalah pergeseran wewenang dari pemerintah yang lebih tinggi ke pemerintah yang lebih rendah, misalnya dari pusat ke daerah. Semangat yang ingin dibangun dengan dilaksanakannya desentralisai adalah mendekatkan masyarakat pada proses pembuatan kebijakan, dengan harapan kebijakan yang keluar memperhatikan kepentingan maupun kebutuhan masyarakat. Sedangkan demokratisasi artinya pendistribusian kekuasaan pemerintahan, di mana kekuasaan tidak lagi berpusat di tangan eksekutif (Presiden, Bupati, Kepala Desa), tapi juga dibagi dengan legislatif (DPR, DPRD, BPD/Baperdes).

Kedudukan DPD dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Bagian 2)

KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA (BAGIAN 2)

Setiap negara mempunyai sistem perwakilan yang berbeda, ada yang menganut sistem perwakilan bikameral yaitu lembaga perwakilan rakyat yang terbagi dalam dua kamar, misalnya di Amerika Serikat ada Senat dan House of Representative, di Inggris ada House of Lords dan House of Commons, di Filiphina ada Senat dan National Assembly. Ada pula negara yang menganut sistem perwakilan satu kamar atau unikameralisme karena hanya mempunyai satu lembaga yang menyelenggarakan kekuasaan legislatif.

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI sebagai lembaga perwakilan rakyat berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen terdiri dari anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), utusan-utusan daerah, dan utusan-utusan golongan. Utusan daerah dan utusan golongan itu tidak dipilih melalui pemilihan umum namun utusan daerah dipilih oleh DPRD Tingkat I sedangkan utusan golongan ditetapkan oleh presiden.

Berdasarkan Amandemen terhadap UUD 1945 maka terjadi perubahan terhadap lembaga perwakilan rakyat di Indonesia.

Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan:

Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Berdasarkan pasal tersebut di atas menimbulkan anggapan bahwa seolah-olah sistem perwakilan di MPR menganut sistem bikameral di mana MPR sekedar forum bersama (joint session) antara DPR dan DPD. Namun demikian ada juga penafsiran yang menyatakan bahwa Indonesia masih tetap menganut sistem unikameral karena tidak sejajarnya posisi DPR dan DPD.

Pengkaidahan DPD dalam konstitusi tercantum di dalam UUD 1945 Pasal 2 ayat (1), Pasal 22C ayat (1), (2), (3), (4), Pasal 22D ayat (1), (2), (3), (4), Pasal 22E ayat (2) dan (4), Pasal 23E ayat (2), dan Pasal 23F ayat (1).

Tentang keanggotaan DPD diatur dalam Pasal 22C, yakni:

(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.

Jadi para anggota DPD adalah perseorangan (individu-individu) yang mewakili daerahnya yakni provinsi, dan bukan mewakili partai politik sebagaimana DPR. Anggota DPD dipilih langsung oleh rakyat di masing-masing provinsi, bukan diangkat atau dipilih oleh DPRD Provinsi seperti pengalaman utusan daerah di MPR pada masa lalu.

UU yang mengatur susunan dan kedudukan DPD sebagaimana disebutkan pada Pasal 22C ayat (4) adalah UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UU tersebut maka jumlah anggota DPR adalah 550 orang. Oleh karena itu jumlah anggota DPD tidak boleh melebihi 183 orang. Pasal 33 ayat (1) mengatur jumlah anggota DPD dari masing-masing provinsi adalah 4 orang.

Pasal 40 UU No 22 Tahun 2003 menyebutkan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Pasal 41 menyebutkan tentang fungsi DPD yakni:

1. Mengajukan usul, ikut dalam pembahsan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.

2. Pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu.

Tentang tugas dan kewenangan DPD menurut UUD 1945 Pasal 22D, adalah:

(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelelolaan sumber daya alam dan suimber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaraan pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan , dan agama.

(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasan itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

Berbagai hal tentang tugas dan wewenang DPD ini kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No 22 Tahun 2003 Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 46, Pasal 47 yakni sebagai berikut:

Pasal 42:

(1) DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(2) DPD mengusulkan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) kepada DPR dan DPR mengundang DPD untuk membahas sesuai tata tertib DPR.

(3) Pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum DPR membahas rancangan undang-undang dimaksud pada ayat (1) dengan pemerintah.

Pasal 43:

(1) DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang diajukan baik oleh DPR maupun oleh pemerintah.

