Curhat Kantor

Kamis, 30 Juli 2015

Saya mengibaratkan memimpin sebuah organisasi seperti mengendarai kendaraan. Dalam kendaraan paling tidak ada bodi, roda, dan pengemudi. Masalah onderdil yang lain semisal mesin, spion, rem, apalagi bahan bakar untuk sementara belum disebut, ini kan cuma permisalan. Mau dibawa kemana kendaraan tersebut, merupakan kewenangan pengemudi yang sangat vital. Namun demikian kendaraan tersebut tak ada artinya jika roda yang telah terpasang tak berfungsi dengan baik.

Maka jika dikaitkan antara organisasi dan kendaraan, pimpinan adalah pengemudi sedangkan staf adalah roda. Sekali lagi ini hanya permisalan, bukan berarti karena posisi roda di bawah, maka staf harus diperlakukan semena-mena. Apalah artinya pengemudi yang hebat jika roda tak mau bekerja dengannya. Sekaliber pengebut juara formula F1 pun, tanpa roda yang ada di kendaraannya, bisalah apa ia. Pembalap ompong, eh macan ompong. Maka, betapa indahnya bila pengemudi mampu menjaga roda kendaraannya, atau sebaliknya roda mau menjalani perintah kemudinya.

Namun, bisa jadi, boleh jadi, seringkali, kadangkala, mungkin, atau barangkali harapan tak seindah kenyataan, atau dibalik saja kenyataan tak seindah harapan. Makanya, di situ kadang saya merasa sedih hehehe....

Akhirnya, dengan membaca, menimbang, mengingat, akhirnya saya putuskan satu roda lagi dalam kendaraan, saya lepaskan. Saya lepas bukan berarti saya campakkan. Minimal masih saya taruh dalam kendaraan, karena dari sononya (sesuatu yang tak kuasa saya tolak) roda tersebut harus ada di kendaraan saya. Entahlah akan saya gunakan untuk apa roda tersebut.

Sidak, sidak, sidak

Sabtu, 25 Juli 2015

Tradisi rutin yang terus terulang tiap tahun di kantor pemerintah saban pasca lebaran tak lain dan tak bukan adalah sidak. Sidak adalah kependekan dari Inspeksi Mendadak. Maksudnya pengawasan atau pengecekan secara langsung ada tidaknya pegawai di kantor yang pelaksanaannya secara diam-diam. Kenapa diam-diam? Karena kalau jauh hari sudah diberitahu tentu saja para pegawai akan rajin datang. Memangnya para pegawai jarang rajin datang? Yap, sejumlah oknum pegawai punya hobi bolosan.

Beberapa instansi (termasuk pemda) berlomba-lomba mengadakan tradisi sidak. Lihat saja, esoknya media massa cetak menampilkan berita tentang sidak. Koran Radar Madiun, misalnya, salah satu koran lokal di Ngawi yang kebetulan kantor saya turut berlangganan tiap harinya. Esok setelah hari pertama masuk kerja, berita yang ditonjolkan adalah sidak, sidak, sidak... Mulai dari Madiun kota, Madiun desa eh maaf Madiun kabupaten, Magetan, Ponorogo, Pacitan, dan eing ing eng ... Ngawi.

Bahkan kolom Jati Diri Jawa Pos pada tanggal 23 Juli 2015 membahas tentang sidak, soalnya judulnya saja “Stop Sidak PNS”. Tradisi yang telah berjalan tahunan ini (entah mulai kapan diadakan) dianggap jauh dari kata efektif. Alasannya? Pertama, sidak tak lagi terkesan mengejutkan. Kedua, pelaksanaannya lebih kental seremonial. Ketiga, ancaman sanksi hanya sebatas janji.

Sidak tak lagi mengejutkan karena sudah bergeser dari arti awalnya. Para pegawai sudah tahu bin yakin alias paham bahwa pelaksanaan sidak pasti di hari pertama setelah libur dan cuti lebaran. Sehingga pada hari pertama masuk kerja para pegawai sudah siap-siap datang ke kantor pagi hari, mengisi daftar absen, selanjutnya menunggu kedatangan tim sidak sembari silaturahmi sesama rekan. Sidak tak lagi bersifat mendadak. Sidak kehilangan makna rahasianya.

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)