Berapa standar ideal jumlah PNS di negeri ini? Bisakah ditentukan bahwa sekian PNS harus melayani sekian masyarakat? Sulit memang menentukan, karena perhitungannya menggunakan banyak parameter. Selain itu karakteristik jenis jabatan, standar kerja, luas wilayah, jumlah penduduk dalam suatu daerah juga berbeda.
Menurut data BKN Bulan Mei 2011 jumlah PNS seluruh Indonesia adalah 4.708.330. Dengan jumlah itu mereka harus melayani kepentingan 220 juta rakyat. Kendala internal yang terjadi menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi adalah distribusi pegawai belum sesuai dengan kebutuhan organisasi, penempatan pegawai dalam jabatan belum sepenuhnya berdasarkan kompetensi, kinerja PNS rendah dan tidak disiplin, penghasilan belum adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya
Otonomi daerah membawa konsekuensi penyerahan pegawai dari Pemerintah Pusat kepada Daerah termasuk dalam rekrutmen pegawai baru. Daerah juga berlomba-lomba merekrut tenaga honorer yang akhirnya mulai 2005 ratusan ribu di antaranya diangkat menjadi CPNS. Saat ini pun masih menyisakan ribuan lagi yang lain dalam istilah Kategori 1 dan Kategori 2 yang menunggu kebijakan diangkat CPNS. Bisa jadi masih ada ribuan yang non kategori juga berharap sama.
Para pakar berpendapat bahwa jumlah PNS sudah terlalu banyak, padahal pada sisi yang lain ditengarai banyak pegawai yang tidak berkinerja baik. Selain itu kebutuhan untuk pegawai banyak menyedot anggaran. Tercatat pada tahun 2011 ada 297 Daerah yang pos belanja untuk pegawai melebihi 50% dari APBD.
Lantas berapa rasio kebutuhan pegawai yang sebenarnya. Bagaimana cara menghitungnya.
1. Menghitung Jumlah Jabatan Struktural.
Menghitung jumlah jabatan struktural dalam sebuah instansi relatif lebih mudah karena standarnya satu jabatan dipegang oleh satu orang. Jabatan Kepala Dinas Pertanian pada Kabupaten BBB tentunya hanya satu orang, demikian pula pada Kota CCC yang meskipun jumlah penduduk lebih sedikit dan luas wilayahnya lebih sempit juga dipegang oleh satu orang.
2. Menghitung Jumlah Jabatan Fungsional
Menghitung jumlah jabatan fungsional disesuaikan dengan indeks atau standar yang telah ditetapkan oleh masing-masing instansi pembina. Namun sayangya tidak semua instansi pembina telah menetapkan standarnya. Akhirnya kebutuhan pegawai diserahkan ke masing-masing instansi maupun daerah. Seringkali pula dalam rekrutmen dibutuhkan jabatan-jabatan fungsional tertentu namun dalam prakteknya setelah diterima menjadi PNS mereka ditempatkan dalam jabatan fungsional umum.
Kita ambil contoh cara menghitung kebutuhan jabatan fungsional tertentu yaitu Guru dalam sebuah daerah. Instansi pembina jabatan Guru adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Standar kebutuhan Guru pada setiap jenjang pendidikan ternyata tidak sama. Kebutuhan Guru TK dihitung dengan ketentuan 1 rombongan belajar (rombel, atau lebih simpelnya sebut saja kelas) membutuhkan 1 Guru TK. Untuk SD dihitung dengan standar 1 rombel membutuhkan 1 Guru Kelas. Kemudian 1 SDN membutuhkan masing-masing 1 orang Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Jasmani, dan Guru Agama.
Untuk SMP/SMA/SMK standarnya adalah guru bidang studi dihitung dengan mengalikan jumlah jam wajib dengan jumlah rombel, kemudian dibagi 24 jam. Guru BP/BK dihitung dengan jumlah siswa dibagi 150. Ditambah 1 Kepala Sekolah tiap sekolah. Khusus guru bidang studi pada SMK lebih rumit lagi.
Ini baru contoh perhitungan kebutuhan pegawai yang menduduki jabatan Guru. Padahal jumlah jabatan fungsional tertentu ada lebih dari 100 jabatan yang masing-masing memiliki standar yang berbeda. Sedangkan untuk menghitung kebutuhan jabatan fungsional umum bisa menggunakan standar sebagaimana disebutkan dalam Kepmenpan Nomor Kep/75/Menpan/7/2004. Modelnya adalah dengan pendekatan hasil kerja, pendekatan objek kerja, pendekatan peralatan kerja, dan pendekatan tugas per tugas jabatan.
