Ujian Dinas

Rabu, 28 September 2011

Pertanyaan
Saya adalah PNS dengan pangkat terakhir sekarang adalah  II/b dengan masa kerja 6 tahun 3 bulan. SK Pangkat II/b saya TMT 01 April 2009. Saya baru saja menyelesaikan pendidikan S-1 di Universitas terbuka, tepatnya ijazah S-1 saya TMT 08 Februari 2011. Saya ingin mengajukan usulan penyesuaian ijasah di BKD setempat. Tapi menurut salah seorang staf di BKD tsb mengatakan bahwa saya harus ikut ujian dinas. Setahu saya, khusus untuk sarjana lulusan dari Universitas Terbuka yang telah memiliki Surat Ijin Belajar tidak diharuskan ikut ujian dinas sebagai syarat pengusulan penyesuaian ijasah. Untuk ini saya mohon penjelasan dari rekan2 semua tentang kepastian, apakan Sarjana Lulusan dari Universitas Terbuka diharuskan ikut Ujian dinas penyesuian ijasah atau tidak perlu ikut. Thanks. (Warkopbis)

Jawaban
Anda bisa mengusulkan kenaikan pangkat penyesuaian ijazah jika telah memenuhi persyaratan. Hal ini diatur dalam PP Nomor 99 Tahun 2000 jo PP Nomor 12 Tahun 2002. Mengenai hal ini bisa dilihat di tulisan ini. Salah satu contohnya Anda harus lulus Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah (UKPPI). UKPPI ini berbeda dengan Ujian Dinas. Jadi meskipun telah memperoleh ijazah Sarjana, baik dari Universitas Terbuka maupun Universitas Tertutup (ehm…apa coba?!) dan telah mengantongi surat izin belajar tidak serta merta pangkat Anda otomatis naik menjadi Penata Muda (III/a). itu pun kalau ada UKPPI, kalau tidak ada ya harus menunggu sampai ada, atau sampai peraturannya dirubah.

Gara-gara Ayam

Selasa, 27 September 2011

akuinginhijau.org
Bu Jono tetangga sebelah kiri saya pernah bertengkar hebat dengan Mak Sriah, tetangga sebelah kanan saya. Gara-garanya adalah ayam. Mak Sriah memelihara beberapa ekor ayam. Pagi hingga sore ayam-ayam ini dilepas keluar rumah. Tak jarang ayam pun ”sowan” ke rumah-rumah tetangga dan meninggalkan ”oleh-oleh” berupa kotoran. Rumah kami di Madiun berada di dalam gang yang sempit. Antar rumah berdempetan. Perumahan memang amat padat. Dan sebagaimana lazimnya rumah di dalam gang, maka jarang sekali yang memiliki pagar. Maka sukseslah para ayam meninggalkan ”oleh-oleh”.

Untung rumah saya halamannya cuma berlantaikan semen dan sebagian masih berupa tanah, jadi jika mendapatkan ”oleh-oleh” tinggal disiram dengan air atau ditutup pasir. Kebetulan juga halaman rumah meskipun sempit dan bukan jalan umum sering menjadi lalu-lalang orang lewat, sehingga mau tak mau kotoran ayam itu pun sedikit demi sedikit hilang. Tidak demikian dengan rumah Bu Jono. Terasnya telah berlantai ubin. Dan anehnya, seringnya para ayam suka sekali meninggalkan kotoran di teras itu. Kebetulan pula antara Bu Jono dan Mak Sriyah dikenal tidak akur. Jadilah suatu hari tertayang perang bharata yudha di abad modern, terjadilah episode perang mulut di antara keduanya. Saya memandang dari balik jendela rumah saya yang berada di antara keduanya. Kuping kecil saya yang masih usia sekolah dasar mendengarkan kata-kata keras dari kedua wanita tetangga saya itu.

Gelas Pecah Berujung Sidang

Minggu, 25 September 2011

pilitik.kompasiana.com
Adalah Yusuf, foto dan namanya sering menghiasi berita di koran daerah kota saya. Ia seorang petinju yang berprestasi, beberapa kali memenangkan kejuaraan. Meski berasal dari Madiun namun ia mengangkat nama Kota Ngawi, tempat tinggalnya kini dan nama kota yang dibelanya dalam kejuaraan tinju. Saat menang ia disanjung, para pejabat setempat pun ikut terangkat pamornya, paling tidak dianggap telah memperhatikan kelangsungan olahraga daerah.

Tapi kali ini nama Yusuf masuk koran bukan karena menganvas lawan-lawannya di atas ring. Tak lain karena ia diajukan ke meja hijau gara-gara (yang menurut saya) masalah sepele, memecahkan gelas. Mungkin ada orang yang tak senang dengannya, hingga akhirnya kasus yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan damai malah berujung di tangan aparat penegak hukum.

