Main Api Redistribusi Guru

Kamis, 28 Juni 2012

Para guru sedang galau bin geger alias gempar. Gara-garanya ada kebijakan pemindahan tempat tugas. Guru yang selama ini tenang-tenang saja menikmati kenyamanan menjadi terusik. Berdasarkan perhitungan orang-orang pintar (bukan paranormal lho) ada ketimpangan distribusi guru. SMA dan SMP kelebihan guru, sebaliknya SD kekurangan. Selain itu ada daerah-daerah tertentu, terutama yang berada jauh di luar kota kekurangan pula.

Regulasi dari pusat pun mewajibkan adanya redistribusi. Tak tanggung-tanggung peraturan bersama ditandatangani oleh lima menteri untuk menata dan memeratakan guru. Sanksi mengancam bagi instansi yang membangkang. Mendiknas mengancam menghentikan bantuan finansial pendidikan. Menpan dan RB mengancam menunda pemberian formasi guru PNS. Menkeu mengancam menunda penyaluran dana perimbangan. Mendagri mengancam memberikan penilaian kinerja kurang baik. Dengan ancaman seperti ini, mana ada daerah yang melawan.

Sebenarnya jauh sebelumnya pemerintah telah membuat standar jumlah guru dalam sekolah. Sesuai dengan Keputusan Menpan Tahun 2004 misalnya, dalam lingkungan SD kebutuhan tenaga pendidikan terdiri dari kepala sekolah, guru kelas, guru pendidikan jasmani (penjas), dan guru agama. Setiap guru kelas mengajar satu kelas/rombongan belajar (rombel). Sehingga rata-rata setiap SD memiliki 9 tenaga pendidikan, yakni 6 guru kelas dan masing-masing 1 KS, guru penjas, dan guru agama.

Kebutuhan tenaga pendidikan untuk SLTP terdiri dari kepala sekolah, guru mata pelajaran (mapel), dan guru pembimbing (BP). Komponen menghitung kebutuhan guru mapel adalah jumlah jam pelajaran yang wajib dilaksanakan oleh seorang guru per minggu (ditetapkan minimal 24 jam) dan alokasi waktu belajar efektif per mata pelajaran per minggu pelajaran per minggu. Alokasi waktu belajar itu setiap mapel ada yang sama dan ada yang beda. Misalnya pendidikan agama 2, bahasa Indonesia 6, bahasa Inggris 4, dan sebagainya. Sedangkan guru BP ditetapkan 1 guru membimbing 150 siswa.

Media Pendidikan Politik Rakyat

Senin, 25 Juni 2012

Seorang Ramadhan Pohan pernah mencatat rekor di MURI sebagai anggota dewan yang pertama kali mengelola website sebagai ruang komunikasi dan informasi dengan konstituen. Wakil rakyat dari Partai Demokrat ini dulu memang berprofesi sebagai wartawan, jadi urusan jurnalistik sudah tidak begitu asing lagi. Pak AM Fatwa, saat menjadi anggota DPR dari PAN juga pernah menorehkan prestasi, yakni penulis buku terbanyak selama berkiprah di Senayan.

Anggota dewan seperti Pak Ramadan dan Pak Fatwa pasti juga punya kebiasaan banyak bicara. Ini sebagai konsekuensi menjadi wakil rakyat. Wakil rakyat kan penyambung lidah rakyat, apa jadinya jika diam membisu. Maka, seharusnya wakil rakyat juga menuangkan apa yang mereka suarakan dalam bentuk tulisan. Mereka harus menulis. Dengan tulisan ide-ide yang dikeluarkan akan lebih abadi. Jangkauannya pun meluas. Paling tidak bila dibandingkan dengan berbicara yang seketika gaungnya hilang. Kecuali bila direkam.

Orang dikenang karena tulisannya. Orang dikecam juga karena tulisannya. Banyak manfaat dari menulis. Selain menyalurkan hobi, menjadikan sebagai profesi, juga sebagai saluran komunikasi. Tapi jarang sekali orang mau menulis. Kalaupun ada yang mau, tak jarang mereka merasa tak mampu.

