Polri Versus KPK (Bagian 2): Penyidikan KPK di Polri

Kamis, 13 Desember 2012

KPK mengusut kasus korupsi simulator kendaraan roda dua dan roda empat di Korlantas Mabes Polri sejak Januari 2012. Pada 27 Juli 2012, KPK menetapkan Inspektur Jenderal Pol Djoko Susilo, bekas Kepala Korps Lalu Lintas, sebagai tersangka. Perwira tinggi ini diduga menyalahgunakan kewenangan dalam pengadaan alat simulator pada tahun anggaran 2011. Selain itu KPK juga menetapkan tersangka kepada Brigjen Pol Didik Purnomo, Abadi Budi Susanto, dan Sukotjo S Bambang. Brigjen Pol Didik Purnomo merupakan Wakakorlantas,  Abadi Budi Susanto adalah Direktur Utama PT. Citra Mandiri Metalindo, sedangkan Sukotjo S. Bambang adalah Direktur Utama PT. Inovasi Teknologi Indonesia. Budi dan Sukotjo merupakan rekanan dari pihak swasta (Priatna, 2012).

Perbuatan Djoko Susilo, Didik Purnomo, Budi Susanto, dan Sukotjo S Bambang diduga mengakibatkan negara mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Djoko dan Didik dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Tipikor. Sementara direktur perusahaan rekanan, Budi dan Sukotjo dikenakan Pasal 11 UU Tipikor.

Penanganan kasus korupsi simulator SIM menjadi bermasalah ketika Polri juga menangani kasus tersebut. Pihak Mabes Polri juga sudah menetapkan lima tersangka, yaitu Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal Pol Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, dan Bendahara Korlantas Polri Kompol Legimo Pudjo Sumarto. Tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT. Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto, dan Direktur Utama PT. Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang.

Terkait dengan MoU tanggal 29 Maret 2012, KPK merujuk pada Pasal 29 MoU tersebut yakni apabila terdapat suatu ketentuan dalam kesepakatan bersama ini yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan setelah ditandatanganinya Kesepakatan Bersama yang menyebabkan ketentuan tersebut tidak berlaku, maka hal tersebut membatalkan semua ketentuan-ketentuan lainnya dalam Kesepakatan Bersama ini dan ketentuan lainnya dalam Kesepakatan Bersama ini tetap berlaku serta mengikat. Artinya dalam siapa yang berwenang melakukan penyidikan dalam kasus korupsi simulator SIM, KPK mengembalikan kembali dalam peraturan perundang-undangan.


KPK mendasarkan kewenangannya pada UU Nomor 30 Tahun 2011. Terbentuknya KPK memang bertujuan untuk memberantas korupsi. KPK memiliki tugas dan wewenang dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 11 dan 12 UU KPK. Hanya saja, memang tidak semua ranah korupsi bisa ditangani KPK. KPK hanya menangani korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. Selain itu, juga harus merupakan kasus korupsi yang mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat.

Satu hal lain yang tak kalah penting sebagai prasyarat agar kasus korupsi dapat ditangani KPK adalah mengenai jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi. Undang-undang mengamanatkan bahwa selain syarat-syarat yang sebelumnya disebutkan, KPK hanya bisa menangani kasus korupsi jika korupsi tersebut menyangkut kerugian negara paling sedikit satu miliar rupiah.

Berpijak pada landasan di atas maka KPK merasa mendapatkan kewenangan menangani kasus korupsi simulator SIM karena:

  1. Sesuai UU KPK, KPK memiliki tugas dan wewenang dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini kasus simulator SIM merupakan tindak pidana korupsi.
  2. Kasus korupsi simulator SIM melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
  3. Jumlah kerugian akibat korupsi simulator SIM lebih dari satu milyar rupiah.
  4. MoU menjadi tidak mengikat di antara pihak jika ada pertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)