Lelang Jabatan

Senin, 24 Januari 2011

Menduduki jabatan struktural merupakan dambaan sebagian PNS. Dengan mempunyai jabatan maka ia akan merasa lebih tinggi kedudukannya karena ia sudah berhak memiliki anak buah yang bisa diperintah. Selain itu otomatis ia mendapatkan tunjangan jabatan yang lebih besar daripada tunjangan staf biasa. Belum lagi di tengah-tengah masyarakat akan lebih terpandang, sangat dihargai, apalagi kalau jabatannya sebagai pimpinan tertinggi di suatu instansi. Tak heran banyak orang yang mengejar-ngejar jabatan ini. Rumor yang berkembang tidak ada yang gratisan di muka bumi ini, pun dengan upaya mendapatkan sebuah posisi strategis dalam pemerintahan. Selain itu kesan ’like and dislike’ sebagai imbas pertarungan kampanye pilkada juga kuat mengental.

Secara formal Anda bisa membaca dalam PP Nomor 100 Tahun 2000 jo PP Nomor 13 Tahun 2002 jo Peraturan Kepala BKN Nomor 13 Tahun 2002 tentang jabatan struktural. Persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural adalah:
a.    berstatus PNS
b.    minimal berpangkat satu tingkat di bawah jenjang pangkat yang ditentukan
c.    memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan
d.    semua unsur penilaian prestasi kerja minimal bernilai baik dalam 2 tahun terakhir
e.    memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan
f.    sehat jasmani dan rohani

Di samping persyaratan formal di atas juga harus memperhatikan faktor senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan, dan pengalaman yang dimiliki. Namun kadang faktor senioritaslah yang menjadi faktor utama. Jadi jika ada anak muda yang punya kemampuan lumayan bagus disandingkan dengan pegawai sepuh yang sudah ogah-ogahan bekerja karena menjelang pensiun, dalam memperebutkan sebuah jabatan tertentu maka pegawai sepuhlah yang menjadi pemenang. Dalam birokrasi pemerintahan hal demikian amat wajar dan nyata. Namun jika hal ini diterapkan di perusahaan swasta, tunggulah masa kehancurannya.

Saya akan melemparkan wacana yang saya akui ini bukan ide orisinil saya. Yakni tentang lelang jabatan di dalam birokrasi pemerintahan. Saya akui ide ini masih jauh untuk diterapkan karena saking kuatnya budaya yang selama ini masih mengakar. Tapi biarlah wong namanya baru wacana, siapa tahu bulan depan, tahun depan, sewindu depan, seabad depan bisa diterapkan di daerah saya. Yang perlu dilakukan pertama kali adalah kemauan kuat dari kepala daerah, selanjutnya pelaksana akan mengikuti.

Lalu bagaimana teknisnya. Yang pertama adalah adanya transparansi. Buat pengumuman terbuka tentang adanya jabatan-jabatan yang lowong yang harus segera diisi. Semua pegawai bisa mendapatkan akses untuk informasi ini. Persyaratan minimal memang harus sesuai dengan peraturan kepegawaian misalnya berstatus PNS, pangkatnya terpenuhi, prestasi kerja baik, sehat jasmani dan rohani, dan lain-lain. Kalau perlu ditambah dengan syarat pendidikan formal tertentu. Namun yang tak kalah penting ia harus memiliki visi dan misi tentang jabatan yang diincarnya, yang akan saya jelaskan pada langkah berikutnya.

Kedua, berikan kesempatan kepada semua pegawai yang memenuhi persyaratan untuk mendaftar. Proses pendaftaran pun harus bersih dari KKN, kalau bisa menggunakan sistem online, jadi pendaftar tidak ketemu langsung secara fisik dengan panitia.

Ketiga, pendaftar harus mempunyai visi dan misi tentang jabatan yang diincarnya serta program kerja yang akan diterapkan jika kemudian ia terpilih dalam jabatan tersebut. Bagaimana caranya? Caranya pendaftar harus membuat makalah. Makalah ini harus ia presentasikan dalam tahapan seleksi. Juga menjadi semacam kontrak jabatan dengan Kepala Daerah. Suatu saat Kepala Daerah bisa mengevaluasi kinerjanya jika tidak sesuai antara janji dengan kenyataan.

Keempat, pendaftar yang sudah memenuhi persyaratan (selanjutnya disebut dengan peserta) harus melalui tahapan seleksi. Seleksi ini meliputi seleksi Tes Potensial Jabatan dan seleksi Presentasi. Biar aman dan tidak dititipi oleh kepentingan macam-macam, seleksi ini melibatkan perguruan tinggi. Di Ngawi PTN yang dekat adalah UNS, Unair, ITS, dan Unibraw. Namun saya cenderung memilih UGM. Kenapa? Tidak apa-apa, hanya karena UGM merupakan kampus terbesar yang terdekat.

Tes Potensial Jabatan (TPJ) ini mirip dengan Tes Potensial Akademik (TPA), tes untuk masuk S2/S3. Jika TPA fungsinya mengukur kemampuan calon mahasiswa yang akan menempuh pendidikan maka TPJ ini untuk mengukur kira-kira kemampuan peserta tersebut ketika menduduki suatu jabatan mampu atau tidak. Selanjutnya presentasi adalah tahapan bagi peserta untuk menawarkan konsepnya jika terpilih menduduki jabatan.

Kelima, nama-nama yang lulus seleksi diserahkan ke Kepala Daerah untuk disetujui menduduki jabatan struktural.

Gagasan yang utopi? Mungkin. Tapi jika ini telah menjadi kenyataan akan bisa merubah nasib banyak orang yang memang benar-benar bekerja, tidak memandang ia kaya atau miskin. Saya membayangkan seorang pegawai rendahan yang tugasnya sehari-hari hanya membersihkan kantor, karena mempunyai kemauan yang kuat untuk belajar serta mempunyai konsep yang bagus dalam pemerintahan, suatu saat menjadi pejabat Eselon II/a, eselon tertinggi di kabupaten.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Mungkin Jokowi membaca wacana anda :)

wurianto saksomo mengatakan...

hahaha... bisa aja njenengan mas/mbak

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)