Dilema Kekuasaan dan Kemanusiaan

Rabu, 31 Mei 2017

Matahari sedang bersinar cerah. Di sebuah rumah bercat putih bergaya kolonial. Pada halaman yang terhampar rerumputan, tanaman hias, dan beberapa pohon palem. Duduk di atas kursi taman, seorang ayah mendekap anak gadisnya, sembari menghadap telaga nan tenang. Dibelainya rambut sang buah hati yang masih berusia dua tahun itu.

“Ayah, ceritakanlah sebuah cerita,” pinta si kecil.

“Ayah akan ceritakan padamu tentang Burma. Saat itu disebut negara emas. Apa kau suka cerita ini?” tanya sang ayah yang berbalut seragam militer.

“Ya!”

“Itulah salah satu negara yang indah, Burma. Di mana-mana ada hutan jati dan kayu hitam. Pada saat itu harimau berkeliaran di hutan. Dan, kawanan gajah berkeliaran di hamparan luas. Di sana terdapat batu safir sebiru langit. Bahkan batu ruby lebih merah dari pipimu. Perhiasan yang bahkan putri sepertimu tidak pernah membayangkan. “

“Lalu?”

“Kenyataannya, ini menjadi cerita sedih. Tentara telah datang dari negeri yang jauh. Dan mengambil semua yang paling berharga. Membuat kita menjadi sangat miskin.”

Koin Keadilan

Rabu, 24 Mei 2017

“Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila Anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan titel internasional, karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan …”

Penggalan uraian di atas merupakan curahan hati seorang ibu rumah tangga dengan dua anak yang masih kecil. Hampir 2.000 kata ia tuliskan, lalu ia kirimkan melalui surat elektronik kepada beberapa teman. Ia merasa kesal dengan buruknya pelayanan sebuah rumah sakit swasta. Ia ceritakan kronologi kejadian, mulai saat dirawat, kesalahan diagnosis, dan kondisi kesehatan yang semakin buruk.  “Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan, malah mempermainkan, sungguh mengecewakan”, tulisnya.

Sontak, surat elektroniknya  menyebar luas tak terkendali, seperti  ke beberapa milis dan forum diskusi online. Cerita itu menjadi bahan perbincangan dan perhatian publik. Prita Mulyasari, ibu muda itu, tak menyangka jika keluhan dan curahan hatinya berujung ke ranah hukum. Merasa dicemarkan nama baiknya, pada 5 September 2008 pihak rumah sakit melaporkannya ke polisi. Berikutnya, pada 24 September 2008 ditambah dengan menggugat secara perdata. Berselang delapan bulan kemudian pengadilan memutus perkara perdata Prita. Dalam putusannya, Majelis Hakim memutus Prita terbukti melakukan tindakan melawan hukum dan menghukum untuk membayar ganti rugi sebesar Rp314.268.360,00

Atas putusan tersebut, Prita mengajukan banding. Sayang, upayanya pupus. Sekali lagi Prita kalah. Ia tetap diwajibkan membayar ganti rugi kepada rumah sakit. Putusan pengadilan ini memantik simpati masyarakat. Publik terheran-heran, kenapa hukum tak berpihak kepada seseorang yang mengeluh atas buruknya pelayanan sebuah lembaga. Kebebasan berpendapat menjadi (seolah-olah) terpasung. Maka, lahirlah gerakan Koin Peduli Prita, yang mengajak masyarakat khususnya para pengguna internet mengumpulkan uang koin untuk disumbangkan kepada Prita Mulyasari. Hasilnya, lebih dari 6 ton koin terkumpul.

Korban Jiwa

Rabu, 17 Mei 2017

Seorang pemerhati masalah sosial, Yulia Kusumaningrum dalam “Agenda Perempuan Atasi Kekerasan” mengatakan di antara jenis kekerasan terhadap perempuan, kasus seksual merupakan yang paling rumit dalam peta derita perempuan. Betapa sulitnya mengurai simpul akar permasalahan dan memecah kebisuan para perempuan korban kasus kekerasan seksual. Kasus seksual telah menjadi puncak dari berbagai kekerasan lain yang dialami wanita, yang korbannya juga mengalami tekanan fisik dan psikologis. Dalam berbagai kasus selalu diikuti trauma.

Menurut data catatan tahunan yang dirilis oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, dari empat jenis kekerasan di ranah komunitas, kekerasan seksual selalu menempati urutan teratas. Di tahun 2016, misalnya, jumlah kekerasan seksual mencapai 2.270 kasus (74%). Berikutnya secara berurutan adalah kekerasan fisik 490 kasus (16%), kekerasan khusus 229 kasus (7%), dan kekerasan psikis 83 kasus (3%). Di antara kekerasan seksual, perkosaan adalah yang tertinggi yaitu 1.036 kasus (46%), diikuti pencabulan 838 kasus (37%).

Bulan Mei 2016 terjadi peristiwa kekerasan seksual yang mengguncangkan nusantara. Peristiwa yang tragis. Sangat tragis malah. Seperti diberitakan dalam Harian Kompas, seorang perempuan berusia 18 tahun ditemukan tewas mengenaskan di dalam kamar karyawan Polyta Global Mandiri, di Jalan Raya Perancis Pergudangan 8 Dadap, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang.

