Kena ”Ranjau Darat”

Selasa, 26 April 2011

Di Jogjakarta, khususnya di Malioboro, dokar selain menjadi alat transportasi juga menjadi sarana pariwisata. Para wisatawan bisa menyewa dokar untuk menikmati keindahan kota. Dokar adalah alat transportasi tradisional yang menggunakan tenaga kuda dengan pengendali seorang sais.

Di alun-alun Madiun pernah juga tersedia dokar yang bisa disewa oleh orang-orang yang ingin menikmati keindahan kota di kala senja hingga malam hari. Dulu moda transportasi ini pernah berjaya sebelum akhirnya tergerus oleh kemajuan teknologi. Di Pasar Sleko Madiun yang dekat dengan rumah saya saat saya mesih kecil di tahun 80-an para pedagang sering memanfaatkan dokar. Berjejer dokar berparkir di sebelah selatan pasar, tepatnya di Jalan Kapuas.

Saat saya pergi berkunjung ke rumah Pak Puh (kakaknya ibu) di Magetan, dari Terminal Magetan ke Jalan Bromo rumah beliau, bersama Bu Puh saya menggunakan dokar. Dokar di sana prinsipnya mirip becak/ojek. Tanpa menunggu kursi terisi penuh oleh penumpang, sang sais bersedia mengantarkan ke alamat yang kita tuju. Beda dengan di Madiun yang harus menunggu penumpang penuh dulu, baru dokar mau jalan. Jadi, mirip angkota.

Sekarang saya tinggal di Ngawi. Saya pikir moda transportasi tradisional ini sudah punah di sini. Namun ternyata tidak. Beberapa kali saya menemui dokar di jalan-jalan mengangkut penumpang. Wah ternyata masih ada saja pelanggan setianya. Namun ada yang saya sayangkan. Yakni kotoran kuda.

Ya, kuda yang menjadi penarik dokar itu tidak diberi kantong untuk menampung kotorannya. Bisa Anda bayangkan jika ia membuang hajatnya di manapun ia suka. Dan yang sering saya lihat adalah di jalan raya. Tidak sedap rasanya dipandang mata.

Saya pernah naik motor dan kebetulan ada dokar berjalan di depan saya. Dengan tanpa rasa kemanusiaan (eit sori, mungkin rasa kebinatangan ya), si kuda membuang hajat. Dan sukseslah ban motor saya melindas ”ranjau darat” itu.

Di Jogja, baik dokar wisata maupun dokar angkutan umum telah melindungi kudanya agar tidak berak sembarangan. Caranya dengan memasang kantong di ”tempat pembuangan limbah” kuda. Dengan demikian tidak kita temui kotoran kuda di sepanjang jalan yang ia lewati. Kotoran itu pun bisa dimanfaatkan untuk pupuk juga kan.

Bupati Ngawi telah mencanangkan Gerakan Jangan Berak Sembarangan. Mudah-mudahan program ini pun juga menyasar para binatang yang mengunakan jalanan untuk mencari sesuap nasi (eh rumput).
 

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)