Berapa banyak anggota dewan yang telah menerbitkan buku. Atau berapa banyak anggota dewan yang rutin menulis. Berapa yang di pusat. Berapa yang di daerah. Berapa yang di Ngawi. Saya mau menyoroti Ngawi saja, karena dulu terlanjur memberikan suara di kota ini.

Kalau berbicara, mungkin saja anggota dewan sangat pintar. Merekalah ahli bersilat lidah. Inheren dengan tugasnya. Tapi saya membayangkan betapa indahnya jika mereka secara rutin mengisi kolom di media massa. Selain untuk mengetahui ide dan gagasan mereka, sekaligus agar isi media lokal tak melulu berisi berita kriminal dan advetorial. Tapi sayangnya hal ini tampaknya masih belum menjadi perhatian utama anggota dewan.

Belajar Ala DI

Jumat, 22 Juni 2012

Pernah suatu ketika seorang pejabat tinggi negara marah di tempat umum. Sebut saja beliau DI. Gara-garanya pada pagi hari Pak DI terjebak kemacetan di depan gerbang tol. Padahal hari itu beliau harus menghadiri rapat yang amat penting. Selidik punya selidik ternyata penyebabnya adalah tidak semua pintu tol terbuka. Padahal keberadaan pintu tol dibuat untuk melancarkan arus lalu lintas. Dengan semakin banyaknya pintu tol semakin banyak pula kendaraan yang masuk ke jalan tol, dengan demikian kemacetan akibatnya antrenya kendaraan yang akan masuk jalan tol terkurangi. Saking marahnya dihampirilah salah satu loket tol yang kosong melompong karena petugas belum datang. Kursi yang yang ada di situ dibuang keluar. Selanjutnya bak polisi lalu lintas Pak DI memerintahkan mobil-mobil yang antre segera melalui gerbang tol. Gratis, tak usah membayar. Arus lalu lintas pun lancar.

Tak berselang lama pejabat tinggi yang lain juga melakukan kemarahan. Inisialnya juga sama, DI. Ceritanya pada malam hari, dengan sepasukan polisi dan petugas Badan Narkoba Nasional (BNN) beliau merazia sebuah Lembaga Pemasyarakatan (LP). Karena pintu gerbang LP lama tak dibuka, marahlah orang-orang ini. Seketika, saat gerbang mulai terbuka terjadilah pemukulan terhadap sipir. Selanjutnya, sesuai tujuan razia, ditemukan narkoba di dalam LP. Beberapa tahanan dan sipir penjara diciduk, dibawa pergi.

Dari dua peristiwa di atas, yakni marahnya dua DI, jadilah berita sensasional di media massa. Namun perlakuannya tidak sama. DI yang pertama mendapat simpati. Sedangkan DI yang kedua banyak mendapat kecaman. DI yang pertama marah sampai membanting pintu loket tol. DI yang kedua marah hingga memukul sipir penjara, meski membantah memukul. Walau DI pertama bertindak ”anarkis”, ribuan pujian datang menghampiri. Sedangkan DI yang kedua, kesuksesan membongkar jaringan pengedar narkoba di LP berbuah kecaman banyak kalangan, bahkan sebagai bentuk solidaritas para pegawai LP di berbagai tempat mengancam aksi boikot.

