Tanya Jawab Anti Korupsi

Rabu, 20 April 2011

Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan:
    * Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 2)
    * Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3)
    * Kelompok delik penyuapan (pasal 5, 6, dan 11)
    * Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10)
    * Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12)
    * Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7)
    * Delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C)

Apa sajakah tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai tugas:
    * Koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
    * Supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
    * Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
    * Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
    * Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara

Apa sajakah wewenang KPK dalam melaksanakan tugasnya?
Dalam melaksanakan tugasnya, KPK berwenang:
    * Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi
    * Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
    * Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait
    * Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
    * Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi

Apa batasan korupsi yang bisa ditangani oleh KPK?
Sesuai dengan Pasal 11 UU No. 30/2002, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang:
    * Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
    * Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat.
    * Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Bagaimanakah cara masyarakat melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke KPK?
Anggota masyarakat (perorangan, ormas, LSM) berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada KPK. Informasi, saran, atau pendapat harus dilakukan secara bertanggung jawab, disertai dengan identitas pelapor dan bukti permulaan. Untuk memudahkan penindaklanjutan laporan dan jika diperlukan penjelasan lebih dalam tentang laporan, identitas pelapor wajib menyertakan: nama, pekerjaan, alamat rumah, dan alamat tempat kerja, dan nomor telepon yang dapat dihubungi.

Apa sajakah yang termasuk syarat laporan pengaduan tindak pidana korupsi yang baik?
Laporan pengaduan tindak pidana korupsi yang baik setidak-tidaknya harus:
    * Disampaikan secara tertulis
    * Dilengkapi dengan identitas pelapor yang jelas
    * Memuat informasi dugaan TPK
    * Menjelaskan siapa, melakukan apa, kapan, di mana (mengapa), dan bagaimana
    * Dilengkapi dengan informasi nilai kerugian negara/penyuapan/pemerasan/penggelapan
    * Dilengkapi dengan bahan bukti yang mendukung/menjelaskan adanya TPK (gambar, dokumen tertulis, rekaman)
    * Dilengkapi dengan data sumber informasi untuk pendalaman
    * Informasi penanganan kasus oleh penegak hukum/lembaga pengawasan (jika ada)
    * Pengaduan tidak dipublikasikan

Apakah yang dimaksud dengan gratifikasi?
Menurut UU No. 20 tahun 2001, penjelasan pasal 12b ayat (1), gratifikasi adalah "pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya". Gratifikasi tersebut baik diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, dan dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik ataupun tanpa sarana elektronik.

Mengapa gratifikasi perlu dilaporkan?
Korupsi seringkali berawal dari kebiasaan yang tidak disadari oleh setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negera. Misalnya penerimaan hadiah oleh pejabat penyelenggara/pegawai negeri dan keluarganya dalam suatu acara pribadi, atau menerima pemberian suatu fasilitas tertentu yang tidak wajar. Hal semacam ini semakin lama akan menjadi kebiasaan yang cepat atau lambat akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pegawai negeri atau pejabat penyelenggara negara yang bersangkutan.

Banyak orang berpendapat bahwa pemberian tersebut sekadar tanda terima kasih dan sah-sah saja. Namun, perlu disadari bahwa pemberian tersebut selalu terkait dengan jabatan yang dipangku oleh penerima serta kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan dari pemberi, dan pada saatnya pejabat penerima akan berbuat sesuatu untuk kepentingan pemberi sebagai balas jasa.

Siapakah yang dimaksud "pejabat penyelenggara negara" dan "pegawai negeri" dalam konteks gratifikasi ini?
Berdasarkan UU No. 28 tahun 1999, bab II pasal 2, penyelenggara negara yang dimaksud meliputi:
    * Pejabat Negara pada lembaga tertinggi negara
    * Pejabat Negara pada lembaga tinggi negara
    * Menteri
    * Gubernur
    * Hakim
    * Pejabat Negara lainnya seperti Duta Besar, Wakil Gubernur, Bupati, Wali Kota dan wakilnya
    * Pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis seperti: Komisaris, Direksi, dan pejabat struktural pada BUMN dan BUMD
    * Pimpinan Bank Indonesia
    * Pimpinan Perguruan Tinggi
    * Pejabat Eselon I dan pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan sipil dan militer
    * Jaksa
    * Penyidik
    * Panitera pengadilan
    * Pimpinan proyek atau bendaharawan proyek.

Sementara yang dimaksud dengan pegawai negeri, sesuai dengan UU No 31. tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan No. 20 Tahun 2001, meliputi:
    * Pegawai pada MA dan MK
    * Pegawai pada kementerian/departemen/LPDN
    * Pegawai pada Kejagung
    * Pegawai pada Bank Indonesia
    * Pimpinan dan pegawai pada sekretariat MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi/Dati II
    * Pegawai pada Perguruan Tinggi
    * Pegawai pada komisi atau badan yang dibentuk berdasarkan UU, Kepres, maupun PP;
    * Pimpinan dan pegawai pada Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, dan Seskab & Sekmil
    * Pegawai pada BUMN dan BUMD
    * Pegawai pada Lembaga Peradilan
    * Anggota TNI dan Polri, serta pegawai sipil di lingkungan TNI dan Polri
    * Pimpinan dan pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat I dan II.

Apakah terdapat sanksi jika tidak melaporkan gratifikasi?
Ya. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 12b ayat (1) adalah:
"Pidana penjara seumur hidup. Dan atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)."

Siapa sajakah Penyelenggara Negara yang harus menyampaikan LHKPN?
Adapun Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:
    * Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
    * Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
    * Menteri;
    * Gubernur;
    * Hakim;
    * Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
    * Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi:
         1. Direksi, Komisaris dan pejabat struktural lainnya sesuai pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
         2. Pimpinan Bank Indonesia;
         3. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
         4. Pejabat Eselon I dann pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
         5. Jaksa;
         6. Penyidik;
         7. Panitera Pengadilan; dan

Selain jabatan-jabatan di atas, maka jabatan-jabatan berikut ini juga diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN kepada KPK, yaitu:
    * Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara
    * Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan
    * Pemeriksa Bea dan Cukai
    * Pemeriksa Pajak
    * Auditor
    * Pejabat yang mengeluarkan perijinan
    * Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat
    * Pejabat pembuat regulasi
    * Pejabat-pajabat lainnya yang diiwajibkan untuk menyampaikan LHKPN berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Instansi di lingkungannya masing-masing
    * Kandidat atau Calon Penyelenggara Negara yang berdasarkan perintah undang-undang diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN. Misalnya: Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden serta Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah

Apakah sanksi bagi Penyelenggara Negara jika tidak menyerahkan LHKPN?
Bagi Penyelenggara Negara yang tidak menyerahkan LHKPN maka akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sumber tulisan: www.kpk.go.id
Sumber gambar: www.artclesnack.com
 

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)