1. Pendekatan Hasil Kerja
Hasil kerja adalah produk atau output jabatan. Metoda dengan pendekatan hasil kerja adalah menghitung formasi dengan mengidentifikasi beban kerja dari hasil kerja jabatan. Metoda ini dipergunakan untuk jabatan yang hasil kerjanya fisik atau bersifat kebendaan, atau hasil kerja non fisik tetapi dapat dikuantifisir. Perlu diperhatikan, bahwa metoda ini efektif dan mudah digunakan untuk jabatan yang hasil kerjanya hanya satu jenis.
Contoh jabatan Pengentri Data. Hasil kerjanya berbentuk entrian data. Beban kerjanya adalah adanya 200 data yang mesti dientri dalam sehari. Sedangkan kemampuan rata-rata seorang pengentri adalah 30 data per hari. Dengan demikian bisa ditemukan kebutuhan pegawai dalam jabatan pengentri data, yakni jumlah seluruh beban kerja dibagi standar kemampuan rata-rata (200/30 = 6,67 atau dibulatkan menjadi 7 pegawai).
2. Pendekatan Objek Kerja
Objek kerja yang dimaksud di sini adalah objek yang dilayani dalam pelaksanaan pekerjaan. Metoda ini dipergunakan untuk jabatan yang beban kerjanya bergantung dari jumlah objek yang harus dilayani. Metode ini memerlukan informasi:
Menurut data BKN Bulan Mei 2011 jumlah PNS seluruh Indonesia adalah 4.708.330. Dengan jumlah itu mereka harus melayani kepentingan 220 juta rakyat. Kendala internal yang terjadi menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi adalah distribusi pegawai belum sesuai dengan kebutuhan organisasi, penempatan pegawai dalam jabatan belum sepenuhnya berdasarkan kompetensi, kinerja PNS rendah dan tidak disiplin, penghasilan belum adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya
Otonomi daerah membawa konsekuensi penyerahan pegawai dari Pemerintah Pusat kepada Daerah termasuk dalam rekrutmen pegawai baru. Daerah juga berlomba-lomba merekrut tenaga honorer yang akhirnya mulai 2005 ratusan ribu di antaranya diangkat menjadi CPNS. Saat ini pun masih menyisakan ribuan lagi yang lain dalam istilah Kategori 1 dan Kategori 2 yang menunggu kebijakan diangkat CPNS. Bisa jadi masih ada ribuan yang non kategori juga berharap sama.
Para pakar berpendapat bahwa jumlah PNS sudah terlalu banyak, padahal pada sisi yang lain ditengarai banyak pegawai yang tidak berkinerja baik. Selain itu kebutuhan untuk pegawai banyak menyedot anggaran. Tercatat pada tahun 2011 ada 297 Daerah yang pos belanja untuk pegawai melebihi 50% dari APBD.
Lantas berapa rasio kebutuhan pegawai yang sebenarnya. Bagaimana cara menghitungnya.
1. Menghitung Jumlah Jabatan Struktural.
Menghitung jumlah jabatan struktural dalam sebuah instansi relatif lebih mudah karena standarnya satu jabatan dipegang oleh satu orang. Jabatan Kepala Dinas Pertanian pada Kabupaten BBB tentunya hanya satu orang, demikian pula pada Kota CCC yang meskipun jumlah penduduk lebih sedikit dan luas wilayahnya lebih sempit juga dipegang oleh satu orang.
2. Menghitung Jumlah Jabatan Fungsional
Menghitung jumlah jabatan fungsional disesuaikan dengan indeks atau standar yang telah ditetapkan oleh masing-masing instansi pembina. Namun sayangya tidak semua instansi pembina telah menetapkan standarnya. Akhirnya kebutuhan pegawai diserahkan ke masing-masing instansi maupun daerah. Seringkali pula dalam rekrutmen dibutuhkan jabatan-jabatan fungsional tertentu namun dalam prakteknya setelah diterima menjadi PNS mereka ditempatkan dalam jabatan fungsional umum.
Kita ambil contoh cara menghitung kebutuhan jabatan fungsional tertentu yaitu Guru dalam sebuah daerah. Instansi pembina jabatan Guru adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Standar kebutuhan Guru pada setiap jenjang pendidikan ternyata tidak sama. Kebutuhan Guru TK dihitung dengan ketentuan 1 rombongan belajar (rombel, atau lebih simpelnya sebut saja kelas) membutuhkan 1 Guru TK. Untuk SD dihitung dengan standar 1 rombel membutuhkan 1 Guru Kelas. Kemudian 1 SDN membutuhkan masing-masing 1 orang Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Jasmani, dan Guru Agama.
Untuk SMP/SMA/SMK standarnya adalah guru bidang studi dihitung dengan mengalikan jumlah jam wajib dengan jumlah rombel, kemudian dibagi 24 jam. Guru BP/BK dihitung dengan jumlah siswa dibagi 150. Ditambah 1 Kepala Sekolah tiap sekolah. Khusus guru bidang studi pada SMK lebih rumit lagi.
