Punya Ijazah Tak Naik Pangkat

Senin, 05 Maret 2012

Katakanlah Bejo, seorang PNS yang mempunyai jabatan Kepala Sub Bidang pada sebuah instansi pemerintah. Pangkatnya Penata Tingkat I (Golongan III/d). Jabatan Kasubid yang ia sandang itu termasuk jenis jabatan struktural dengan tingkatan eselon IVa. Sesuai aturan pangkat tertinggi PNS yang menduduki eselon IVa adalah Penata Tingkat I. Dengan demikian Bejo telah berada dalam batas maksimal pangkat tertinggi yang bisa ia dapatkan.

Selain itu Bejo ternyata pernah mengikuti program pendidikan S2 yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi negeri. Meskipun sejatinya lokasi perguruan tinggi itu berada di luar kota tapi kegiatan kuliah diadakan di salah satu ruang kantor dengan mengambil waktu Jumat sore dan Sabtu pagi. Saat itu kegiatan dinas sudah tidak ada atau libur kantor. Tak sampai 2 tahun gelar Master pun melekat di belakang nama Bejo.

Tahun 2009 adalah tepat empat tahun Bejo berada dalam Pangkat Penata Tingkat I. Ia pun mencoba mengusulkan kenaikan pangkat ke Pangkat Pembina (Golongan IV/a). Ia mengambil jalur reguler, yakni kenaikan pangkat setiap empat tahun. Alasannya daftar penilaian kerjanya baik, tidak melampaui pangkat atasan langsungnya (kebetulan atasannya yang menjadi Kabid berpangkat Pembina Tingkat I, dua tingkat di atas pangkatnya sekarang), dan yang terakhir tentu saja karena ia berijazah S2. Pangkat tertinggi bagi PNS yang memiliki gelar S2 memang sampai Pembina.

Namun ternyata proses kenaikan pangkat Bejo terganjal di institusi pengelola kepegawaian nasional yang kantornya ada di tingkat regional, meskipun ia telah memiliki ijazah S2. Institusi menolak untuk memberikan nota pertimbangan untuk kenaikan pangkat. Tak jelas apa alasannya. Alhasil Bejo pun masih dalam pangkat semula.

Setahun berselang semenjak penolakan proses kenaikan pangkat, Bejo dipromosikan menjadi Kepala Bidang (Kabid). Eselonnya pun naik menjadi IIIb (yang pasti tunjangannya juga naik). Pangkat tertinggi dalam eselon ini adalah Pembina. Berarti Bejo masih berada satu tingkat di bawah pangkat tertinggi itu. Untuk kenaikan pangkatnya ada proses yang harus dilalui oleh Bejo yakni ia harus lulus Ujian Dinas Tingkat II atau mengikuti Diklatpim Tingkat III. Tapi aturan ini pun ada pengecualiannya yakni bila telah memilki ijazah S2.

Aha, Bejo pun bersorak, saya kan sudah punya ijazah S2 jadi bisa nih naik pangkat tanpa harus ikut Ujian Dinas atau menunggu diberangkatkan oleh kantor untuk ikut Diklatpim, batinnya. Dua persyaratan tadi bisa disimpangi cukup dengan ijazah S2-nya, tentunya dengan ditunjang persyaratan lain.

Proses pengusulan kenaikan pangkat pun dilakukan persis seperti setahun sebelumnya yang ditolak oleh institusi. Bedanya Bejo kini telah naik jabatan. Singkat cerita, institusi meluluskan kenaikan pangkat Bejo.

Apakah ada yang janggal dari cerita di atas. Sejatinya ini bukanlah rekaan. Ini cerita nyata. Sekilas kejanggalan yang bisa ditangkap adalah adanya ketidakkonsistenan suatu institusi dalam proses kenaikan pangkat. Awalnya ijazah S2 Bejo tak diakui untuk kenaikan pangkat. Tapi kemudian diakui untuk proses kenaikan pangkat.

Kenapa ijazah S2 tidak diakui? Mungkin, program studinya belum terkareditasi. Atau perguruan tingginya awu-awu. Atau hanya menjal lembar ijazah saja tanpa pernah ada proses pendidikan. Tapi ini pun terbantahkan karena penyelenggaranya adalah sebuah perguruan tinggi negeri. Tentu saja nama baiknya terjaga.

Mungkin karena kelasnya jauh. Ya tentu saja kelasnya jauh dan apalagi dilakukan pada akhir minggu (Jumat dan Sabtu) karena kuliah diselenggarakan di luar domisili PTN itu. Tempatnya saja meminjam aula sebuah kantor yang disulap dadakan menjadi semacam kelas. Dosennya didatangkan dari luar kota. Tapi ijazahnya kan sama dengan ijazah mahasiswa yang mengambil kelas reguler, yakni yang kuliah di tempat PTN itu berada. Lagipula ijazahnya tidak ada embel-embel ”Kelas Jauh”. Percayalah tak ’kan pernah perguruan tinggi menuliskan ”Kelas Jauh”, Kelas Sabtu Minggu”, ”Kelas Eksekutif”, dan sejenisnya dalam ijazah yang diterbitkan. Bunuh diri itu namanya.

