Menggugat Gubernur

Minggu, 06 Februari 2011

Diskusi saya dengan orang provinsi tentang pemberhentian sementara PNS memang tidak membawa kesimpulan. Posisi dia yang di provinsi memberikan pengaruh pada kebijakan Gubernur. Ada surat dari Gubernur untuk memberi peringatan si bos karena tidak memberikan pemberhentian sementara kepada beberapa PNS. Yah sudahlah, posisi memang menentukan argumentasi, meskipun saya yakin landasan hukum yang dipakai masih layak diperdebatkan.

Di Jember masyarakat bergolak. Gara-garanya Gubernur mengangkat Pejabat Sementara Bupati (Pjs) menggantikan bupati yang terkena kasus hukum. Bupati diberhentikan sementara. Kebetulan sang wakil terkena kasus hukum pula. Menurut sebagian kalangan pengangkatan Pjs tersebut cacat prosedural. Ini sebenarnya juga imbas dari pemberhentian sementara bupati. Usulan pemberhentian sementara bupati pun dianggap melanggar tata cara, yakni hanya disulkan oleh sebagian pimpinan dewan, padahal dalam aturan harus diusulkan oleh dewan. Representasi dewan diwujudkan dalam bentuk rapat paripurna. Sedangkan rapat paripurna itu sendiri belum pernah digelar. Demikian kira-kira kronologis di Jember itu. Runyamnya, sang bupati pada akhirnya divonis bebas. Tentu saja masyarakat tambah bergolak. Ada amunisi segar untuk menyerang kebijakan Gubernur. Kalau divonis bebas ’kan berarti dianggap tidak bersalah, berarti nama baiknya harus direhabilitasi, berarti pemberhentian sementaranya tidak berlaku lagi, berarti jabatan sebagai bupati harus dikembalikan lagi.   

Lain lagi di Pacitan. Saya salut dengan Wakil Bupati Pacitan. Menurut saya beliau orang yang jeli dan berani, tidak serta merta tunduk kepada Gubernur jika dirasa tidak ada landasan hukum. Beberapa saat silam Bupati Pacitan meninggal. Otomatis wakilnya yang menggantikan posisinya. Saat pelantikan wakil bupati menjadi bupati oleh Gubernur, sang bupati baru diwanti-wanti untuk tidak melakukan beberapa hal, di antaranya melakukan mutasi pejabat struktural. Inilah yang dipertanyakan oleh bupati baru, kenapa ada larangan. Apa dasar hukumnya.

Saya memahami kerisauan beliau. Argumentasi sederhana saya adalah ketika wakil bupati menggantikan bupati yang telah berhalangan tetap maka ia telah menjabat sebagai bupati dengan kewenangan penuh. Ia bukan wakil bupati lagi. Ia sudah menjadi bupati. Beda masalahnya kalau ia hanya Pejabat Sementara Bupati. Kalau yang ini memang dilarang mengambil kebijakan strategis, karena tugasnya hanya sementara.

Kita tunggu saja bagaimana jawaban Gubernur terhadap kedua permasalahan di atas.   

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)