Siapakah kedua DI itu? DI yang pertama adalah Pak Dahlan Iskan, Menteri BUMN. Sedangkan DI yang kedua adalah Pak Denni Indrayana, Wakil Menteri Hukum dan HAM. Kemarahan keduanya ternyata tidak berbuah sama. Yang satu manis, yang satu pahit. Apa jadinya ya jika keduanya bertukar posisi. Akankah keduanya menghasilkan buah yang sama dengan sebelumnya. Misalnya Pak Dahlan Iskan yang merazia LP tengah malam, lalu Pak Deni Indrayana membanting kursi loket tol. Saya rasa buah itu tidak mengikuti peristiwanya, namun pelakunya. Artinya, bagaimanapun Pah Dahlan akan tetap berbuah manis, sedangkan Pak Denni sebaliknya, pahit. Di samping itu juga tidak lucu, masak Menteri BUMN ikut-ikutan merazia LP, sedangkan pejabat tinggi hukum membanting kursi. Saran saya, mestinya Pak Denni waktu merazia LP itu mengajak Pak Dahlan, haqqul yaqqin akan berbuah manis :>

Uang Negara Dirampok

Selasa, 19 Juni 2012

Kompas tanggal 14 Mei 2012 memberitakan Badan Pemeriksa Keuangan menilai ada pemborosan anggaran pemerintah pusat dan daerah dari sisi perjalanan dinas pegawai. Pemborosan terjadi di semua kementerian dan lembaga pemerintah. Persentase diperkirakan mencapai 40 persen dari total anggaran perjalanan dinas setahun sekitar Rp 18 triliun. Penyebabnya, antara lain adalah perjalanan dinas masih disalahgunakan sebagai kegiatan dan sarana pengumpulan dana taktis pegawai, misalnya untuk makan dan tambahan penghasilan pegawai.

Modus pemborosan anggaran dengan indikasi manipulasi untuk pengumpulan dana taktis itu dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara fiktif, nonfiktif, dan penggelembungan biaya (mark up). Pertama, modus pemborosan dengan cara fiktif dilakukan dengan cara memalsukan tiket pesawat dan kartu naik pesawat (boarding pass). Tiket dan kartu naik pesawat palsu diperoleh dari biro atau agen perjalanan. Kedua, modusnya nonfiktif. Perjalanan dinasnya tetap ada, tetapi pertanggungjawabannya tidak sesuai. Modus ketiga dilakukan dengan cara menyusun anggaran perjalanan dinas yang nilainya diperbesar.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan di Jakarta, menegaskan, korupsi dana perjalanan dinas oleh pegawai negeri sipil (PNS) secara perseorangan bisa jadi tidak terlalu besar jumlahnya. Namun, karena dilakukan secara masif di lingkungan birokrasi, penyimpangan ini menyebabkan anggaran APBN untuk biaya perjalanan PNS melonjak.

Menurut Yuna, sistem belanja perjalanan dinas memang menjadi ajang ”bancakan” birokrasi. Tren anggaran perjalanan dinas sejak  2009 terus naik. Pada APBN 2009 dianggarkan Rp 2,9 triliun. Pada APBN-P 2009 menjadi Rp 12,7 triliun, tetapi realisasinya membengkak menjadi Rp 15,2 triliun. Pada APBN 2010 pemerintah menetapkan anggaran perjalanan dinas PNS Rp 16,2 triliun. Namun, pada APBN-P 2010 naik menjadi Rp 19,5 triliun dan realisasinya Rp 18 triliun. Pada APBN 2011 dianggarkan Rp 24,5 triliun dan APBN-P 2011 sebesar Rp 23,9 triliun.

Selamat Berjuang Kanda

Sabtu, 16 Juni 2012

Ini tulisan istri dalam catatan facebook-nya.Tak sengaja sih, soalnya saya jarang sekali membuka facebook.
 
kualalan.blogspot.com
Pagi itu saya menyempatkan diri ke kantor suami untuk menghadiri arisan Darma Wanita. Sempat terkejut saat seorang teman memberi ucapan selamat karena suami dapat beasiswa untuk kuliah lagi di almamaternya.

Sungguh dalam hati saya bertaruh, akankah suami berkenan dengan beasiswa itu. Karena dua tahun lalu dia sempat menolak, saat ada kesempatan serupa.

Saya plong ketika suami menyatakan kesediaannya menerima beasiswa itu. Alhamdulillah....

 
Kanda...

