Berpijak pada keprihatinan atas minimnya pendidikan agama di masyarakat korban Merapi, KAMMI Komisariat UGM meluncurkan sebuah program bertajuk “Gerakan KAMMI Mengajar”. Program ini mengajak civitas akademika UGM untuk menjadi tenaga pengajar pada TPA-TPA di kawasan Cangkringan, Sleman yang terkena letusan Gunung Merapi beberapa waktu lalu.
Menurut Kharis Pradana, penanggung jawab program, inisiasi Gerakan KAMMI Mengajar merupakan salah satu wujud kepedulian atas minimnya pendidikan Al-Qur’an dan keagamaan di kawasan Merapi.
“Kami melihat, banyak TPA di kawasan pedesaan Sleman, terutama yang terkena musibah letusan Gunung Merapi, mati suri karena kekurangan tenaga pengajar. Oleh karena itu, kami bekerjasama dengan Forum Komunikasi TPA setempat mencoba untuk menghidupkan kembali TPA-TPA dengan suplai tenaga pengajar dari mahasiswa UGM. KAMMI masuk di sini”, terang Kharis.
Gerakan KAMMI Mengajar sendiri pada awalnya dimulai dari Children Center yang dikelola oleh Komisariat ketika terjadi musibah letusan Gunung Merapi. “Kami melanjutkan program Children Center yang kami lakukan di posko Kepuh Harjo, Cangkringan, ketika terjadi letusan Merapi, dan secara kontinyu kami kembangkan dalam beberapa program lanjutan. Sekarang program dikembangkan ke TPA dan pendidikan anak”, kata mahasiswa Fakultas Teknik ini.
Para mahasiswa UGM dan kader-kader KAMMI, lanjut Kharis, diminta untuk mengisi “jam sosial kader” dengan mengajari anak-anak TPA di kawasan tersebut.
“Kami memilih kawasan cangkringan karena selain sudah melakukan assessment sebelumnya di masyarakat, juga karena kondisinya memang memerlukan tenaga pengajar TPA.”
Peluncuran program sendiri dilakukan pada hari Ahad (27/3), pukul 09.00-15.00. Acara ini merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan Milad KAMMI ke-13 Komisariat UGM. Bertempat di Pondok Pesantren Mahasiswi Rabingah Prawoto, Gowongan, peluncuran program ini menghadirkan Ridwan Saptopo, dosen Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan Kak Idzma Mahayattika dari Kidz Smile Foundation yang juga manajer program pada Pesantren Alam Sukabumi.
Kegiatan ini sekaligus juga merupakan pembekalan calon pengajar yang akan berkontribusi di lapangan selama beberapa bulan. Di sesi pertama, Ridwan Saptoto menyampaikan problematika pendidikan di Indonesia. “Kita menghadapi gap karena pendidikan tidak lagi sesuai dengan hakikatnya yang mendasar, yaitu memberi bekal moral-spiritual pada peserta didik”, kata psikolog yang menyelesaikan S1 dan S2nya di UGM ini.
Sementara itu, di sesi kedua, pemateri lebih menekankan strategi mengajar yang baik kepada anak-anak. Kak Idzma yang banyak terlibat dalam pendidikan anak-anak, memberikan pengalamannya kepada calon pengajar.
Peluncuran dan pembekalan calon pengajar berakhir sebelum shalat Ashar, pada pukul 15.00. Selanjutnya, para pengajar akan diterjunkan ke lapangan untuk membina TPA di Cangkringan. (Umar)
Sumber : website KAMMI UGM
Tak terasa telah beberapa tahun saya menjadi alumni kampus besar di negeri ini, UGM. Sekian lama saya tak berkunjung ke almamater tercinta. Sedangkan KAMMI adalah salah satu organisasi kemahasiswaan yang dulu saya pernah menjadi anggotanya. Malah di penghujung studi, saya terpilih sebagai pimpinan tertinggi di Komisariat UGM. Barangkali saat itu menjadi sejarah awal di KAMMI UGM, organisasinya diketuai oleh seorang sarjana. Meski akhirnya saya tak berdaya untuk sering meninggalkannya karena harus mencari kerja, sedangkan Kota Jogja yang menjadi tumpuan saya untuk mendapatkan pekerjaan, belum memberi kesempatan.
Bertahun kemudian, hingga akhirnya ada pesan dari adik-adik aktivis KAMMI. Meminta bantuan kepada para alumni tentang kegiatan yang mesti mereka dedikasikan untuk sekitar. Mereka tidak sekedar berwacana. Mereka mencoba berkarya. Keprihatinan adalah pijakan awal, diri adalah gerbang, sedangkan masyarakat adalah arena perjuangan.
Jika Anda ingin membantu, silakan salurkan dana melalui Bank Mandiri Nomor rekening1370005551128 atas nama Atiudina.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya