Galau Massal Akhir Tahun

Senin, 19 Desember 2011

Apa yang terjadi pada akhir tahun? Biasanya hujan, hehehe…iya kan musim penghujan. Bunyi terompet menandai pergantian tahun. Tapi biasanya saya sudah tertidur lelap malam itu, tak tertarik ritual melekan. Tapi apa jadinya jika akhir tahun muncul pahlawan bertopeng…halah…maksud saya sebagian masyarakat yang merasa kecewa. Siapa? Mau tahu? Mau tahu? Jamaah …oh jamaah… Inilah dia barangkali. Saya menduga dan saya mengira (tebak apa bedanya). Saya berpikir maka saya ada…halah…

Pertama, para tenaga honorer. Saat ini ada wacana penghapusan tenaga honorer. Susah menentukan berapa besar sebenarnya jumlah tenaga honorer yang ada di daerah. Karena saban tahun jumlahnya berubah, bahkan cenderung meningkat, sepertinya tidak ada patokan angka pasti. Hampir di setiap instansi pasti ada yang namanya tenaga honorer, dari sekolah setingkat TK, SD hingga SMA, puskesmas, rumah sakit, kantor UPT, kantor kelurahan, kantor kecamatan, dinas, badan, dan lain-lain.

Dari pendataan tahun lalu ada 70 lebih yang masuk Kategori 1 (K1). Mereka yang telah mengantongi SK Bupati sejak 2005 namun belum diangkat CPNS karena namanya hilang dari database. Berikutnya yang ikut mendaftar Kategori 2 (K2), yakni yang tak mengantongi SK Bupati ada lebih dari 700 orang, namun jumlah ini pun banyak yang meragukan karena adanya manipulasi data yang dilakukan sebagian. Sedangkan yang belum terdata baik K1 maupun K2 belum diketahui jumlahnya. Diperkirakan jumlahnya juga ratusan, bisa jadi totalnya ribuan.

Sedangkan jumlah PNS adalah 14 ribu orang. Banyak yang menganggap jumlah itu sudah terlalu gemuk untuk wilayah Ngawi. Apalagi sorotan terhadap kinerja PNS yang semakin tajam. Banyak pula PNS yang tak punya kerjaan sehari-hari. Ada pula yang bekerja hanya di momen insidental. Maka tak heran jika ditambah dengan tenaga honorer yang jumlahnya mungkin ribuan itu, tampaknya pemerintah daerah bakal kewalahan.

Sepertinya sudah bukan sekedar wacana lagi, karena hari Jumat lalu saya membaca surat dari Sekretaris Daerah yang intinya mulai akhir tahun ini sudah tidak ada lagi tenaga honorer. Saya belum tahu bagaimana reaksi instansi-instansi yang menerima surat itu. Pun dengan para tenaga honorer yang terkena dampak langsungnya. Kabarnya para tenaga honorer hendak demo besar-besaran.

Kedua, para guru. Guru di sini yang saya maksudkan adalah guru yang sudah berstatus PNS. Saat ini ada wacana redistribusi PNS dalam rangka pemenuhan kewajiban pemda di saat moratorium agar diberi tambahan formasi PNS. Artinya pemda disuruh menghitung dulu kebutuhan pegawainya. Apakah kelebihan, ataukah kekurangan.

Kelebihan pegawai di suatu unit akan didistribusikan pada unit lain yang kekurangan pegawai, begitu bahasa sederhananya. Tapi pelaksanaanya tidak sesederhana bahasanya. Perpindahan tempat kerja seperti ini ternyata merisaukan para guru. Apa pasalnya? Sepertinya ini berkaitan dengan strata sosial.

Isu yang berkembang unit yang kekurangan guru adalah Sekolah Dasar. Dan pada sisi yang lain ternyata SMP dan SMA kelebihan guru. Penurunan “derajat” dari Guru SMP apalagi Guru SMA menjadi Guru SD inilah yang menyebabkan kegalauan massal. Belum lagi masalah perpindahan dari sekolah kota ke sekolah desa, dari sekolah favorit ke sekolah biasa, dari Sabang sampai ke Merauke hehehe…

Ketiga, perangkat desa. Sudah berkali-kali para perangkat desa secara nasional berdemo menuntut keinginannya, antara lain pengesahan RUU Desa. Di samping ada juga tuntutan agar diangkat menjadi PNS, lha wong sekdesnya sudah diangkat menjadi PNS. Kabarnya di beberapa daerah paguyubannya sudah ada yang mewacanakan memboikot program-program pemerintah, seperti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pilkada, E-KTP, dan lain-lain.

Di Ngawi sendiri pernah suatu saat ada demo yang diikuti ratusan perangkat desa di kantor pemda. Saya tak paham apa tuntutannya, tapi kata orang-orang masalah uang, masalah tunjangan. Demo itu berlangsung hingga beberapa hari dan mereka menginap di lokasi demo.

Bukan tidak mungkin jika para perangkat desa akan kembali demo. Pra kondisinya sudah ada, yakni RUU Desa tak kunjung disahkan apalagi beberapa hari lagi sudah berganti tahun.

Jika ketiga elemen di atas bertemu dalam satu kepentingan, apa jadinya? Apalagi jika bertemu dengan rakyat atau masyarakat yang kecewa. Demo, mungkin. Boikot, mungkin. Mengadu ke wakil rakyat, mungkin. Anarkis, tunggu dulu. Apapun pilihan strateginya, minumnya teh botol sosro, halah…maksudnya ada konsekuensi. Entah itu demonstrasi, audiensi, diskusi, opini, asal jangan anarki, apalagi bakar diri.

Demo mungkin pilihan yang mudah, untuk menunjukkan seberapa besar pendukung. Meskipun demo sudah dilarang masuk jalan-jalan protokol ibukota, halah…itu kan bemo. Tapi sebenarnya ada pilihan yang cerdas. Misalnya seperti yang dilakukan guru melakukan Judicial Review UU ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga akhirnya alokasi anggaran pendidikan minimal 20% terwujud.

Coba deh pikirkan pilihan itu. Saya sudah tuliskan pikiran saya. Gantian Anda yang pikirkan tulisan saya…halah…kamsudnya pilihlah pikiran Anda, dan tuliskan.

3 komentar:

vicky mengatakan...

weles... kok postinge podo galauwer.... galau berjamah tenan ki...

Hermawan R Fery mengatakan...

Wah, ini tulisan yang sangat menarik buat saya. Apalagi urusannya pegawai/karyawan. Menilik permasalahannya, rasanya BKD atau apalah instasi yang bagiannya pengadaan pegawai, kurang cermat atau mungkin malah kurang cerdas ya? terutama dalam hal plotting/penempatan pegawai yang nantinya berujung budgeting.

Saya membandingkan dengan perusahaan saya sendiri, yang notabene swasta murni. Disetiap pengadaan karyawan, itu tugasnya HRD, tapi dia tidak boleh sembarangan menambah.(Kalo mengurangi sih boleh...he..he..he..). Setiap penambahan karyawan, biasanya pasti akan saya tanya dulu, plotting/bagian/penugasannya dimana? lalu apa tugasnya, kalo masuk akal, permintaan baru saya ACC. Intinya kunci sukses perusahaan cuma ada 3 yaitu :
1. Efisiensi
2. Efisiensi
3. Efisiensi
he..he..he...yap...semua harus efisien.
Pernah suatu ketika, saya buka cabang di satu Kota, pegawai yang pertama saya angkat adalah BM (Branch Manager/Kepala Cabang) seorang diri, tanpa admin dan tanpa ada yang lainnya.
Dia baru boleh mengangkat staffnya setelah Omzet dicabang tersebut, labanya cukup untuk menggaji dia sendiri dan staff tambahannya.

sebagai gambaran konkret atas efisiensi yang saya lakukan di perusahaan saya, untuk mengurusi karyawan saya di Jatim yang (saat tulisan ini saya buat) jumlahnya kurang lebih 270 orang, saya hanya punya staff kantor tidak lebih dari 10 Orang. Itupun sudah termasuk OB (tapi belum termasuk saya)

Nah melihat dari cerita saya diatas, saya jadi bingung, kalo PNS dibilang overbudget, lha dulu waktu pengadaan dasarnya apa???
Nah, hal-hal yang beginilah yang akhirnya menimbulkan kecurigaan masyarakat terhadap aparat kita, karena pasti ada tendensi lain dibalik pengadaan PNS....Riight???

Purwanto mengatakan...

CPNS menjadi vitamin bagi segelintir orang... membaca JP kemarin ternyata dana suap untuk menjadi seoarang PNS kalau dikumpulkan se Indonesia mencapai 30 trilyun !!!!
ini yang bikin tambah ruwet, karena kalau mau tegas diterapkan pasti banyak kalangan penting yang akan kebakaran jenggot (walau kadang mereka gak punya jenggot)
Termasuk gundah massal akhir tahun ini terjadi saya turut berharap membawa hikmah bagi semua..

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)