Kalau aku rela melepasmu, bukan berarti aku tak mencintaimu

Tapi, begitulah aku memaknai cinta

Aku ingin yang terbaik bagimu selalu

Meski itu berarti aku harus terbang dengan satu sayap

Maknailah itu sebagai bagian pengorbanan

Siapa yang Tidak Toleran?

Rabu, 13 Juni 2012

Victor Silaen, Dosen FISIP Universitas Pelita Harapan, dalam opininya di Sinar Harapan 29 Mei 2012 mengemukakan keheranannya atas klaim Menteri Agama bahwa Indonesia adalah negara yang paling toleran. Menurutnya, merujuk data dari beberapa lembaga dan LSM, toleransi di negara ini masih jauh panggang dari api. Beberapa data dalam tulisan yang berjudul “Negara Paling Toleran di Dunia?” itu menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2010, setidaknya terjadi 81 kasus intoleransi. Selama 2011, insiden kekerasan terhadap umat Kristen di Indonesia hampir berlipat ganda.

Menurut Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), tahun 2011 terjadi 54 insiden kekerasan terhadap umat Kristen di Indonesia. Umumnya pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia terus naik, dari 198 di tahun 2010 menjadi 276 di tahun 2011.  Menurut Compass Direct, Jakarta bahkan mengumbar intoleransi antarumat beragama dengan mengumumkan 36 aturan untuk melarang ritual agama yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara itu, Setara Institute menarik kesimpulan, baik pemerintah maupun kelompok tertentu bertanggung jawab atas berbagai insiden kekerasan terhadap umat beragama di luar Islam.

Penelitian The Wahid Institute juga menunjukkan, sepanjang 2011 terjadi 92 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Jumlah itu berarti meningkat 18 persen jika dibandingkan dengan peristiwa serupa pada tahun sebelumnya, 62 kasus. Tindakan intoleran beragama dan berkeyakinan juga meningkat menjadi 184 kasus atau meningkat 16 persen ketimbang tahun 2010, 134 kasus. Tindakan intoleran yang paling banyak dilakukan adalah intimidasi dan ancaman kekerasan atas nama agama.

Apa yang menarik dari tulisan di atas serta data-data intoleransi yang disertakan di dalamnya? Asumsi apa yang lahir di benak dengan membaca sebuah opini itu? Sepertinya pelaku utama adalah umat Islam dan korbannya adalah umat Nasrani. Oleh karena itu perlu ada upaya kritis terhadap tulisan tersebut.

The Next Gus Dur

Minggu, 10 Juni 2012

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie akan digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan dilayangkan oleh pengacara publik David Tobing terkait dengan pernyataan Marzuki yang menyebut banyak koruptor lulusan Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. “Dalam gugatan saya meminta Marzuki mencabut pernyataan, meminta maaf, dan ganti rugi materi sebesar seribu rupiah,” kata David saat dihubungi pada Senin 8 Mei 2012 siang (sumber: www.tempo.co).

Bukan kali ini saja Marzuki mengucapkan pernyataan kontroversial. Berikut ini beberapa pernyataannya yang dikutip dari www.tempo.co. Pada 27 Oktober 2010, setelah nelayan di Mentawai, Sumatera Barat terkena tsunami ia berujar, “Ada pepatah, kalau takut ombak, jangan tinggal di pantai”. Tanggal 17 Februari 2011, anggota DPR melakukan kunjungan kerja ke luar negeri membawa serta istrinya. Marzuki menanggapi, “Laki-laki sifatnya macam-macam. Ya, perlu diurus untuk minum obat, (atau) pingin hubungan dengan istrinya rutin. Itu terserah. Sepanjang tidak menggunakan uang Negara”.

Pada 26 Februari 2011, Marzuki mengomentari sejumlah kasus yang menimpa tenaga kerja wanita di luar negeri. “PRT TKW itu membuat citra buruk, sebaiknya tidak kita kirim karena memalukan”.  Selanjutnya 9 Mei 2011, Marzuki menanggapi rencana pembangunan gedung baru di kompleks MPR/DPR yang menuai kritik. “DPR ini bukan ngurusin gedung, tapi rakyat. Kalau saudara-saudara tanya soal gedung terus, DPR tak ada lagi, ngurusin gedung saja”.