Jenazah korban ditemukan kali pertama sekitar pukul 09.00 WIB. Korban hari itu tidak masuk kerja, sehingga oleh tiga temannya hendak disambangi. Rupanya pintu kamar korban dalam keadaan tergembok dari luar. Karena tidak ada kunci duplikat, tiga kawan korban pun memanggil salah seorang karyawan pria untuk mendobrak pintu. Saat pintu didobrak, mereka mendapati korban terkapar tak bernyawa. Tubuh korban ditutupi tumpukan bantal dan baju.

Martabat Bangsa

Rabu, 10 Mei 2017

“Mongol”, film besutan sutradara Sergei Bodrov dari Rusia ini berkisah tentang pemimpin bangsa Mongolia di abad 12, Jenghis Khan. Digambarkan, saat itu Mongol bukanlah kerajaan besar namun hanyalah kumpulan suku yang terpecah-pecah. Bukan hal yang mudah untuk mempersatukan ratusan suku yang cenderung saling bermusuhan. Temujin, nama muda Jenghis Khan, bercita-cita menyatukan mereka. Temujin adalah anak sulung Eisugei, kepala suku Kiyad. Namanya diberikan sang ayah dari nama musuh yang dibunuhnya.

Temujin masih bocah kecil saat bersama sang ayah menemui suku Merkit. Temujin disuruh memilih jodoh yang akan dinikahinya kelak di kemudian hari. Borte, si gadis kecil, menjadi pilihannya. Lalu pulanglah Temujin dan sang ayah. Dalam perjalanan pulang tersebut, Eisugei menemui ajalnya diracun musuh. Inilah titik balik kehidupan Temujin. Sepeninggal sang ayah, suku-suku musuh berani mengganggu hingga mengakibatkan penderitaan luar biasa bagi Temujin dan keluarganya. Kehidupan yang keras ini menempa Temujin menjadi pribadi yang tangguh.

Suatu saat, Temujin kecil  hampir saja mati jika tidak ditolong oleh Jamukha, anak suku lain. Mereka berdua menjadi bersaudara. Kelak mereka berdua bahu-membahu dalam menghadapi musuh, namun pada akhirnya saling berhadapan dalam peperangan. Selama hidupnya Temujin terus dikejar musuh. Seringkali tertangkap, tapi selalu selamat berkat bantuan orang-orang yang pernah setia kepada ayahnya. Borte, yang ditemuinya di masa kanak-kanak alhasil menjadi istrinya. Bersamanya ia hadapi suka dan duka. Pelan namun pasti, Temujin membentuk tentara dan berhasil memperkuatnya. Di bawah naungannya bangsa Mongol digdaya.

Tentara Mongol merupakan salah satu kisah keberhasilan gemilang sejarah militer dunia, tulis Stephen Tumbull dalam “Mongol Warrior 1200-1350”. Di dalam buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Laskar Mongol” ini, dijelaskan bahwa di bawah kepemimpinan Jenghis Khan dan para penerusnya, tentara Mongol menaklukkan sebagian besar dunia. Mereka bertarung di padang rumput beku di Rusia, di padang belantara Palestina, di rimba pulau Jawa, dan sungai-sungai besar Tiongkok. Untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia, baik Eropa maupun Asia terancam oleh musuh yang sama.

Olok-olok Orangutan

Rabu, 03 Mei 2017

Di tajuk hutan hujan Sumatra, tulis Mel White dalam National Geographic Indonesia, mawas jantan besar yang dinamai Sitogos melompat ke sebatang punggu, dan dengan menggunakan seluruh bobotnya yang 90 kilogram, mengoyang-goyangnya sampai pangkalnya berderak patah. Lalu Sitogos melompat ke dahan di dekatnya, sementara punggur itu berdebam keras.  Orangutan sering melakukan hal ini saat marah. Dengan merentangkan kedua tangan yang mencapai dua meter, Sitogos berayun di atas hutan.

Seekor betina muda, Tiur, mengikuti setiap gerakannya, mendekat setiap kali Sitogos berhenti. Betina yang lebih kecil dan lebih lemah itu terus mengekor ke sana kemari, kendati sang jantan tampaknya acuh tak acuh. Keduanya berbaring di satu dahan. Baru-baru ini, Sitogos mengalami perubahan luar biasa. Selama bertahun-tahun sebelumnya, perawakannya tidak jauh berbeda dengan Tiur. Kemudian, saat testosteron memenuhi tubuhnya, ototnya bertambah besar, bulunya bertambah panjang, dan tumbuh bantalan pipi serta kantong suara besar yang memperkuat teriakannya. Kini Sitogos menikmati kesenangan di atas tajuk hutan, karena adanya perhatian setia Tiur dan peluang untuk kawin.

Dari referensi Wikipedia disebutkan, orangutan adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang hidup di hutan tropika. Mereka memiliki tubuh yang gemuk, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai ekor. Hewan yang memiliki nama lain mawas ini memiliki tinggi badan sekitar 1,25-1,5 meter. Istilah orangutan sendiri diambil dari kata dalam bahasa Melayu, yaitu orang yang berarti manusia dan utan yang berarti hutan.

Yang unik adalah orangutan memiliki kekerabatan dekat dengan manusia, di mana orangutan memiliki tingkat kesamaan DNA sebesar 96.4%. Mereka mempunyai indera yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, dan peraba. Telapak tangan mereka mempunyai empat jari-jari panjang ditambah satu ibu jari. Telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia.

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)