Ini baru contoh perhitungan kebutuhan pegawai yang menduduki jabatan Guru. Padahal jumlah jabatan fungsional tertentu ada lebih dari 100 jabatan yang masing-masing memiliki standar yang berbeda. Sedangkan untuk menghitung kebutuhan jabatan fungsional umum bisa menggunakan standar sebagaimana disebutkan dalam Kepmenpan Nomor Kep/75/Menpan/7/2004. Modelnya adalah dengan pendekatan hasil kerja, pendekatan objek kerja, pendekatan peralatan kerja, dan pendekatan tugas per tugas jabatan.
1. Pendekatan Hasil Kerja
Hasil kerja adalah produk atau output jabatan. Metoda dengan pendekatan hasil kerja adalah menghitung formasi dengan mengidentifikasi beban kerja dari hasil kerja jabatan. Metoda ini dipergunakan untuk jabatan yang hasil kerjanya fisik atau bersifat kebendaan, atau hasil kerja non fisik tetapi dapat dikuantifisir. Perlu diperhatikan, bahwa metoda ini efektif dan mudah digunakan untuk jabatan yang hasil kerjanya hanya satu jenis.
Contoh jabatan Pengentri Data. Hasil kerjanya berbentuk entrian data. Beban kerjanya adalah adanya 200 data yang mesti dientri dalam sehari. Sedangkan kemampuan rata-rata seorang pengentri adalah 30 data per hari. Dengan demikian bisa ditemukan kebutuhan pegawai dalam jabatan pengentri data, yakni jumlah seluruh beban kerja dibagi standar kemampuan rata-rata (200/30 = 6,67 atau dibulatkan menjadi 7 pegawai).
2. Pendekatan Objek Kerja
Objek kerja yang dimaksud di sini adalah objek yang dilayani dalam pelaksanaan pekerjaan. Metoda ini dipergunakan untuk jabatan yang beban kerjanya bergantung dari jumlah objek yang harus dilayani. Metode ini memerlukan informasi:
- wujud objek kerja dan satuan;
- jumlah beban kerja yang tecermin dari banyaknya objek yang harus dilayani;
- standar kemampuan rata-rata untuk melayani objek kerja.
Misalnya jabatan Dokter. Ia bertugas melayani pasien, maka objek kerja jabatan Dokter adalah pasien. Banyaknya volume pekerjaan Dokter tersebut dipengaruhi oleh banyaknya pasien. Sebagai contoh beban kerja Dokter adalah adanya pasien yang harus dilayani sebanyak 80 orang per hari. Sedangkan kemampuan seorang Dokter dalam sehari adalah melayani pasien 25 orang. Sehingga dari sini bisa dicari kebutuhan Dokter yakni jumlah objek kerja (pasien) dibagi standar kemampuan rata-rata Dokter (80/25 = 3,2 atau dibulatkan menjadi 3 Dokter).
3. Pendekatan Peralatan Kerja
Peralatan kerja adalah peralatan yang digunakan dalam bekerja. Metoda ini digunakan untuk jabatan yang beban kerjanya bergantung pada peralatan kerjanya. Dalam menggunakan metoda ini, informasi yang diperlukan adalah:
- satuan alat kerja
- jabatan yang diperlukan untuk pengoperasian alat kerja;
- jumlah alat kerja yang dioperasikan;
- rasio jumlah pegawai per jabatan per alat kerja (RPK);
Sebagai contoh, jabatan Montir beban kerjanya bergantung pada kebutuhan kendaraan yang harus dirawat atau diperbaiki. Rumus perhitungannya adalah jumlah peralatan kerja dibagi dengan rasio penggunaan alat kerja. Misalnya bus angkutan pegawai dalam suatu institusi berjumlah 20. Sedangkan rasio penggunaan alat kerja bagi montir adalah 1 montir menangani 5 bus, sehingga bisa dihitung kebutuhan jabatan Montir adalah 20/5 = 4 montir.
4. Pendekatan Tugas per Tugas Jabatan
Metoda ini adalah metoda untuk menghitung kebutuhan pegawai pada jabatan yang hasil kerjanya abstrak atau beragam. Hasil beragam artinya hasil kerja dalam jabatan banyak jenisnya. Informasi yang diperlukan untuk dapat menghitung dengan metoda ini adalah:
- uraian tugas beserta jumlah beban untuk setiap tugas;
- waktu penyelesaian tugas;
- jumlah waktu kerja efektif per hari rata-rata.
Rumus menghitung kebutuhan pegawai dalam jabatan ini adalah dengan membagi waktu penyelesaian tugas dengan waktu kerja efektif. Dalam satu jabatan itu memiliki beberapa uraian tugas, misalnya jabatan Pengadministrasi Umum mempunyai tugas antara lain mengetik surat, mengagenda surat, mengarsip surat, melayani tamu, menyusun laporan daftar hadir, dan seterusnya yang masing-masing dihitung berapa beban kerjanya dan berapa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya