Implikasi SE Menpan Nomor 05 Tahun 2010 Di Daerah

Senin, 16 Agustus 2010

Adanya SE Menpan Nomor 05 Tahun 2010 tanggal 28 Juni 2010 membawa setitik harapan bagi tenaga honorer yang tercecer pada pemberkasan tahun 2005 s.d. 2010. Dengan adanya SE ini pemda-pemda diminta melakukan pendataan dengan acuan berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 2005 jo PP Nomor 43 Tahun 2007. Dalam PP tersebut tenaga honorer yang memenuhi persyaratan bisa diangkat menjadi CPNS tanpa harus melalui seleksi/tes. Sebuah ”kemurahan hati yang luar biasa”  karena ada pemerintah yang mengangkat warganya menjadi pegawai tanpa bersusah payah berkompetisi, padahal mereka menjadi pegawai honorer pun tanpa melalui seleksi.

Implikasi/pelaksanaan SE tersebut pun luar biasa. Ada daerah yang tenaga honorernya berunjuk rasa karena merasa adanya ketidakadilan pada ketentuan dalam SE tersebut. Ada juga segelintir tenaga honorer yang melakukan manipulasi agar bisa masuk kriteria. Manipulasi, rekayasa, kebohongan, munafik, hipokrit, tidak jujur, curang, pemalsuan, imitatif, fiktif selalu mewarnai perjuangan menjadi CPNS selain suap, sogok, lobi, calo, intrik, jatah.
Inilah kisah segelintir tenaga honorer di Kabupaten Antah-berantah yang diceritakan Si Fulan. Kejujuran menjadi barang yang langka. Semua cara digunakan untuk bisa diangkat menjadi abdi negara. Namun demikian masih ada segelintir orang yang tidak ikut-ikutan. Baginya buat apa kebohongan dipelihara terus-menerus. Tetapi kisah orang-orang jujur kadangkala tragis. Sing jujur ajur (yang jujur menjadi hancur). Sedangkan yang berbuat curang malah disokong buktinya mendapatkan legalisasi dari pimpinan. Mata, telinga, hati telah beku.
Pertama, manipulasi SK Kontrak. Tahun pada SK Kontrak telah ditip-ex kemudian diganti sendiri. Ada juga yang diganti langsung pada tahunnya. Seharusnya tahun 2006 diganti dengan tahun 2005.
Kedua, manipulasi fotocopy SK kontrak. SK Kontrak yang asli tertulis ijazahnya sarjana. Namun fotocopy SK kontrak yang dilampirkan tertulis ijazahnya SMA. Setelah disuruh membawa SK Kontrak yang asli terbukti bahwa fotocopy SK Kontrak yang dipakai untuk pendataan telah direkayasa (dihapus kemudian diganti sendiri).
Ketiga, pemalsuan SK Kontrak. Sebenarnya ia tidak mempunyai SK Kontrak tahun 2005 namun memalsukannya. Caranya dengan memfotocopy SK tahun sesudahnya (SK setahun atau dua tahun berikutnya) kemudian tahun SK dan tahun TMT SK diganti dengan tahun 2005, difotocopy lagi dimintakan legalisir, beres. Namun sepandai-pandainya merekayasa bukti fisiknya masih terlihat. Bila ditanya mana SK aslinya, maka ia akan menjawab sudah hilang.
Keempat, tidak sinkron antara SK Kontrak dengan ijazah. Beberapa honda memiliki SK Kontrak tahun 2005 dengan TMT 1 Januari 2005 dan berijazah SMA. Kalau tidak curiga kita akan percaya saja bahwa mereka memang bekerja sejak 1 Januari 2005. Namun lihatlah ijazah mereka. Ternyata mereka baru lulus SMA pada Bulan Juni/September  2005. Tidak logis kan? Tidak mungkin mereka bersekolah sambil bekerja. Ada lagi yang kuliahnya lulus pada tahun 2006 di kota yang jauhnya perjalanan naik bis memakan waktu 5 jam, namun sudah memiliki SK Kontrak tahun 2005. Aneh bin ajaib, sakti sekali dia.