(2) DPD diundang oleh DPR untuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersama dengan pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai peraturan tata tertib DPR.

(3) Pembicaraan Tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan bersama antara DPR, DPD, dan pemerintah dalam hal penyampaian pandangan dan pendapat DPD atas rancangan undang-undang, serta tanggapan atas pandangan dan pendapat dari masing-masing lembaga.

(4) Pandangan, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan sebagai bahan masukan untuk pembahasan lebih lanjut antara DPR dan pemerintah.

Pasal 44:

(1) DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk tertulis sebelum memasuki tahapan pembahasan antara DPR dan pemerintah.

(3) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan bagi DPR dalam melakukan pembahasan dengan pemerintah.

Pasal 45:

(1) DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis sebelum pemilihan anggota BPK.

Pasal 46:

(1) DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang.

(3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pasa ayat (1) disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Pasal 47:

DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbagan bagi DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN.

Dari ketentuan pasal-pasal tersebut kita bisa melihat adanya perbedaan tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh DPD dibandingkan dengan DPR yang sama-sama sebagai lembaga perwakilan. DPD seakan-akan hanya pelengkap dari keberadaan DPR karena kewenangan yang diberikan DPD yang tidak sebesar yang dimiliki DPR.

Jika DPR mempunyai tugas dan wewenang untuk membentuk UU yang dibahas dengan presiden, maka DPD hanya berwenang untuk mengusulkan rancangan UU untuk diajukan kepada DPR (Pasal 42 ayat (1) UU No 22 Tahun 2003). Kewenangan pengajuan usul RUU itu pun hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sedangkan dalam hal RUU tentang APBN dan hal-hal yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003 DPD hanya diberi kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada DPR, yang dari hasil pertimbangan tersebut DPR melakukan pembahasan dengan pemerintah (ayat (3)).

Selain mengajukan RUU kepada DPR, DPD juga mempunyai kewenangan untuk ikut membahas RUU yang berkaitan dengan hal-hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 42 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2003. DPR akan mengundang DPD untuk membahas RUU bersama pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai dengan tata tertib DPR. Hasil dari pandangan, pendapat, dan tanggapan masing-masing lembaga tersebut dijadikan masukan untuk pembahasan lebih lanjut antara DPR dan pemerintah. Di sini sekali lagi kita melihat betapa kecilnya kewenangan yang dimiliki oelh DPD dibandingkan sengan DPR bahkan dengan pemerintah. Seolah-oleh DPD hampir mirip dengan staf ahli di kedua lembaga tersebut. DPD tidak mempunyai peran dalam proses menentukan keputusan.

Untuk kewenangan DPD dalam hal pengawasan terhadap pelaksanaan UU juga terbatas pada masalah-masalah tertentu dan hasil dari pengawasan tersebut sekali lagi disampaikan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. DPD tak ubahnya seperti warga masyarakat biasa yang memang berhak untuk memberikan masukan dan menyampaikan aspirasinya kepada DPR sebagai wakil rakyat.

Demikian juga dalam hal pemilihan anggota BPK, DPD hanya berwenang memberikan pertimbangan kepada DPR secara tertulis. Selain kewenangan DPD tidak sebesar yang dimiliki oleh DPR, DPD juga tidak mempunyai beberapa kewenangan seperti yang dimiliki oleh DPR seperti membahas dan memberikan persetujuan Perpu, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, dan kebijakan pemerintah, memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial, memberikan persetujuan calon hakim agung untuk ditetapkan sebagai hakim agung, memilih tiga calon anggota hakim konstitusi, memberikan pertimbagan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi, memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.

Kesimpulan

Dari pembahasan sebagaimana tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Amandemen terhadap UUD 1945 telah menghasilkan perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia terutama dalam pelembagaan perwakilan rakyat. MPR dan DPR mengalami perubahan dalam hal kedudukan, wewenang, dan susunan, serta cara rekrutmen keanggotaannya. Selain itu Amandemen terhadap UUD 1945 juga menciptakan lembaga baru yakni Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

2. Penegasan kedudukan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah yang memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah sebenarnya sudah tepat, namun ternyata posisi DPD lebih rendah daripada DPR.

3. Dengan jumlah anggota, kewenangan, dan kedudukan yang tidak setara antara DPD dan DPR, maka sistem lembaga perewakilan rakyat yang dianut oleh Indonesa adalah sistem bikameral yang lunak (soft bicameral).

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)