13 April 2011, saat hama ulat bulu menyerang Pulau Jawa. “Saya dengar, (serangan hama) ulat bulu sampai ke Jakarta. Itu peringatan Tuhan”, katanya. Kemudian 29 Juli 2011, kasus korupsi di Indonesia terus terungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terungkap pula kasus politikus Partai Demokrat M. Nazaruddin. ”Jadi, kita maafkan semuanya. Capek kita ngurusin masa lalu terus. Kalau tudingan Nazaruddin terbukti, sebaiknya KPK bedol desa atau lembaganya dibubarkan saja”.

Repetisi Opini di Media

Kamis, 07 Juni 2012

Setidaknya dalam satu bulan terakhir dua orang bule menghebohkan negeri Indonesia. Setiap hari pemberitaan di media massa, baik cetak maupun elektronik tak henti-hentinya memuat. Opini yang terpampang di media yang ditulis oleh orang-orang pun beragam, baik yang pro maupun yang kontra. Latar belakang penulis pun beragam. Ada yang berasal dari akademisi, agamawan, seniman, budayawan, pegiat LSM, mahasiswa, anggota dewan, ahli hukum. Di jejaring media sosial kegaduhan tak ketinggalan menyeruak, bahkan lebih luas lagi. Diskusi dan bantah-membantah tak hanya milik orang-orang yang telah punya nama.

Dua orang bule yang kebetulan keduanya sama-sama perempuan itu adalah Lady Gaga dan Schapelle Corby. Yang satu terkenal sebagai artis, satunya lagi terkenal karena kasus narkoba. Lady Gaga berasal dari Amerika Serikat, sedangkan Corby adalah orang Australia.

Menurut situs Wikipedia, Lady Gaga bernama asli Stefani Joanne Angelina Germanotta, lahir di Amerika Serikat pada tanggal 28 Maret 1986. Ia seorang penyanyi pop. Gaga menjadi terkenal setelah merilis album debutnya The Fame (2008), yang sukses baik secara kritik maupun komersial dan meraih popularitas internasional. Kontribusinya terhadap industri musik telah mengumpulkan banyak prestasi.

Rencana konsernya di Indonesia pada tahun ini menjadi pro kontra. Sebagian kalangan menolak kedatangannya dengan berbagai alasan antara lain penampilan dalam setiap konsernya selalu menampakkan aurat dan meliukkan tarian erotis. Hal ini dianggap tidak cocok dengan budaya Indonesia dan ajaran agama Islam yang dianut mayoritas masyarakat. Alasan-alasan yang lain adalah bahwa ia dituduh sebagai pemuja setan, penyebar gaya hidup lesbian, penyeru seks bebas, penghina agama, perusak moral dan pemikiran kaum muda.

Prestasi Dewan

Senin, 04 Juni 2012

Langit hitam menggelayuti senayan. Berita miring tentang anggota dewan seakan-akan tak pernah usai. Yang ini tertangkap polisi, yang itu tertangkap KPK. Yang ini baru saja divonis, yang itu baru saja ditahan. Macam-macam kasusnya. Ada yang asusila, KDRT, pornografi, penipuan, penyuapan, korupsi, mafia anggaran. Tak kalah dengan ”abangnya” yang di pusat, mereka yang duduk sebagai wakil rakyat di daerah juga tak jauh berbeda. Rekannya di daerah anu baru saja divonis karena korupsi, eh minggu berikutnya yang di daerah anunya lagi ditangkap KPK.

Beruntung wakil rakyat di daerah saya belum ada yang tersangkut kasus korupsi. Belum pernah KPK mempelototi. Paling tidak yang periode ini, 2009-2014. Tidakkah mereka benar-benar bersih? Atau memang pintar menyembunyikan perbuatan busuk dari incaran aparat hukum? Atau malah terjadi persekongkolan di antara keduanya? Saya berharap mereka memang benar-benar bersih (dan peduli). Jangan ada dusta di antara kita lho ya.