Lanjar Dan Saipul Jamil

Jumat, 23 September 2011

Adalah Lanjar, orang biasa, bukan pejabat juga bukan kerabat pejabat, bukan pula penjahat apalagi tukang pijat (hehehe...). Suatu hari ia naik motor membonceng istrinya. Naas, di jalan saat menyalip kendaraan lain, motornya bertabrakan (kalau tak salah dengan sebuah mobil yang dikemudikan polisi). Ia selamat dengan beberapa luka, namun tidak demikian dengan istrinya. Istrinya tewas tertabrak oleh mobil di depannya itu.

Persoalan tidak selesai sampai di situ. Dianggap lalai yang menyebabkan meninggalnya orang lain (yakni istrinya sendiri), Lanjar pun menjadi tersangka dan menjadi tahanan di sel kepolisian. Padahal saat itu ia meninggalkan anaknya yang masih kecil. Kasihan anak itu, ibunya tewas, bapaknya dipenjara. Aparat penegak hukum tampaknya tak mau tahu, sidang pun jalan terus, tapi untunglah hingga akhirnya majelis hakim memutus bebas Lanjar.

Mungkin Hanya Oknum

Rabu, 21 September 2011

indonetwork.or.id
Men sana in corporin sano, demikian pepatah tua mengatakan. Artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Lepas dari perdebatan benar tidaknya pepatah itu di jaman sekarang (karena kini maling dan garong pun meski tubuhnya sehat ternyata jiwanya sedang sakit) agar badan menjadi sehat diperlukan makanan yang sehat. Empat sehat lima sempurna, istilahnya. Itu terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur mayur, dan buah-buahan, serta ditambah dengan susu agar sempurna.

Dalam dunia kewartawanan ternyata juga dibutuhkan makanan sehat agar para kuli tinta tidak ”sakit-sakitan”. Pak Karni Ilyas menuliskannya dalam kolom Resonansi di Harian Republika sekitar 15 tahun yang lalu. Wartawan harus memiliki otot, otak, duit, perasaan, dan iman, demikian ungkap wartawan senior kelahiran Madiun ini. Otot, karena kerja wartawan tidak mengenal waktu sehingga fisiknya harus terus prima. Otak, karena harus mengolah peristiwa menjadi berita yang menarik. Duit, karena biar tak gampang disuap. Perasaan, karena harus bisa mengambil empati pembaca. Iman, karena godaan amat besar untuk menyeleweng.

Lagi-lagi Pungli

Senin, 19 September 2011

Di Surabaya guru-guru memprotes adanya tarikan setelah mereka mendapatkan tunjangan. Protesnya pun diam-diam karena takutnya dimarahi oleh pejabat Dinas Pendidikan. Ditengarai tarikan ini adalah pungutan liar (pungli) karena tidak ada aturan jelas pelaksanaannya. Besarannya pun beragam, namanya juga bermacam. Ada yang menyebut uang lelah, tasyakuran (biaya syukuran), dana untuk keadilan (maksudnya diberikan kepada guru/pegawai yang belum mendapatkan), dan lain-lain. Setali tiga uang, di lingkungan Depag pungli sering kali menghias berita. Siapa lagi korbannya kalau bukan guru. Guru tak lagi orang yang (mestinya) digugu dan ditiru, tapi diperas uangnya. Kasihan.

Hampir saban pekan berita di koran menceritakan kasus pungli di lingkungan pemerintah. Kalau tak masyarakat umum, biasanya ya para guru-lah yang menjadi sasaran. Tak habis pikir (bagi saya) salah satu institusi selalu menjadi sorotan di berita media massa. Padahal institusi tersebut berlabelkan agama, tentu orang-orang dan pejabat-pejabatnya amat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Tapi mudah-mudahan itu hanyalah perbuatan oknum. Oknum, suatu kata yang gampang diucapkan untuk menutupi kelemahan institusi.

Laksana Laron

Sabtu, 17 September 2011

burunghantu.net
Ini masih cerita di bulan puasa lalu. Menjelang lebaran ternyata kantor saya semakin ramai dengan datangnya tamu dari luar. Dari bajunya kelihatan mereka bukan pegawai pemda. Beberapa teman mengatakan mereka adalah wartawan, sebagian menyebutnya sebagai aktivis LSM. Mungkin juga mereka hanya tamu biasa yang ingin bersilaturahmi dengan pimpinan.

Melihat ini saya langsung teringat dengan laron. Laron adalah binatang terbang yang keluar di malam hari. Seringnya bergerombol dan suka mendatangi cahaya. Laron adalah mereka. Cahaya adalah pejabat. Sedangkan malam hari adalah momentum atau kesempatan.