Kelima, manipulasi pembuatan SK Kontrak baru. Sebenarnya sejak awal ia memang tidak mempunyai SK Kontrak namun dibuatkan SK Kontraknya sejak tahun 2005 sampai dengan sekarang. Maksudnya SK-nya dibuat dan ditandatangani sekarang namun tahun SK-nya dibuat tahun-tahun yang lalu, sehingga seolah-olah SK tersebut dibuat pada tahun yang tertera pada SK.
Keenam, manipulasi fotocopy ijazah. Di dalam fotocopy ijazah yang digunakan untuk pendataan pada tahun lahir ada tanda telah diganti. Hal ini bisa dibuktikan jika ijazah yang asli dilihat dan disandingkan dengan fotocopy ijazah yang digunakan untuk pendataan.
Ketujuh, manipulasi surat keterangan pengganti ijazah. Karena mungkin tahun kelahiran yang aslinya adalah sebelum 1960 (sehingga tidak memenuhi persyaratan pendataan) maka direkayasa dengan membuat surat keterangan pengganti ijazah. Ijazah yang asli diakukan telah rusak/hilang. Dalam surat keterangan tersebut tahun kelahiran dibuat setelah 1960. Rekayasa ini bisa dibongkar dengan meminta Akta Kelahiran/KTP/KK dari yang bersangkutan, kemudian disandingkan, pasti yang asli adalah tahun lahir pada Akte Kelahiran/KTP/KK (namun bisa saja ia sudah sempat mengganti semuanya). 
Kedelapan, manipulasi kejujuran. Artinya secara fisik mereka bisa membuktikan adanya dokumen SK namun sejatinya mereka telah melakukan kebohongan. Ada yang bersaksi bahwa mereka sebenarnya baru menjadi honda (honorer daerah) tidak mulai Januari 2005, namun setelahnya, bahkan mungkin pada tahun 2006 atau 2007 atau bisa jadi setelahnya. Namun mereka bersikukuh sejak Januari 2005-lah mereka bekerja, disumpah pun mereka berani (karena sudah ada beking di belakang mereka, kabar-kabarnya sih anggota dewan ”terhormat”, wallahu a’lam).
Memang ada cara untuk menghentikan segala manipulasi ini. Yaitu dengan mensyaratkan kepada mereka untuk mengumpulkan bukti SPJ penerimaan honor, SPM, DPA, mulai Januari 2005 sampai dengan sekarang. Namun hal ini pun tidak akan menjadi masalah besar bagi mereka. Logikanya untuk hal-hal di atas saja mereka berani dan bisa memanipulasi, untuk persyaratan yang lain pun mereka akan melakukannya. Seseorang yang telah melakukan kebohongan akan menutupinya dengan kebohongan berikutnya, begitu seterusnya. Tentunya mereka tidak mungkin bermain sendirian, pasti ada orang di belakangnya (beking). Entah itu atasannya, bapaknya, ibunya, kerabatnya, anggota dewan, LSM, entahlah, wallahu a’lam.
Sebagian telah mengakui kesalahannya. Namun sebagian yang lain tetap kukuh dengan pendiriannya. Menjadi PNS adalah harga mati, tidak bisa ditawar-tawar lagi, apapun caranya, halal atau haram tidak peduli.
Demikianlah kisah nyata yang diceritakan oleh Si Fulan di Kabupaten Antah-berantah. Si Fulan ini membagi ceritanya agar menjadi pelajaran bagi daerah-daerah lain. Mau mengadu, ia pun dalam posisi dilema. Mau melapor ke instansi pengawasan internal, jelas tidak mungkin karena ada kepentingan di dalamnya (pegawai hondanya juga termasuk yang bermasalah di atas, namun mendapat acc dari pimpinannya). Mau melapor ke bupati, malah jadi runyam, bupati merasa ada aib di pelupuk matanya. Mau melapor ke dewan, lha wong yang menjadi beking anggota dewan, apa malah nggak dimakan nantinya. Mau melapor kepolisian dan kejaksaan, wah malah nanti disantap mafia hukum.
Lebih baik mengadu langsung saja kepada Allah. Ya Allah tunjukkanlah yang benar itu  benar, sedangkan yang salah itu benar-benar salah. La ilaha illa anta, subhanaka inni kuntu minadz dzalimin. 

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)