Pertanyaan Masalah Kepegawaian

Kamis, 22 Juli 2010


Dalam melaksanakan tugas di BKD, seringkali saya menemui kasus yang tidak pernah saya sangka sebelumnya. Beberapa di antaranya bisa dicarikan solusi. Namun tak jarang ada beberapa kasus maupun pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban. Kadangkala saya harus konsultasi ke BKN Kanreg II di Surabaya atau di BKD Jatim. Jauhnya jarak mengharuskan saya tidak bisa setiap bulan pergi ke Surabaya.
Lebih dari dua tahun yang lalu saya mengirimkan pertanyaan melalui situs BKN yakni www.bkn.go.id., namun hingga sekarang tidak mendapatkan balasan. Saat kebetulan saya ke BKD  Jatim untuk bertanya  langsung dengan pejabat di sana, diberi jawaban bahwa beliau tidak bisa menjawab secara langsung karena baru saja menduduki jabatan itu. Waktu itu saya memang cenderung untuk diskusi/sharing masalah kepegawaian saja secara lisan sehingga akan memperoleh  banyak wawasan. Akhirnya dijanjikan pertanyaan-pertanyaan saya akan dijawab secara tertulis melalui fax, tetapi sampai sekarang pun saya merasa belum mendapatkan jawaban. Bahkan barangkali sekarang pun pejabat di sana sudah berganti lagi.
Berikut ini beberapa pertanyaan yang pernah saya harapkan mendapatkan jawaban maupun solusi. Sebagian di antaranya sudah saya ketahui jawabannya. Nah, silakan kepada siapa saja untuk berbagi ilmu dan pengalaman membahas pertanyaan masalah kepegawaian berikut.

  1. Di dalam PP No. 32 Tahun 1979 terdapat istilah Hak Kepegawaian. Apa definisi Hak Kepegawaian itu dan apa saja yang termasuk Hak Kepegawaian?
  2. Dalam PP No. 4 Th. 1966 Pasal 4 ayat (1) : Kepada seorang Pegawai Negeri yang dikenakan pemberhentian sementara menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan ini.
    1. jika terdapat petunjuk-petunjuk yang cukup meyakinkan bahwa ia telah melakukan pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 50% dari gaji pokok yang diterimanya terakhir.
    2. jika belum terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas tentang dilakukannya pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 75% dari gaji pokok yang diterimanya terakhir.
Pertanyaannya : apa yang dinamakan terdapat petunjuk-petunjuk yang cukup meyakinkan/petunjuk-petunjuk yang jelas. Apa paramaternya? Bagamainana cara menilai sudah terdapat petunjuk-petunjuk itu? Bukankah ini sudah kewenangan aparat kepolisian/kejaksaan?

  1. PNS yang akan mengajukan ijin perceraian, perlukah didahului dengan proses pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)? Apa dasar hukumnya?
  2. PNS bercerai karena kemauannya sendiri dengan istrinya (bukan PNS). Dalam amar putusan Pengadilan Agama (PA) disebutkan bahwa istri berhak mendapatkan tunjangan dari suami sebesar Rp 500.000 tiap bulan. Padahal dalam PP Nomor 10 Tahun 1983 jo PP Nomor 45 Tahun 1990 disebutkan bahwa hak istri adalah 1/3 dari gaji suami, sehingga besaran tunjangan yang harus diterima istri seharusnya bisa lebih dari Rp 500.000 dan nilainya terus berubah mengikuti kenaikan gaji pokok PNS. Bagaimana cara penanganannya?
  3. Sebelum diangkat CPNS seorang pria sudah pernah menikah lebih dari satu, dan semuanya tidak diceraikan. Setelah diangkat CPNS bagaimana penanganannya. Apa dibiarkan saja karena pernikahan dia ketika belum menjadi PNS. Kasus yang sama terjadi pada seorang wanita yang menjadi istri kedua. Ketika diangkat CPNS bagaimana penanganannya. Perlu diketahui bahwa dalam persyaratan untuk mengikuti Tes CPNS tidak ada persyaratan tidak boleh poligami.
  4. Seorang PNS mendapat ijin perkawinan II. Apakah nanti ia akan mendapatkan tunjangan istri sebesar 20% (karena masing-masing istri mendapatkan 10%, dikalikan 2 menjadi 20%) atau tetap mendapatkan tunjangan istri 10% (sehingga pengaturannya terserah kepada yang bersangkutan).
  5. SE Mendagri No. 800.3/9944/89 tanggal 23 September 1989 menyebutkan bahwa PNS yang memiliki ijasah S1 dapat dinaikkan pangkatnya ke Gol. III/a apabila yang bersangkutan sekurang-kurangnya telah 2 tahun dalam Gol. II/c atau setelah 1 tahun dalam Gol. II/d. Apakah SE ini masih diberlakukan?
  6. Seorang dokter PNS menempuh pendidikan spesialis dengan biaya sendiri (alokasi dana dari Pemda tidak ada). Karena di daerah tidak terdapat pendidikan spesialis maka ia menempuh pendidikan di luar daerah, sehingga harus meninggalkan tugas. Padahal dalam ketentuan ijin belajar disebutkan tidak boleh mengganggu tugas kedinasan dan dilaksanakan di luar jam dinas. Bagaimana penanganannya.
  7. Sebelum diangkat CPNS seorang dokter telah menempuh pendidikan spesialis dan belum lulus. Bagaimana penanganannya setelah ia nanti diangkat menjadi CPNS, apakah ia berhak mendapatkan ijin belajar, apalagi kalau ia tetap melanjutkan pendidikan ototmatis harus meninggalkan dinasnya (padahal statusnya masih CPNS).
  8. Benarkah ada peraturan yang menyatakan bahwa guru tidak berhak memperoleh Cuti MPP (Masa Persiapan Pensiun)? Kalau memang ada di mana aturan tersebut ditemukan?

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)