Pencemaran Nama Baik

Sabtu, 12 Maret 2011

Sejumlah LSM di Magetan berang. Mereka tersinggung dengan ucapan seorang pengusaha dalam sebuah acara setempat. Cerita selanjutnya kalangan LSM melaporkannya ke kepolisian dengan tuduhan menyebarkan fitnah dan pencemaran nama baik. Saya kutip dari Radar Madiun ucapan yang membuat sebagian kalangan itu marah. Berikut : ”Setiap saya mendapat pekerjaan konstruksi di Magetan, selalu mendapat gangguan atau direcoki LSM. Sehingga setiap mengerjakan, saya merasa tidak aman”.

Ada yang aneh? Bisa ya, bisa tidak. Ada yang tidak wajar? Mungkin ya, barangkali juga tidak, menurut saya. Apa yang aneh dengan ucapan di atas? Biasa saja. Menurut saya itu hanyalah sekedar curhat belaka. Apalagi jika memang yang dirasakannya adalah fakta. Terus yang aneh apanya? Yang aneh ya LSM, masih menurut saya. Tepatnya 8 LSM yang melapor ke polisi. Tidak usahlah saya sebut satu persatu kedelapan LSM itu, bisa-bisa saya juga dilaporkan ikut mencemarkan nama baik mereka. Coba Anda baca lagi perkataan orang di atas. Di situ hanya disebutkan LSM, tidak menjurus ke LSM A, LSM B, dan seterusnya. LSM-nya saja masih sumir, lha kok yang kebakaran jenggot LSM tertentu. Bukankah ada banyak LSM, masak cuma ada 8 LSM itu saja di kota tersebut. Jangan-jangan...Ah tidak lah, saya nggak mau menuduh.

LSM kan biasanya tukang kritik. Nah, sekarang, anggap saja ucapan di atas juga diartikan sebagai kritik, kenapa marah. Anggap saja itu sebagai introspeksi diri. Kalau selama ini sering merecoki orang lain maka tentunya ke depan harus lebih mawas. Oh ya, kata ’merecoki’ itu pun masih perlu ditafsirkan, apa maksudnya. Barangkali ’merecoki’ bagi LSM diartikan sebagai tukang minta-minta upeti. Namun kalau memang tidak seperti itu, ya klarifikasi saja kepada yang bersangkutan, mengapa sih setiap ada sesuatu larinya langsung ke jalur hukum. Tidak adakah jalan lain?

Kalau setiap kritik dianggap mencemarkan nama baik, wah susah deh hidup di negeri ini. Coba bayangkan kalau para pejabat yang suka dikritik oleh LSM balik melaporkan ke polisi. Kemudian menang di pengadilan. Kemudian pegiat LSM dipenjara. Siapa lagi yang berani mengontrol kebijakan publik.

Tapi ngomong-ngomong tentang LSM yang sering minta upeti sepertinya memang benar ada. Tak usah jauh-jauh, di Ponorogo ada yang tertangkap polisi. Tak cuma minta upeti namun sudah menjurus ke penipuan. Di Madiun sepertinya juga pernah ada seperti itu. Si korban diperas, namun akhirnya pelaku berhasil dijebak oleh korban yang bekerja sama dengan polisi. Sang pelaku ini pun sering disebut sebagai oknum LSM. ’Oknum’? Makanan apa pula itu?

LSM dan media bisa jadi merupakan satu hal yang tak dapat dipisahkan. Inheren, satu wujud yang sama. LSM membutuhkan media untuk menyampaikan dan menuliskan investigasinya. Agar lebih mudah, dibuatlah media internal. Maka sekaligus pegiat LSM juga merupakan wartawan media itu.

Jika wartawan sering minta upeti disebut wartawan bodrex, maka demikian juga LSM. Atau boleh lah kita ganti namanya menjadi LSM inza, LSM sanaflu, LSM konidin, LSM paramex, LSM antangin. Saya pernah menuliskan pengalaman saya bertemu wartawan bodrex, silakan dibaca. Tapi saya yakin, itu hanyalah ulah segelintir oknum (hehehe...oknum lagi) yang membuat nama baik teman seprofesi lain tercemar. Masih ada jiwa-jiwa yang rela berkorban menjaga idealismenya seperti yang disampaikan oleh Mas Kuncoro dalam blog saya ini.

Tapi, benar. Ada gula ada semut. Ketika ada pejabat publik yang melakukan kesalahan dan itu diketahui oleh LSM, maka ada dua kemungkinan minimal yang akan terjadi. Pertama, LSM itu akan memberitakan dalam media, tentunya dengan kaidah jurnalistik, sebagai bentuk kontrol sosial. Kedua, LSM melakukan transaksi kepada pejabat itu. Nah kalau yang ini namanya oknum. Baik oknum pejabat maupun oknum LSM. Aib yang diketahui itu merupakan modal untuk memeras pejabat. Ah sekali lagi, itu hanyalah oknum. Masih ada yang tidak oknum.

Kembali ke kasus tuduhan pencemaran nama baik di atas. Dalam KUHP kasus tersebut diatur dalam Pasal 310 yang ancaman hukumannya pidana penjara paling lama 9 bulan (kok nggak sekalian ditambah 10 hari ya, pas lahiran) atau denda paling banyak 4500 rupiah. Benar, cuman 4500 rupiah, itu pun maksimal, bisa jadi di bawahnya. Terus satu lagi, pencemaran itu ditujukan kepada seseorang. Nah pertanyaannya, LSM itu seseorang atau bukan?
 

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)