Demo Pengangkatan PNS

Rabu, 15 Desember 2010

Ribuan perangkat desa kemarin hari Senin 13 Desember 2010 berdemo di depan kantor Kementerian Dalam Negeri Jakarta. Demo sempat berjalan panas, karena belum ada pejabat yang menemui. Mereka pun menutup jalan sehingga terjadi kemacetan luar biasa. Tak urung aksi mereka sangat mengganggu pengguna jalan. Beberapa di antara para pendemo melemparkan baju seragam mereka di pagar kantor. Bahkan ada juga yang membakar baju seragam. Mereka menuntut agar statusnya dinaikkan menjadi PNS.

Jika tuntutan ini dikabulkan bukan tidak mungkin di kemudian hari akan ada demo-demo lain yang menuntut hal serupa. Para Ketua RW dan Ketua RT juga menuntut diangkat menjadi PNS. Toh mereka juga melayani masyarakat, bahkan tanpa digaji dan diberi tanah bengkok. Berikutnya ibu-ibu pengurus Dasa Wisma juga menuntut hal yang sama. Ibu-ibu pengurus Posyandu juga minta dinaikkan statusnya. Wah enak nih. Istri saya yang jadi bendahara Dasa Wisma dan mertua saya yang jadi pengurus RT bisa jadi PNS dong.  

Fenomena apa ini? Sepertinya status menjadi PNS menjadi jaminan/garansi untuk mendapatkan kesejahteraan hidup. Memang menjadi PNS paling tidak mendapatkan gaji tetap setiap bulan, ditambah tunjangan untuk anak dan istri, asuransi kesehatan, serta jika sudah berhenti menjadi PNS akan mendapat hak pensiun seumur hidup. Inilah yang barangkali menjadi salah satu pendorong para perangkat desa melakukan demo.

Perangkat desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa lainnya seperti Kaur (Kepala Urusan). Sebenarnya untuk upah mereka menjabat sebagai perangkat desa sudah disediakan tanah bengkok. Dengan tanah bengkok itulah mereka memperoleh salah satu sumber sumber penghidupan. Jadi sebenarnya mereka tidak sama sekali tidak mendapatkan upah, cuma besarnya upah tersebut belum tentu sama setiap bulan. Bahkan mungkin kalau dari hasil mengelola tanah bengkok tersebut bagus, bukan tidak mungkin penghasilannya jauh lebih besar daripada gaji seorang PNS.

Selain itu ada pula persolan lain yang melatarbelakangi tuntutan mereka untuk diangkat menjadi PNS, yakni kecemburuan terhadap sekretaris desa. Dulu sekretaris desa merupakan bagian dari perangkat desa yang mempunyai status sama dengan perangkat desa lainnya. Sekarang sekretaris desa diangkat langsung menjadi PNS, tanpa melalui tes dan tanpa melalui masa percobaan sebagai Calon PNS. Perangkat desa pun menuntut persamaan agar diperlakukan sama dengan sekretaris desa.

Sebelum ada program dari pemerintah pusat untuk mengangkat perangkat desa langsung menjadi PNS, sudah ada program pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS. Para tenaga honorer terhitung cukup rajin berdemo di Jakarta menuntut kesejahteraan dengan cara diangkat menjadi PNS. Tenaga honorer merasa telah turut menyukseskan program-program pemerintah sehingga perlu dihargai jasa-jasa mereka. Hal ini pula yang turut menginspirasi perangkat desa untuk menuntut hal yang sama. Mereka juga turut berjasa dalam melaksanakan program pemerintah, terutama di desa masing-masing.

Wah kalau begitu, seharusnya tidak hanya tenaga honorer dan perangkat desa saja yang layak diangkat menjadi PNS. Banyak profesi lain yang juga turut membantu menyukseskan program pemerintah. Misalnya mbok-mbok pedagang kecil yang berjualan di pasar, mereka juga turut membantu program pemerintah dalam bidang ekonomi. Para pegawai koperasi, penjahit, tukang parkir, satpam, nelayan, kuli angkut, kernet, secara langsung maupun tidak langsung mereka juga turut menyukseskan program pemerintah. Paling tidak kalau mereka tidak menganggur, mereka tidak membebani pemerintah. Harusnya mereka semua juga harus diangkat menjadi PNS, sehingga negeri tercinta ini menjadi NEGERI PNS!

Kalau saya boleh menilai, sebenarnya tuntutan para perangkat desa itu adalah keinginan untuk dapat hidup lebih sejahtera. Hal ini pun sebenarnya menurut saya kontradiktif, paling tidak di daerah tempat saya tinggal. Kepala desa dipilih oleh rakyat desa dengan melalui pemilihan secara langsung. Dalam arena pilkades tersebut cukup kental aroma money politic. Setiap calon harus menyediakan dana yang sangat besar, di antaranya untuk dibagi-bagikan kepada para pemilih. Jutaan rupiah dikeluarkan untuk menduduki kursi sebagai perangkat desa, terutama kepala desa. Setelah terpilih menjadi kepala desa, mereka merasa hidupnya kurang sejahtera. Aneh sekali.

Asumsi bahwa dengan diangkat menjadi PNS adalah satu-satunya solusi untuk meningkatkan kesejahteraan menurut saya kurang tepat. Kenapa tidak dipikirkan cara lain tanpa harus menuntut menjadi PNS. Banyak orang menjadi kaya tanpa harus ia menjadi PNS. Ia berusaha dengan sekuat tenaga, menggunakan segala upaya sehingga berhasil dalam hidupnya.

Menurut saya cara untuk meningkatkan kesejahteraan perangkat desa adalah dengan pemberian jaminan sosial, asuransi kesehatan, penghasilan di atas UMR, kemudahan akses pendidikan dan beasiswa bagi anak-anaknya, kemudahan akses kredit, dan lain-lain. Jadi tidak melulu menuntut menjadi PNS. Sudah terlalu gemuk negeri ini dengan banyaknya PNS sehingga perlu dirampingkan.

Atau dengan cara solusi yang amat ekstrim. Hapus saja keberadaan desa di seluruh Indonesia. Ganti saja desa dengan kelurahan. Dengan demikian Kepala Desa dan perangkatnya diganti dengan Lurah dan pegawai kelurahan yang notabene PNS. Itu kalau memang semua ingin jadi PNS. Pripun? Ini hanya sekedar wacana lho, jangan diartikan lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)