Gelas Pecah Berujung Sidang

Minggu, 25 September 2011

pilitik.kompasiana.com
Adalah Yusuf, foto dan namanya sering menghiasi berita di koran daerah kota saya. Ia seorang petinju yang berprestasi, beberapa kali memenangkan kejuaraan. Meski berasal dari Madiun namun ia mengangkat nama Kota Ngawi, tempat tinggalnya kini dan nama kota yang dibelanya dalam kejuaraan tinju. Saat menang ia disanjung, para pejabat setempat pun ikut terangkat pamornya, paling tidak dianggap telah memperhatikan kelangsungan olahraga daerah.

Tapi kali ini nama Yusuf masuk koran bukan karena menganvas lawan-lawannya di atas ring. Tak lain karena ia diajukan ke meja hijau gara-gara (yang menurut saya) masalah sepele, memecahkan gelas. Mungkin ada orang yang tak senang dengannya, hingga akhirnya kasus yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan damai malah berujung di tangan aparat penegak hukum.

Asal muasalnya suatu hari ia bertengkar dengan seseorang terkait dengan masalah pekerjaan. Karena emosi Yusuf membanting sebuah gelas milik penjual minuman yang ada di alun-alun. Untung saja pertengkaran itu tidak berubah menjadi perkelahian. Sedangkan masalah gelas yang terlanjur pecah, Yusuf telah meminta maaf kepada pemiliknya dan menggantinya dengan sejumlah uang.

Selesaiakah persoalan? Tidak, justru inilah awal. Ada yang melaporkan Yusuf  ke polisi, (konon kabarnya lawan bertengkarnya), dengan tuduhan melakukan perusakan yakni sebuah gelas. Padahal antara Yusuf dan pemilik gelas sudah tercapai mufakat tidak ada apa-apa, bahkan gelas pun sudah diganti dengan uang yang mungkin nominalnya lebih besar daripada harga gelas tersebut.

Singkat cerita Yusuf disidang. Ia tak habis pikir perkara sepele seperti ini harus berlanjut. Dalam pemeriksaan dan persidangan pun sang pemilik telah menyatakan keikhlasannya, bahkan konon telah membuat surat pernyataan memaafkan Yusuf. Namun polisi, jaksa, dan hakim bergeming.

Yusuf menduga di balik kasusnya ada pejabat penting di kota ini. Saya belum tahu siapakah yang disebut pejabat teras itu, bukan saya yang menduga. Jelas di media wartawan menuliskannya seperti itu. Anda pun boleh menduga pejabat penting itu seperti apa. Pejabat penting di kota ini bermacam-macam, bisa jadi komandan kepolisisan, komandan tentara, kepala kejaksaan, ketua pengadilan, anggota dewan, bupati, kepala kantor, ketua partai, ketua koperasi, lurah, carik, jagabaya, dan lain-lain.

Sayang, tak banyak orang yang merespon kasusnya. Ceritanya hanya menjadi bahan bacaan koran. Sungguh aneh orang-orang yang mengaku kritis dan berjuang di lembaga swadaya masyarakat tidak terdengar suaranya ketika ada rakyat kecil teraniaya. Mungkin takut dengan pejabat teras itu ya? Atau mungkin kasusnya tidak mendatangkan fulus bejibun? Entahlah.

Sebenarnya kasus ini mirip dengan kasus pencurian kakao oleh Mbah Minah, curhatnya Prita Mulya Sari di dunia maya, dan kasus-kasus lain yang sebenarnya ”kecil” namun terlanjur menasional.

Benar kata sang petinju, ia disanjung tatkala mengharumkan nama daerah, namun di saat teraniaya dirinya tercampakkan. Untunglah vonis yang diterimanya hanya hukuman percobaan beberapa bulan. Ia tak harus menjalaninya di balik jeruji besi. Meski demikian ia masih kecewa karena bagaimanapun nama baiknya ikut tercemar. Tentunya ini berimbas pada karir tinjunya, pekerjaannya, keluarganya, relasinya, dan sebagainya.

Kasus ini bisa saja menimpa setiap orang, maka waspadalah. Secuil apa pun kekhilafan yang sebenarnya perkara sepele, bisa berujung pada masalah hukum, padahal kita tidak berniat jahat. Apalagi jika kita rakyat kecil. Banyak serigala buas menanti memangsa di luar sana.

2 komentar:

Tanto mengatakan...

aku juga kadang bingung mas. kenapa hukum kayak gitu. Apa perlu diubah lagi ya undang-undang hukum di negara kita ini?

wurianto saksomo mengatakan...

iya mas tanto, laksana pisau, tajam di ujung tumpul di pangkal

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)