Sidak, sidak, sidak

Sabtu, 25 Juli 2015

Tradisi rutin yang terus terulang tiap tahun di kantor pemerintah saban pasca lebaran tak lain dan tak bukan adalah sidak. Sidak adalah kependekan dari Inspeksi Mendadak. Maksudnya pengawasan atau pengecekan secara langsung ada tidaknya pegawai di kantor yang pelaksanaannya secara diam-diam. Kenapa diam-diam? Karena kalau jauh hari sudah diberitahu tentu saja para pegawai akan rajin datang. Memangnya para pegawai jarang rajin datang? Yap, sejumlah oknum pegawai punya hobi bolosan.

Beberapa instansi (termasuk pemda) berlomba-lomba mengadakan tradisi sidak. Lihat saja, esoknya media massa cetak menampilkan berita tentang sidak. Koran Radar Madiun, misalnya, salah satu koran lokal di Ngawi yang kebetulan kantor saya turut berlangganan tiap harinya. Esok setelah hari pertama masuk kerja, berita yang ditonjolkan adalah sidak, sidak, sidak... Mulai dari Madiun kota, Madiun desa eh maaf Madiun kabupaten, Magetan, Ponorogo, Pacitan, dan eing ing eng ... Ngawi.

Bahkan kolom Jati Diri Jawa Pos pada tanggal 23 Juli 2015 membahas tentang sidak, soalnya judulnya saja “Stop Sidak PNS”. Tradisi yang telah berjalan tahunan ini (entah mulai kapan diadakan) dianggap jauh dari kata efektif. Alasannya? Pertama, sidak tak lagi terkesan mengejutkan. Kedua, pelaksanaannya lebih kental seremonial. Ketiga, ancaman sanksi hanya sebatas janji.

Sidak tak lagi mengejutkan karena sudah bergeser dari arti awalnya. Para pegawai sudah tahu bin yakin alias paham bahwa pelaksanaan sidak pasti di hari pertama setelah libur dan cuti lebaran. Sehingga pada hari pertama masuk kerja para pegawai sudah siap-siap datang ke kantor pagi hari, mengisi daftar absen, selanjutnya menunggu kedatangan tim sidak sembari silaturahmi sesama rekan. Sidak tak lagi bersifat mendadak. Sidak kehilangan makna rahasianya.


Sidak lebih kental seremonial karena suasana yang amat mendukung yakni masih suasana lebaran. Lebaran identik dengan tradisi saling berkunjung, bersalaman, memohon maaf, menyajikan hidangan, dan terkadang berbagi uang. Saya malah melihat jika tim sidak yang dibentuk dengan surat perintah tugas bupati tersebut seolah tim silaturahmi yang mewakili pemda untuk berkunjung ke kantor-kantor.

Temuan pegawai yang bolos pada saat sidak belum dapat dijadikan landasan pemberian sanksi. Maka, gembar-gembor pejabat yang akan memberikan sanksi berat (misalnya penurunan pangkat hingga pemecatan) belum saya temukan landasan hukumnya. Apa pasal? PNS baru dapat dijatuhi sanksi jika ia membolos selama 5 hari, itupun sanksinya tingkat ringan yakni teguran lisan. Jika baru 1 hari ya belum dapat dikasih sanksi.     

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)