Catatan PP 53/2010 (Bagian Kedua)

Sabtu, 13 November 2010

Setelah membuat tulisan ”Catatan PP 53/2010” ternyata saya masih menemukan beberapa hal di dalam materi peraturan tersebut yang perlu untuk dikritisi. Paling tidak ada 3 catatan sebagai tambahan 10 catatan yang pernah saya tulis sebelumnya. Saya juga perlu sharing dengan teman-teman yang barangkali memiliki pengetahuan, dasar hukum, dan logika yang tepat untuk menjelaskan berbagai catatan saya tersebut. Hal ini sangat penting karena kami yang ada di instansi pengelola kepegawaian sudah harus melaksanakan ketentuan peraturan ini sedangkan petunjuk teknis yang menjadi kewajiban BKN belum dibuat.

Sekali lagi saya mohon maaf karena hanya mengkaji dari sudut daerah (kabupaten/kota), sedangkan untuk provinsi/pusat sengaja tidak saya bahas. Berikut 3 tambahan catatan saya: 
  1. Tidak ada pejabat yang berwenang menghukum kepada PNS fungsional umum golongan IV/a sampai IV/c di kabupaten/kota dalam hal hukuman disiplin tingkat ringan. Ia hanya dapat dikenakan hukuman disiplin tingkat sedang dan berat oleh pejabat pembina kepegawaian kabupaten/kota (Pasal 20 ayat (1) huruf a angka 5). Apakah ini kesengajaan atau justru kealpaan dari pembuat peraturan. Kalau memang seperti ini berarti PNS fungsional umum golongan IV/a sampai IV/c yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 15 hari tidak dikenai hukuman. Ini berbeda dengan PNS fungsional umum lain yang membolos selama 15 hari (baik terus-menerus maupun berselang-seling) dikenai hukuman pernyataan tidak puas secara tertulis.
  2. PNS yang membolos selama 41-45 hari dikenai hukuman pembebasan dari jabatan jika ia menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu. Pertanyaannya adalah kalau PNS tersebut tidak mempunyai jabatan, hukuman apa yang pantas diberikan. Atau malah tidak diberi hukuman sama sekali karena ia memang tidak mempunyai jabatan. Ini yang perlu diperjelas.
  3. Hampir sama dengan angka 2 di atas. PNS yang membolos selama 36-40 hari dikenakan hukuman pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu. Contohnya semula ia menduduki jabatan eselon III (misalnya Kepala Bidang di suatu dinas). Ia dihukum sehingga jabatannya diturunkan menjadi eselon IV (misalnya Kepala Seksi). Pertanyaannya adalah jika posisi/jabatan eselon IV  tidak ada yang lowong terus bagaimana nasib dia. Sampai kapan ia harus menunggu lowongnya jabatan. Ini yang juga perlu diperjelas.

Berbagai pertanyaan dan permasalahan muncul dalam menyikapi terbitnya peraturan ini. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah kaitan PP ini dengan PP yang lain yang juga sama-sama mengatur tentang kepegawaian yang seolah-olah ada ketidaksinkronan. PP tersebut antara lain PP Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS, PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perkawinan Bagi PNS jo PP Nomor 45 Tahun 1990, PP Nomor 9 Tahun 2003 tentang Kewenangan Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS, PP Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)