Bukan Kewenangan

Kamis, 15 September 2011

Berita pungli yang saya baca di koran Jawa Pos ternyata belum tersentuh institusi pengawasan di sebuah kota di Jawa Timur, tempat terjadinya perkara. Inspektorat setempat tidak mau bertindak karena berdalih terhalang oleh aturan. Dalihnya uang yang dicairkan berasal dari pusat sehingga jika ada penyimpangan seharusnya yang bergerak adalah insitusi pengawasan pusat, kecuali jika ada pelimpahan wewenang kepada inspektorat daerah. Jawaban yang sungguh sederhana, bahkan menyederhanakan kasus.

Saya tertegun. Saya kurang setuju argumen seperti itu. Ada beberapa alasan saya. Pertama, yang diperiksa oleh inspektorat seharusnya tidak memandang uang itu berasal dari mana, dari pusat maupun dari daerah, apalagi dari masyarakat. Seharusnya yang disorot adalah perbuatan, bukan perkara asalnya dana. Apakah suatu perbuatan melanggar aturan atau tidak, jika terbukti melanggar apa sanksi yang pantas diberikan, itu yang seharusnya dilakukan.

Dendam Sidak

Selasa, 13 September 2011

republika.co.id
Sidak hari pertama pasca cuti bersama lebaran kemarin membawa hasil temuan yang menakjubkan. Tercatat seratusan pegawai terlambat dan tidak masuk kerja tanpa keterangan. Yang mencengangkan instansi yang pegawainya paling banyak terjaring adalah sebuah bagian yang berada di lingkungan sekretariat daerah. Hal ini membuat Pak Sekda marah. Marahnya ada dua, yang pertama merasa tertampar mukanya karena jajaran di bawahnya ”mbalelo”, dan sebab kedua karena berita ini terlanjur menyebar melalui media massa maka dianggap aib.

Sebenarnya temuan ini (hasil sidak) laksana pisau bermata dua bagi instansi pemerintah, terlebih lagi unsur pengawasan. Pisau pertama menunjukkan adanya keberhasilan menangkap basah pelanggaran dalam jumlah yang mencengangkan. Namun pada pisau yang lain menunjukkan bahwa selama ini ternyata pelanggaran menjadi hal yang biasa, dengan jumlah yang sama mencengangkan.

Pensiun Terbagi Dua

Minggu, 11 September 2011

Pertanyaan
Assalamu'alaikum wr.wb. Saya ingin menanyakan perihal SK Pensiunan Janda. Sepuluh tahun yg lalu bapak saya meninggal dunia, beliau adalah pensiunan hakim gol. III/c, Dalam SK Pensiunan ternyata pensiun itu dibagi 2 dengan istri kedua dan anak dari istri pertama. Akan tetapi anak dari istri pertama tersebut hanya mendapat uang pensiun selama 4 bulan saja karena berusia 25 th padahal masih kuliah. Kemudian setelah sepuluh tahun berlalu ternyata uang pensiun tersebut masih tetap dibagi 2 (karena ketidaktahuan, yang 1 sdh masuk pada istri kedua, dan yg 1 nya lagi tidak tahu kemana, apakah hilang atau bagaimana??? kemudian yg saya tanyakan, apakah istri kedua ini bisa membuat SK Janda agar pensiun yg diterima itu utuh(atas persetujuan anak istri 1), tdk dibagi dua?? apakah ada istilah kadaluarsa dalam hal ini?? Kalau bisa membuat SK Janda bagaimana prosedurnya?? Mohon penjelasannya, karena kami benar2 membutuhkan penjelasan saudara..Terimakasih. Wassalamu'alaikum. (Ningsih14)

Jawaban
Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
Masing-masing istri mendapatkan bagian sama besar. Jika istrinya dua berarti masing-masing mendpt 1/2. Jika salah satu istri atau semua istri tersebut meninggal, maka bagian masing-masing pensiun untuk anak/anak-anaknya (asalkan belum berusia 25 tahun/belum menikah) yang diterimakan oleh anak pertama. Jika si anak sudah tidak memenuhi syarat (berusia lebih 25 tahun/menikah) maka bagiannya untuk anak berikutnya. Jika sudah tidak ada anak lagi maka pensiun diputus.

Kurang Timbangan

Jumat, 09 September 2011

Alkisah ada seseorang, sebut saja Bu Juju membeli beras. Ia membeli beras pada pedagang di pasar yang bernama Bu Cicik. Beras yang dibelinya seberat 5 kg. Setelah ditimbang berasnya dan mengangsurkan uang, beras pun diterima oleh Bu Juju. Pulanglah Bu Juju ke rumah. Ditaruhnya beras dan ia pun kembali beraktivitas seperti biasa karena kebetulan ia juga berjualan di rumahnya.

