Pendaftaran Honorer

Sabtu, 12 Februari 2011

Pertanyaan
Mas...saya asli Ngawi, lulusan SMA belum mendapatkan pekerjaan tetap. Mau ndaftar CPNS tidak bisa karena sekarang syaratnya harus sarjana. Lalu apakah saya bisa mendaftar menjadi tenaga honorer di pemda Ngawi. Ada tetangga saya yang kebetulan anaknya kepala sekolah bisa menjadi guru honorer di suatu sekolah. Sebenarnya bagaimana sih prosedurnya. Apa saya harus mengajukan ke Bupati, atau langsung ke kepala sekolah. Lalu syarat-syaratnya apa saja. Sebagai catatan, orang tua saya bukan PNS apalagi pejabat. Apa bisa, karena saya dengar kalau ingin jadi honorer harus menyediakan sejumlah uang (sebagai jaminan). Terima kasih Mas. (Putra – Kota)

Jawaban
Memang beberapa tahun ini dalam rekrutmen CPNS diprioritaskan bagi sarjana. Sedangkan yang lulusan SMA, kalau menurut saya pribadi, sudah habis diambil jatahnya sama tenaga honorer. Kalau tidak salah selama tahun 2006 hingga 2009 kemarin tenaga honorer yang memenuhi persyaratan dapat langsung diangkat menjadi CPNS tanpa melalui tes sebagaimana rekrutmen umum. Saya tidak hafal berapa yang diangkat menjadi CPNS yang hanya berijazah SMA, tapi yang jelas jumlahnya sangat banyak. Sebagai gambaran saja total honorer yang diangkat menjadi CPNS di daerah kita, pada tahun 2006 ada ratusan, pada tahun 2007 ada 1.500-an, tahun 2008 ada 1.300-an, sedangkan pada tahun 2009 hingga 2010 saya tidak tahu, tapi sepertinya berkisar pada angka ratusan. Selanjutnya ada juga pengangkatan sekretaris desa langsung menjadi PNS, jumlahnya 100-an.

Sedangkan untuk mendaftar menjadi tenaga honorer di Ngawi, sepertinya sudah tidak diperkenankan lagi. Menurut catatan saya ada tiga surat larangan dari Bupati Ngawi yang sudah beredar, yakni:
 
  1. Surat Bupati Ngawi Nomor 188/1703/415.021/2001 Tanggal 7 Nopember 2001 Tentang Larangan kepada semua kepala unit kerja di lingkup Pemda Kab. Ngawi untuk mengangkat tenaga honorer baru. 
  2. Surat Bupati Ngawi Nomor 188/221/415.021/2003 Tanggal  31 Januari 2003 yang menegaskan kembali agar semua pimpinan unit kerja di jajaran Pemkab. Ngawi untuk tidak diperkenankan mengadakan perjanjian kontrak kerja staf administrasi atau sejenisnya (Sukwan/Honda/PTT dan GTT).
  3. Surat Bupati Ngawi Nomor 188/1125/415.021/2004 Tanggal 31 Desember 2004 yang pada intinya melarang semua kepala unit kerja di lingkup Pemkab. Ngawi untuk menambah atau mengadakan perjanjian kontrak kerja baru staf administrasi atau sejenisnya (Sukwan/Honda/PTT/GTT).

Hal itu juga dikuatkan dengan PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS. Dalam Pasal 8 PP tersebut disebutkan bahwa sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. PP ini ditetapkan pada tanggal 11 Nopember 2005, maka sejak itu pengangkatan tenaga honorer dilarang.

Sebenarnya isi pasal di atas masih layak diperdebatkan. Mendasar UU Nomor 43 Tahun 1999 jo UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, dalam Pasal 2 ayat (3) dikatakan bahwa pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Padahal kedudukan Undang-undang lebih tinggi daripada Peraturan Pemerintah. Jadi ada asas hukum yang dilanggar (lex superior derogat legi inferior).

Namun demikian pemikiran pribadi saya tentang pengangkatan tenaga honorer ini harus dilandasi pada dua hal. Yang pertama adalah adanya analisa kebutuhan. Dan yang kedua adalah rekrutmen terbuka.

Analisa kebutuhan diperlukan untuk mengetahui secara pasti/real berapa kebutuhan pegawai dalam satu institusi (dalam hal ini Pemda) secara global. Saya katakan harus global bukan parsial. Dengan demikian kekurangan pegawai pada suatu satuan kerja (satker) bisa dicukupi dengan mengambil pegawai dari satker lain. Saya berikan ilustrasi yang aneh yang sering terjadi di lapangan. Ada sekolah yang mengeluhkan kekurangan tenaga guru. Solusinya dengan mengangkat tenaga honorer. Padahal ada sekolah yang kelebihan tenaga guru sehingga ada guru yang menganggur. Nah, setelah dilakukan analisa kebutuhan, akan diketahui berapa idealnya pegawai dalam satu pemda. Apakah kebutuhan jumlah pegawai tesebut bisa dicukupi dengan PNS yang sudah ada. Jika tidak mencukupi barulah dilakukan rekrutmen, baik dengan seleksi CPNS maupun rekrutmen tenaga honorer.

Pemikiran kedua, adanya rekrutmen terbuka. Jika memang kebutuhan pegawai sudah sangat mendesak, maka mengangkat tenaga honorer tidak apa-apa. Namun pengangkatan tersebut haruslah selektif. Harus ada penjelasan jenis-jenis pekerjaan apa saja yang lowong. Apa syarat-syarat yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan itu. Juga harus ada pengumuman secara terbuka kepada khalayak. Kemudian juga harus ada seleksi bagi pelamar. Proses rekrutmen pun mesti bebas dari KKN (selaksa impian ya :>). Saya rasa dengan pola seperti ini antara pemerintah dan masyarakat sama-sama untung. Pemda beruntung karena mendapatkan pegawai yang berkualitas. Sedangkan masyarakat beruntung karena mendapatkan kesempatan untuk bekerja.

Namun prakteknya selama ini tidak seperti di atas. Pengangkatan tenaga honorer tidak jelas. Tidak ada seleksi. Tidak ada pengumuman kepada rakyat. Bisa jadi benar anggapan masyarakat, itu hanya mengakomodasi bagi yang punya duit dan jabatan.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)