Atau mungkin, anggap saja petugas institusi pengelola kepegawaian tidak tahu kalau itu kelas jauh, bisa dinilai logiskah pemerolehan ijazah itu. Maksudnya begini. Ijazah dikeluarkan oleh PTN A yang berada di kota XXX. Sedangkan sang pegawai tinggal dan kerja di kota YYY yang jaraknya dengan kota XXX adalah sekitar 150 km, perlu paling tidak 4 jam perjalanan dengan kendaraan bermotor. Petugas institusi akan menilai pemerolehan ijazah tersebut tidak logis (ingat dengan asumsi bahwa bukan kuliah kelas jauh) padahal sang pegawai bukanlah peserta tugas belajar yang musti meninggalkan tugasnya. Tidak mungkin dalam satu kesempatan, sang pegawai menempuh pendidikan di luar kota yang jauh sekaligus menjalankan tugas sebagai PNS dari Senin hingga Jumat.

Oke anggap saja alasan terakhir ini yang paling tepat menjelaskan kenapa proses kenaikan pangkat Bejo awalnya terganjal. Tapi kenapa ya, sekali lagi kenapa ya, pada proses kenaikan pangkat yang kedua malah berhasil. Padahal ijazah yang diajukan pun juga sama.

Saya masih mereka-reka jawabannya. Asumsi saya bukan terletak pada ijazahnya, tapi pada jabatan yang disandang oleh Bejo. Jabatan struktural yang disandang Bejo itu menghambat kenaikan pangkatnya. Buktinya begitu jabatannya naik ia pun bisa naik pangkat. Itu kesimpulan saya, jadi bukan karena ketidakkonsistenan institusi pengelola kepegawaian.

Oya, justru staf yang bukan pejabat struktural bisa naik pangkat hingga Pembina lho, asalkan punya ijazah S2. 

10 komentar:

Zebhi mengatakan...

Sedang beruntung mungkin mas. Hehee... Masuk akal memang klo jabatannya yg berpengaruh pd kenaikan pangkatnya.

Oh iya mas Wuri. Sekalian ini mau tanya. Aku udah lulus S1 di Univ. Soerjo thn ini. Diriku msh Gol. 2a. Bagaimana caranya agar S1-ku ini bisa diakui utk kepangkatan. Trim's utk jawabannya. Hehee... :D

wurianto saksomo mengatakan...

namanya juga Bejo, seb.
nanti wktu kp reguler dr 2d ke 3a lampirkan saja ijazahmu dan krn sdh punya ijazah s1 dirimu tak perlu ikut ujian dinas, insya Allah sk 3a sdh tercantum gelar sarjana di belakang nama.

Zebhi mengatakan...

Waduh, lama sekali mas. Hehee... Berapa tahun ya dari sekarang 2a ke 3a?

wurianto saksomo mengatakan...

ya lama seb, lha wong itu kan KP reguler tiap 4 thn sekali. kl mau cpt ya pake KP pilihan, tp syaratnya hrs lulus UKPPI, lha masalahnya di negeri kita ini, NGAWI, tdk ada lagi UKPPI.

bayuariauda mengatakan...

iya i mas, trakhir UKPPI th 2006 ky'e, apes...

wurianto saksomo mengatakan...

disyukuri wae yu hehehe...

Edi Pranowo mengatakan...

kemungkinan ybs terhalang kp krn atasannya masih IV/a. krn di peraturan kan harus setingkat dibawahnya,,,,,,,klo sudah naik jabatan dia harus menduduki pangkat terendah, tp emng masih perlu berbenah mash blm inkonsisten

cici marcie2x mengatakan...

Yah klo dilihat dari aturannya bukan kenaikan dengan S2 itu adalah kenaikan pangkat reguler yg diberikan kepada pegawai yg berkedudukan sbg staf atau tidak mempunyai jabatan sehingga, dia dapat promosi krn telah menempuh S1 atau S2 bahkan S3 sekalipun.

Unknown mengatakan...

mas, saya baru saja lulus cpns, formasi tenaga administrasi (gol IIIa, fungsional umum), kemendikbud, penempatan di untirta serang. saat ini saya sedang menyelesaikan tesis saya. kalo nanti pada akhirnya ijazah saya tidak diakui, bgaimana caranya ya mas supaya saya bs sampai golongan IVa?apa bisa dengan melampirkan ijazah saya pas KP reguler sy ke IIIb) sperti contoh diatas?

wurianto saksomo mengatakan...

mestinya bisa, dan mudah-mudahan bisa

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)