Berebut Jabatan

Senin, 27 Februari 2012

Di mana-mana tampaknya sama, orang senang mendapatkan jabatan. Terutama di lingkungan kerja, apalagi birokrasi alias pemerintahan. Jika tak mendapatkan maka orang ramai-ramai memperebutkan atau mengejarnya. Apa yang salah? Tidak ada. Hanya kalau cara memperolehnya ditempuh dengan tidak baik, maka hasilnya juga tidak baik. Cara tak baik itu misalnya dengan menyuap/menyogok, menipu, adu domba, membohongi, pergi ke dukun, minta bantuan jin, nyantet, melet, dll-dsb-dst. Sesuatu yang halal namun cara memperolehnya dengan cara yang tak halal, tentunya jauh dari keberkahan. Bukan begitu kawan?

Jabatan, sebagai PNS, terbagi atas jabatan fungsional dan struktural. Jabatan fungsional itu pun masih terbagi lagi menjadi fungsional tertentu dan fungsional umum. PNS yang menduduki fungsional tertentu pelaksanaan kerjanya diukur dengan angka kredit, contohnya adalah guru, perawat, dan penyuluh. Kebanyakan PNS, terutama di daerah, cenderung ingin memiliki jabatan struktural. Alasannya (mungkin) karena ia bisa mempunyai bawahan selain juga (tentunya) memperoleh tunjangan yang lumayan. Belum lagi rasa terhormat atawa nama harum di mata masyarakat. Ciri khas jabatan struktural ini ditandai dengan istilah ”KEPALA”. Misalnya Kepala Dinas, Kepala Badan, Kepala Kantor, Kepala Bagian, Kepala Bidang, Kepala Seksi, Kepala Sub.

Namanya Kepala, tentunya letaknya paling atas. Siapa yang menjadi bawahan? Siapa yang menjadi kaki (tangan)? PNS non struktural maupun non fungsional tertentu, alias fungsional umum, atau bahasa lazimnya adalah staf. Staf-lah orang yang sering diperintah-perintah. Disuruh mengerjakan ini-itu. Repotnya, kalau stafnya cerdas yang mendapatkan promosi atasannya. Sebaliknya, jika ada kesalahan dalam urusan kantor yang jelas-jelas itu tanggung jawab atasan, justru yang disalahkan stafnya. Yah begitulah, sistem birokrasi di negeri ini. Tahu sendiri kan. Namun memang tidak semuanya bisa digebyah-uyah sama.

Paling tidak inilah beberapa cara seorang PNS diangkat menjadi pejabat (struktural).
Pertama, mempunyai kompetensi. Pas, ketika ada jabatan yang lowong, pas ada orang yang sesuai mengisinya. Bisa jadi latar pendidikanya juga sesuai. Bisa jadi prestasinya juga tak diragukan lagi. Intinya pemerolehan jabatan itu memang karena kemampuan dari yang bersangkutan.

Kedua, balas budi politik. Hal yang paling mudah ditandai dari otonomi daerah adalah pemilihan kepala daerah secara langsung. Asas pemilu yang jujur dan adil dalam prakteknya diwarnai dengan permainan kotor. Salah satu contohnya (dan ini paling merata di seluruh daerah) adalah pelibatan aparat pemerintah dalam mendukung (baca: memenangkan) calon, terutama petahana. Parahnya lagi itu dengan memanfaatkan sumber daya kantor, mulai dari bumi, air, udara. Nah, menangnya sang kandidat yang disokong oleh aparat pemerintah berkonsekuensi pada pemberian jabatan tertentu sebagai balas jasa.

Ketiga, menyuap, menyogok, memberi upeti, transfer dana, nyagoni, atau istilah lain yang semakna. Hampir sama dengan rekrutmen CPNS, aroma uang dalam memdapatkan jabatan di pemerintahan banyak disinggung-singgung masyarakat. Satu kursi jabatan baru dihitung sekian juta. Jika geser ke kursi lain setor sekian juta. Jika ingin promosi lebih mahal lagi upetinya. Selain itu tergantung siapa yang membawa. Entah benar atau tidak. Entah itu rumor, desas-desus, isu, gosip, namun semuanya laksana buang angin. Terasa baunya, namun tak jelas wujudnya. Orang yang melakukannya, pasti tak akan terang-terangan mengakuinya. Jelas, sebenarnya ia tahu kalau itu salah.

Keempat, nasib. Nasib? Ya, nasib. Nasib baik yang mengantarkannya menduduki jabatan. Bukan karena ia berkompeten, bukan karena ia tim sukses kampanye, dan bukan karena ia ikut-ikutan jadi penyuap. Masak sih bisa? Ya bisa saja, malah sangat bisa. Sistem promosi (dalam hal pengangkatan jabatan) birokrasi negeri ini hingga sementara ini, lebih menekankan sisi senioritas. Tak usah mengembangkan diri dengan prestasi, bila nasib baik menghampiri, jabatan tak kan lari dikejar. Hal ini mirip dengan sistem kenaikan pangkat dan penggajian PNS. Yang rajin dan malas akan menerima hasil yang sama jika telah pada waktunya.

Sekian dulu, sementara baru empat yang bisa saya sampaikan. Silakan Anda tambahi sendiri cara-cara memperoleh jabatan.

2 komentar:

kidulratan.com mengatakan...

sangat menarik sobat.... mampir ke blog saya ya bos kita ngopi bareng...

KIDULRATAN.COM

Anonim mengatakan...

Maaf ya.. Birokrasi Ngawi mengedepankan Right man on the right place,..jd sesuai dng slogannya Ngawi Ramah..hehe..Double thumb Buat Mas Wury..salam.

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)