Mengontrol Wakil Rakyat

Sabtu, 22 Desember 2012

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia menyatakan terdapat 259 kasus penyimpangan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan daerah pada 2012 dengan kerugian negara senilai Rp 77 miliar. Hal tersebut ditemukan BPK dari hasil pemeriksaan semester I tahun 2012. Dari total kerugian negara tersebut, sebanyak 86 kasus sebesar Rp 40,13 miliar merupakan perjalanan dinas fiktif. Sedangkan 173 kasus senilai Rp 36,87 miliar merupakan perjalanan dinas ganda atau melebihi standar yang ditetapkan. (Sumber: Tempo.co, 3 Oktober 2012).

Menurut Marwan (2012), penyimpangan terjadi akibat lemahnya pengawasan internal pada setiap kementerian dan lembaga negara. Kinerja pemimpin kementerian dan lembaga negara seharusnya juga diukur dari tingkat penyimpangan anggaran perjalanan dinas. Harapan sebenarnya bisa dilekatkan pada anggota dewan (legislatif) yang memiliki hak anggaran untuk berani memangkas anggaran perjalanan dinas pegawai negeri. Namun ini pun tidak mudah lantaran banyak anggota dewan yang juga mengambil keuntungan saat kunjungan kerja ke luar negeri.

Sebenarnya kasus penyimpangan perjalanan dinas tidak hanya terjadi di kalangan eksekutif saja, namun juga di kalangan legislatif (anggota dewan). Tidak hanya di tingkat pusat, namun juga di daerah. Secara formal bukti-bukti pertanggungjawaban sah, namun secara material sebenarnya yang bersangkutan tidak melaksanakan apa yang tertera dalam surat perintah perjalanan dinas, baik waktu, biaya, alat trasportasi, dan sebagainya.

Fenomena lain, yang mirip dengan apa yang dilakukan oleh anggota DPR, anggota DPRD sering melakukan perjalanan dinas keluar daerah untuk urusan yang sebenarnya tidak harus dilakukan dengan keluar daerah. Beragam alasan disampaikan, seperti studi banding, konsultasi, mengikuti pembekalan, persiapan membuat perda, dan lain-lain. Tak jarang perjalanan dinas itu dilakukan dalam rombongan besar, bahkan melibatkan seluruh anggota.

Dalam kedudukannya sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah DPRD memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi diwujudkan dalam proses pembentukan peraturan daerah bersama kepala daerah. Fungsi anggaran, diwujudkan dengan menyusun dan menetapkan APBD bersama pemerintah daerah. Fungsi pengawasan  diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan daerah, keputusan kepala daerah, dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Menurut Sunarno (2006), badan legislatif daerah mengalami keterbatasan dalam mengadvokasikan fungsi dan kewenangannya. Hal ini karena keberadaannya selain berfungsi sebagai badan legislatif juga menjadi bagian dari pemerintahan daerah. Dengan demikian fungsi kontrolnya tidak dapat berjalan secara efektif, faktor iniah yang menjadi unsur kelemahan badan legislatif dibandingkan dengan badan eksekutif.

Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah maka DPRD mendapatkan anggaran dari APBD. Dengan demikian diperlukan juga pengawasan terhadap penggunaan dana APBD. Di sinilah peran masyarakat dibutuhkan. Masyarakat perlu mengawasi DPRD.

Situmorang dan Juhir (1994) dikutip dari Triwulan dan Ismu (2010) mengemukakan bahwa secara langsung tujuan pengawasan adalah untuk:

  1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai rencana, kebijakan, dan perintah
  2. Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan
  3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan
  4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa yang dihasilkan
  5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi.

Fakta yang ada menunjukkan bahwa penyaluran pengawasan masyarakat sampai saat ini belum terlaksana dengan optimal. Keberanian masyarakat untuk langsung menyuarakan haknya masih belum muncul karena takut atau apatis. Padahal masyarakat penerima manfaat utama penyelenggaraan pemerintahan namun di sisi lain masyarakat juga yang dapat terkena dampak negatifnya. (Sadu dan Yonatan, 2009).

Radar Madiun 12 Maret 2012 memberitakan seluruh anggota DPRD Kabupaten Ngawi berkunjung ke Jakarta selama beberapa hari. Rombongan mengikuti workshop/pembekalan penyelesaian kerugian daerah di dua tempat berbeda, yakni BPKP dan Kementerian Dalam Negeri. Menurut ketua dewan, tujuan diadakan kegiatan ini adalah untuk menambah wawasan seluruh anggota dewan mengingat permasalahan keuangan yang mendera daerah. Saat ini permasalahan di Ngawi antara lain kasus tagihan macet di koperasi, tunjangan komunikasi intensif, asuransi kedewanan, belanja pegawai yang amat besar di APBD. Praktis dengan berangkatnya seluruh wakil rakyat ke Jakarta itu, suasana gedung dewan menjadi sepi.

Berapa anggaran yang dibutuhkan untuk acara itu? Sayang masyarakat tidak memiliki akses untuk melihatnya. Masyarakat tak pernah tahu berapa rupiah yang dibutuhkan dan berapa yang dibelanjakan. Bahkan, jangan-jangan masyarakat tak merasakan manfaatnya.

1 komentar:

Obat Penyakit Kanker Payudara mengatakan...

pada intinya, semua harus transparan pada masyarakat...........

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)