Sanksi Guru (Terlapor) Cabul

Kamis, 05 April 2012

Dunia persilatan geger. Wiro Sableng dilaporkan ke polisi karena mencabuli anak buahnya sendiri. Nggak lucu, nggak gitu ceritanya. Yang benar adalah dunia pendidikan geger. Satu lagi cerita tentang guru masuk koran. Seorang guru SMP di Ngawi berbuat tidak senonoh terhadap anak di bawah umur. Berbuat cabul. Tragisnya anak itu muridnya sendiri. Keluarga si korban melaporkan ke polisi. Demikian koran memberitakan kira-kira dua minggu yang lalu. Geger lagi kan.

Tak pelak banyak kalangan menyayangkan kisah ini. Pendidik yang seharusnya menjadi contoh malah berbuat tidak terpuji. Dinas Pendidikan yang menaungi  sekolah-sekolah bereaksi bakal membebaskan sang terlapor dari jabatannya sebagai guru. Kabarnya dinas tersebut malah sudah mengusulkan ke Bupati. Tak mau kalah Inspektur saat diwawancarai koran mengeluarkan ancaman bahwa yang bersangkutan bakal dipecat.

Sama seperti kasus-kasus sebelumnya. Ketika ada PNS yang diberitakan melakukan perbuatan asusila maupun pidana maka bakal banyak yang reaktif. Mestinya kan responsif. Beda lho reaktif dengan responsif. Apa coba?! Responsif itu tanggap. Sedangkan reaktif itu tempat membuat bom nuklir, halah itu kan reaktor. Lho reaktor kan pimpinan universitas, halah malah ndladrah. Hehehe....

Tulisan ini tidak bermaksud untuk membela perbuatan asusila. Bagaimanapun perbuatan tercela patut untuk mendapatkan balasan. Tulisan ini hanya mendudukkan sesuatu sesuai dengan prosedur dan proporsional. Jujur, ketika ada instansi pengawasan pemerintahan gembar-gembor bakal memecat pegawai nakal, saya salut, cuma di dalam hati masih ada rasa bingung. Karena kenyataannya tidak seperti itu. Soalnya ada kok yang malah sudah dipenjara setelah bebas tidak diapa-apakan. Dan anehnya kerja lagi seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi ancam-mengancam sepertinya memang perlu, untuk mengingatkan kepada pegawai lain agar tidak mencoba-coba bermain dengan api.

Sebenarnya memvonis seseorang sebelum diketahui kesalahannya bukanlah hal yang bijaksana. Bahkan di sidang pengadilan saja perlu dijunjung asas praduga tak bersalah. Seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada vonis yang menentukan. Demikian juga kasus di atas, padahal jajaran pemerintah tidak menangani perkara pidana karena memang bukan kewenangannya. Perhatikan alurnya. Ada PNS guru. Dilaporkan melakukan perbuatan tercela ke polisi. Masuk koran. Diberhentikan dari jabatannya oleh kantor. Diancam dipecat.

Sayang tidak ada konfirmasi dari si wartawan kepada si terlapor. Bisa jadi versinya berbeda. Saya sendiri tidak mengenal sang guru. Saya juga tidak ada kaitan dengan keluarga pelapor. Kalau memang  kejadian itu benar ada, kita harapkan sang guru dengan jantan bertanggung jawab.

Namun lepas dari perbuatan itu benar atau tidak mari kita cermati. Data-data yang ada memang berasal dari pemberitaan di media massa (koran). Lalu bisakah dengan landasan sebuah berita, seorang PNS dibebaskan dari jabatan? Atau malah dipecat?

PNS yang baru diduga melakukan perbuatan pidana dan ditahan oleh aparat penegak hukum saja masih diberi nafas. Ia tidak langsung dipecat. Selama proses pemeriksaan, penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan ia hanya dibebaskan sementara dari jabatannya. Syaratnya ya itu tadi, harus ditahan. Itu pun sebenarnya tidak wajib, tergantung pimpinan tertinggi instansinya, kecuali pidana yang berkaitan dengan kejahatan dalam jabatan.

Dalam kasus di atas (laporan guru cabul) ternyata masih dalam proses penyelidikan polisi. Masih dicari delik pidananya. Artinya belum ada tersangka. Sang guru pun belum ditahan. Maka ketika instansi membebaskannya dari jabatan itu terlalu prematur. Padahal sang guru yang dilaporkan itu belum dimintai klarifikasi. Tidak ada landasan hukum yang kuat. Satu-satunya landasan karena (mungkin) kasusnya terlanjur masuk koran.

Hanya ada lima alasan guru dibebaskan sementara dari jabatannya, pertama karena dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa jenis hukuman disiplin penurunan pangkat. Kedua, diberhentikan sementara sebagai PNS karena ditahan oleh aparat yang berwajib dengan tuduhan terlibat dalam tindak pidana. Ketiga, ditugaskan secara penuh di luar jabatan guru, misalnya guru yang diberi jabatan sebagai Kepala Dinas. Keempat, cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya. Kelima, tugas belajar lebih dari 6 bulan.

Kalau hanya dengan berita dalam koran seorang PNS (dalam contoh ini adalah guru) dapat dibebaskan dari jabatannya bahkan boleh jadi dipecat, maka ini bisa menjadi preseden yang tidak baik. Artinya kasus seperti ini bisa saja menimpa siapa saja dengan kasus apa saja. Tarus contoh, ada PNS yang terlibat persengketaan dengan orang lain kemudian difitnah melakukan perbuatan melanggar hukum. Si pemfitnah menyebarkan ke media massa, misalnya. Maka kalau para pemegang kebijakan di pemerintahan bersikap reaktif, dipecatlah si PNS tadi. Padahal belum tentu ia bersalah, wong baru berita di koran kok.

Mari bersikap proporsional. Responsif, bukan reaktif. Bahasa sederhananya utamakan kebutuhan, bukan keinginan. Perintah Baginda Nabi, segerakan tapi jangan tergesa-gesa. Hehehe... malah nggak nyambung blas, kuwi rak yen arep rabi.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Yang perlu saya tanyakan, apa anda sebelum menulis komentar di atas juga sudah mencari tahu duduk persoalannya ? kejelasan kasusnya dll...Jangan hanya asal tulis Boss...cari Tahu tuu..jadi..benar-benar proposional, anda ini sok menjadi orang yang proposional tapi tak tahu makns proposional, sok adil tapi tidak memahami makna adil..introspeksi Boss...

wurianto saksomo mengatakan...

emang duduk persoalannya gimana bro sist?
sy gk nyoroti kasus asusilanya, itu urusan polisi. pemda juga lbh mudah, tinggal nunggu hasil dr pengadilan.
sy hanya nyoroti alasan apa yg melandasi seorang pns fungsional dibebaskan dr jabatannya sebelm ada putusan. mari berdialektika.

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)