Si Kecil Naik Daun

Minggu, 24 April 2011

Mulanya berawal dari Probolinggo. Kemudian muncul juga di mana-mana. Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, bahkan ibukota negara pun diinvasi. Ya, ulat bulu sedang naik daun, dalam arti sebenarnya dan dalam arti kiasan. Jumlahnya ribuan. Menyerang pohon hingga masuk ke rumah warga. Tentu saja membuat warga resah, terutama karena bulunya yang menyebabkan gatal. Daun-daun habis dimakan. Petani gagal panen buah. Segala upaya dilakukan untuk membasminya. Mulai penyemprotan dengan obat anti serangga, pembakaran, penyebaran burung predator, doa bersama, hingga ritual klenik yang aneh-aneh.

Dulu, berpuluh tahun yang lalu kabarnya ulat biasa dimakan. Rasanya gurih. Warga yang rumahnya di dekat hutan barangkali masih terbiasa mengonsumsinya. Bahkan sebenarnya pohon-pohon yang diserang oleh ulat, beberapa saat kemudian ia akan menghasilkan buah-buahan yang lebih banyak dan lebih baik. Memang pohon-pohon itu sempat stres, namun hanya sesaat. Selanjutnya panen raya akan menanti. Tapi bagi yang tak tahan dengan serangan, pohon-pohon itu pun ditebang.

Sebagian menyalahkan cuaca. Panjangnya musim penghujan dan tiadanya kemarau sepanjang tahun menyebabkan siklus kehidupan ulat terganggu. Harusnya mereka telah menjadi kupu-kupu. Kadang kita ambigu. Saat menjadi ulat ia dibenci, namun saat bermetamorfosis menjadi kupu-kupu ia dikagumi keindahannya.

Menyalahkan cuaca bukanlah sikap yang bijak. Siapa yang menyebabkan perubahan cuaca? Manusia. Tepat. Telah tampak kerusakan di muka bumi karena ulah tangan-tangan manusia. Beberapa tahun lalu terjadi longsor yang menimpa arena rekreasi kolam renang. Korban jiwa pun berjatuhan. Penyebabnya bukan sekedar curah hujan yang tinggi. Hutan yang yang berada di bukit di atas tempat rekreasi itu habis dibabat manusia. Wajarlah jika hujan turun tiada yang mampu menahan derasnya air bercampur lumpur turun ke bawah bukit.

Manusia pula yang gemar berburu burung yang merupakan predator ulat. Rantai makanan tidak imbang. Burung semakin hilang, sebaliknya ulat semakin menggila berkeliaran. Tuhan pun mulai bosan melihat sepak terjang manusia, yang semakin salah dan bangga dengan dosa-dosa. Alam pun enggan bersahabat dengan kita. Tuhan telah mengirimkan wakilnya berupa ulat bulu untuk (sekali lagi) meng-(per)ingatkan manusia. Kalau begitu mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang.

Celaka, rumput yang bergoyang pun ternyata dipakai untuk ajang mesum.
 

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)