Mencermati pemberitaan di media maka stigma anggota dewan yang ada di benak saya adalah suka marah. Ya, suka marah-marah. Terutama marah-marah sama pejabat pemerintah atau rekanan pemerintah. Wajar memang, bukankah anggota dewan dibayar mahal untuk marah. Inilah fungsi pengawasan. Biar eksekutif tidak keluar rel.

Selain itu ada stigma lain, yakni suka mengumbar janji. Coba Anda buktikan pada saat mereka sedang berkunjung ke daerah. Anda minta sesuatu, maka mereka akan berjanji memperjuangkannya. Atau saat Anda wadul ke kantor dewan tentang permasalahan hidup. Setali tiga uang, pasti ada janji-janji yang terucap. Obral janji ini akan semakin meningkat intesitasnya menjelang pemilu. Ya, karena mereka memiliki kepentingan yang amat besar, pamrih untuk dipilih kembali. Lihat saja jargon-jargon saat kampanye, baliho di sekitar trotoar, spanduk yang melintang di atas jalan, stiker dan kalender yang dibagikan. Intinya, jika Anda memilihnya maka akan mendapatkan sesuatu dan banyak atu darinya.

12 Plus 1 Jurus Nggedabrus (Seri Komplet)

Jumat, 01 Juni 2012

cakwid.net
Paling tidak ada tiga masalah besar yang menggelayuti birokrasi di Pemkab Ngawi, yakni kurangnya koordinasi antar satuan kerja, lemahnya pemberdayaan sumber daya manusia, dan terbatasnya anggaran. Saya tidak mengada-ada karena yang menyampaikan adalah Bapak Bupati sendiri. Hal ini pun diulang dan dipertegas oleh Bapak Sekda dalam apel pembinaan staf. Jadi ini bukan lagi rahasia. Setiap orang mengetahuinya.

Setiap satker akhirnya diperintahkan membuat program unggulan. Disuruh bermimpi. Tak terkecuali BKD, institusi yang bertugas mengelola kepegawaian di kabupaten. Yang saya tangkap program unggulan BKD adalah peningkatan pelayanan kepegawaian, optimalisasi disiplin PNS, dan pengembangan SDM. Sebenarnya paparan dari BKD itu merupakan kebutuhan dasar pelayanan, maksudnya ya memang seperti itu harusnya sebuah kantor, misalnya pelayanan tepat waktu, kemudahan akses, kesempatan pengembangan diri. Bukankah ini hal yang wajar bagi setiap institusi.

Kalau boleh saya juga ingin bermimpi. Bermimpi tentang program unggulan dalam hal pelayanan kepegawaian. Saya rasa untuk bermimpi tak harus menjadi bupati atau pejabat struktural terlebih dahulu. Staf biasa juga boleh kok bermimpi. Sebagai catatan, sebagian di antaranya masing-masing telah saya buat pada bagian-bagian yang terpisah pada masa lalu. Jadi di sini tak perlu panjang lebar saya ulang. Bisa kok diklik tautannya. Mumpung belum dilarang, inilah impian saya. 12 Plus 1 Jurus Nggedabrus. Jreng jreng jreng ...

Pertama, spesialisasi jabatan. Banyak orang yang menilai bahwa jumlah PNS sudah sangat banyak. Padahal di sisi lain banyak juga PNS yang kerjanya tak keras-keras amat. Dominan pada kegiatan administasi. Nah, agar lebih efektif jenis jabatan fungsional tertentu harus diperbanyak. Bukan berarti memperbanyak jumlah pegawai, lho. Pegawainya tetap tapi diberikan spesialisasi jabatan. Selain lebih konsentrasi pada tugas dan pekerjaan, PNS tak melulu berebut jabatan struktural yang kadang-kadang beraroma fulus.

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)