Uang Negara Dirampok

Selasa, 19 Juni 2012

Kompas tanggal 14 Mei 2012 memberitakan Badan Pemeriksa Keuangan menilai ada pemborosan anggaran pemerintah pusat dan daerah dari sisi perjalanan dinas pegawai. Pemborosan terjadi di semua kementerian dan lembaga pemerintah. Persentase diperkirakan mencapai 40 persen dari total anggaran perjalanan dinas setahun sekitar Rp 18 triliun. Penyebabnya, antara lain adalah perjalanan dinas masih disalahgunakan sebagai kegiatan dan sarana pengumpulan dana taktis pegawai, misalnya untuk makan dan tambahan penghasilan pegawai.

Modus pemborosan anggaran dengan indikasi manipulasi untuk pengumpulan dana taktis itu dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara fiktif, nonfiktif, dan penggelembungan biaya (mark up). Pertama, modus pemborosan dengan cara fiktif dilakukan dengan cara memalsukan tiket pesawat dan kartu naik pesawat (boarding pass). Tiket dan kartu naik pesawat palsu diperoleh dari biro atau agen perjalanan. Kedua, modusnya nonfiktif. Perjalanan dinasnya tetap ada, tetapi pertanggungjawabannya tidak sesuai. Modus ketiga dilakukan dengan cara menyusun anggaran perjalanan dinas yang nilainya diperbesar.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan di Jakarta, menegaskan, korupsi dana perjalanan dinas oleh pegawai negeri sipil (PNS) secara perseorangan bisa jadi tidak terlalu besar jumlahnya. Namun, karena dilakukan secara masif di lingkungan birokrasi, penyimpangan ini menyebabkan anggaran APBN untuk biaya perjalanan PNS melonjak.

Menurut Yuna, sistem belanja perjalanan dinas memang menjadi ajang ”bancakan” birokrasi. Tren anggaran perjalanan dinas sejak  2009 terus naik. Pada APBN 2009 dianggarkan Rp 2,9 triliun. Pada APBN-P 2009 menjadi Rp 12,7 triliun, tetapi realisasinya membengkak menjadi Rp 15,2 triliun. Pada APBN 2010 pemerintah menetapkan anggaran perjalanan dinas PNS Rp 16,2 triliun. Namun, pada APBN-P 2010 naik menjadi Rp 19,5 triliun dan realisasinya Rp 18 triliun. Pada APBN 2011 dianggarkan Rp 24,5 triliun dan APBN-P 2011 sebesar Rp 23,9 triliun.

Kenapa ada penyimpangan? Pertama, karena keinginan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara yang seolah-olah legal. Alasan ini lebih berpulang pada sikap pribadi, mungkin karena desakan ekonomi, kebutuhan akan gaya hidup, atau sebab yang lain. Kedua, adanya kebutuhan akan biaya taktis. Biaya ini tidak resmi dianggarkan tapi keberadaannya dibutuhkan oleh setiap instansi. Apa contohnya? Biaya syukuran, setoran ke pihak tertentu, biaya iklan media, biaya sosial, sumbangan, tunjangan hari raya, dan sebagainya. Berbeda dengan alasan pertama yang lebih bersifat personal, alasan kedua ini bersifat sistemik.

Kalau alasan pribadi mudah saja diberantas, tinggal diperingatkan, kalau bandel dipecat. Tapi kalau sudah sistemik susah sekali, karena terjadinya penyimpangan berasal dari atas, terbudaya secara lama, dan diturunkan dari generasi ke generasi. Betapa susahnya pegawai di tataran bawah. Yang terima uang atasan, sedangkan yang mesti bertanggung jawab bawahan. Melakukan dituduh menyimpang, menolak dianggap tak loyal. Tak adil rasanya. Instansi pengawasan hampir tak ada taring dengan fenomena ini, buktinya tiap tahun ada temuan BPK. Jangan-jangan malah ikut bermain.

Apa yang musti dilakukan? Seorang pejabat BPK menyatakan, langkah lain yang harus dibudayakan untuk mengurangi pemborosan anggaran yang berindikasi manipulasi adalah perlu dicoba adanya peniup peluit (whistle blower) di kalangan pegawai. Peniup peluit adalah orang yang menyingkapkan aib semisal di pegawai negeri. Namun, kalau biasanya satu ruangan di kementerian atau lembaga pemerintah itu, semuanya ikut-ikutan. Kalau ada yang berbeda, bisa dikucilkan atau dipindahkan ke bagian lain.

Ampun, susah lagi deh. Reformasi tampaknya hanya fatamorgana. Saya berharap moga-moga tak ada lagi pemotongan ilegal anggaran. Selaksa nyanyian sunyi di padang pasir.

1 komentar:

Nurfani mengatakan...

Wah ada ada saja dirampok. Sungguh mereka yang melakukan ini harus dihukum degan sepantas-pantasnya,

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)