Tak berapa lama Bu Cicik yang kebetulan rumahnya berdekatan dengannya mampir. Rupanya ia hendak membeli terigu sebagai bahan membuat roti. Kebetulan Bu Juju berjualan terigu. Maka transaksi pun terjadi, terigu yang dibeli Bu Cicik seberat 5 kg.

Karena Kita Butuh

Rabu, 07 September 2011

Kawan, pasti kita merasa begitu cepatnya waktu berlalu. Sepertinya baru kemarin kita berlarian di lapangan memainkan layangan. Sepertinya baru kemarin kita mandi di kali yang jernih itu beramai-ramai. Tapi hari ini kita hanya bisa membayangkan semua peristiwa itu. Hari ini, bahkan kita menyaksikan semua kejadian itu dialami oleh anak kita.

Ya, begitulah hidup. Teramat singkat. Selanjutnya kita akan menyaksikan kawan-kawan kita seangkatan satu persatu menemui Sang Khalik. Dan kita tinggal menunggu giliran dijemput Izrail. Lalu pernahkah kita merenung apa yang sudah kita kerjakan? Apa yang sudah kita siapkan untuk menghadap-Nya? Jangan-jangan sejauh umur kita, hanya hal sia-sia yang kita kerjakan. Atau bahkan lebih parah, yaitu keburukan.

Sidak, Inspeksi (Tidak) Mendadak

Senin, 05 September 2011

Setelah libur panjang seperti kali ini jamaknya instansi pemerintah melakukan sidak terhadap para pegawainya. Sesuai rencana dan kebiasaan maka hari ini pemda tempat saya bekerja melakukan hal yang sama. Tapi yang saya rasakan adalah, mohon maaf, formalitas, kurang gimana gitu, kurang ada greget. Padahal agenda ini bisa dikatakan rutin. Justru karena rutinitas itulah yang membuatnya terkesan formalitas, sekedar seremoni, menyentuh kulit belum merasakan isi. Saya rasakan energi yang tersita jauh lebih besar daripada dampak positifnya. Capek, tentu saja. Tapi bagaimana lagi, bawahan seperti saya ini hanya bisa pasrah. Untung bisa menulis. Saya juga tersenyum dalam hati tatkala ada komentar yang menyatakan bahwa pegawai yang mbalelo di hari sidak akan terkena sanksi tegas. Batin saya, prakteknya jauh panggang dari api, Mbah, Pak, Bu.

Sebenarnya saya bukannya tidak setuju dengan sidak. Namun kalau sidak yang selama ini berlangsung tampaknya perlu ada catatan. Pertama, sidak sudah keluar dari substansinya. Namanya saja sidak artinya inspeksi mendadak, berarti kegiatannya bersifat rahasia. Tapi selama ini sidak diberitahukan bahkan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan, orang sudah mengetahui, pasti hari pertama masuk kerja. Dan sayangnya di luar hari itu tidak ada lagi sidak.

Telah Berpulang…

Sabtu, 03 September 2011

Turut berduka cita yang sedalam-dalamnyanya atas wafatnya Ibu Sofie Munawar, siang tadi. Sungguh saya tak menyangka ajal datang begitu cepat menjemput beliau. Bagaimana tidak. Lama saya tak bersua dengan beliau, meskipun dulunya kami bertetangga dan sama-sama aktifis Nasyiatul Aisyah.

Pagi itu saat salat Ied, terpaksa saya menggendong si bungsu. Tiba-tiba beliau menghampiri, berusaha merayu si kecil agar mau diajak dan tidak mengganggu saya yang sedang salat. Sayang si kecil tak mau. Usai salat, kami bersalaman plus cipika cipiki. Baju dan jilbab beliau putih semua. Masih lekat di ingatan saya, wajahnya yang ceria dan bersih. Usai acara salat Ied, ada tradisi saling berkunjung di kampung kami. Kembali kami bertemu, tetap dengan baju dan jilbab putihnya. Ketiga anak saya, diberinya masing-masing dua lembar uang kertas cetakan terbaru.

HaRi NaN SuCi

Jumat, 02 September 2011

Hari itu kini datang lagi. Berjuta keberkahan dan kebaikan pun menyertainya, sebagaimana lazimnya setiap kali ia datang. Tak ada yang berkurang sedikit pun, kecuali kita dan usia kita yang pasti terus berkurang, yang mengisyaratkan bahwa jatah pertemuan kita dengan hari kemenangan itu semakin berkurang pula.
 
Selamat Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin...
Taqobbalallahu minna wa minkum taqobbal yaa karim...


 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)