Pencopotan Jabatan Guru

Jumat, 11 Mei 2012

Yang perlu saya tanyakan, apa anda sebelum menulis komentar di atas juga sudah mencari tahu duduk persoalannya ? kejelasan kasusnya dll...Jangan hanya asal tulis Boss...cari Tahu tuu..jadi..benar-benar proposional, anda ini sok menjadi orang yang proposional tapi tak tahu makns proposional, sok adil tapi tidak memahami makna adil..introspeksi Boss...

Kalimat di atas merupakan komentar terhadap tulisan saya yang berjudul Sanksi Guru (Terlapor) Cabul. Saya perlu meluruskan karena seolah-olah saya dianggap memihak guru yang berbuat asusila terhadap muridnya. Padahal bukan itu masalahnya. Di awal tulisan telah saya singgung bahwa perbuatan asusila pantas mendapatkan balasan. Balasan itu, baik secara pidana yang merupakan tugas aparat hukum, maupun secara kepegawaian yang merupakan urusan instansi guru tersebut. Bahkan masyarakat pun biasanya turut menjatuhkan hukuman berupa sanksi sosial. Dan, Tuhan yang akan membalasnya di akherat kelak.

Oke, clear kan. Untuk masalah pidananya kita tunggu hasil kerja aparat hukum. Hingga saat ini tidak ada lagi pemberitaan di media massa, padahal dari situlah salah satu sumber informasi yang bisa kita dapatkan. Sudah lebih dari dua bulan ternyata belum jelas sudah sampai di mana kasusnya. Munculnya berita di awal tentang kasus ini masih berupa pengaduan. Padahal masih ada beberapa tahap. Penyelidikan, penyidikan, penahanan, persidangan, putusan pengadilan, pelaksanaan putusan, itulah beberapa tahapan yang mesti dilalui. Sampai di manakah? Saya tak mau repot-repot untuk mendatangi kantor polisi, kejaksaan, pengadilan, atau rumah tahanan untuk sekedar menanyakan. Buat apa? Bukan urusan saya, kok. Famili saja kagak.

Mari kita soroti proses kepegawaian yang menyertai kasus ini. Sang guru ternyata sudah dicopot dari jabatannya sebagai guru oleh pimpinan tertinggi pemerintah daerah alias bupati. Dasar pencopotannya adalah adanya laporan dugaan perbuatan asusila. Tunjangan jabatannya pun turut dihentikan. Otomatis ketika seorang PNS fungsional tertentu dicopot dari jabatannya maka ia menjadi fungsional umum. Lazimnya fungsional umum itu dinamakan staf.

Nah, di sinilah saya membuka ruang diskusi atas pembebasan jabatan fungsional tertentu. Guru termasuk dalam jabatan fungsional tertentu. Sahkah pembebasan jabatan yang berdasarkan pada laporan? Apakah setiap laporan dari instansi terhadap guru yang diduga melanggar aturan mesti ditindaklanjuti dengan pencopotan? Kalau iya apa dasar hukumnya? Siapa yang berwenang memutuskan? Sampai kapan? Mari kita berdialektika.

Berdasarkan Permenpan Nomor 26 Tahun 2009 hanya ada lima alasan guru dibebaskan sementara dari jabatannya, pertama karena dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa jenis hukuman disiplin penurunan pangkat. Kedua, diberhentikan sementara sebagai PNS karena ditahan oleh aparat yang berwajib dengan tuduhan terlibat dalam tindak pidana. Ketiga, ditugaskan secara penuh di luar jabatan guru, misalnya guru yang diberi jabatan sebagai Kepala Dinas. Keempat, cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya. Kelima, tugas belajar lebih dari 6 bulan.

Dari kelima alasan di atas, tidak ada alasan karena adanya laporan perbuatan melanggar aturan. Laporan perbuatan melanggar aturan itu pun masih memerlukan pembuktian. Selain kelima alasan di atas, seorang guru yang merupakan PNS dapat pula diberhentikan sementara dari jabatannya dengan alasan ditahan oleh aparat hukum karena diduga melakukan tindak pidana. Jika akhirnya proses hukum membawa kesimpulan tidak terbukti bersalah maka yang bersangkutan diangkat kembali dan direhabilitasi. Dasar hukumnya adalah PP Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/ Pemberhentian Sementara PNS. Jadi paling tidak ada lima alasan guru dibebaskan sementara dan satu alasan diberhentikan sementara.

Saya tahu ada satu lagi landasan hukum yang kemungkinan dipakai untuk mencopot guru dari jabatannya yakni PP Nomor 53 Tahun 2010. Tapi ini pun sempat saya kritisi, coba lihat di tulisan berjudul Pembebasan Tugas Jabatan. Intinya saya cenderung menafsirkan ketentuan dalam PP 53/2010 tentang pemberhentian jabatan itu adalah bahwa sebenarnya yang dihentikan adalah tugas-tugasnya yang berkaitan dengan jabatan. Jadi bukan jabatannya yang diberhentikan. Kalaupun jabatan diberhentikan itu hanya untuk jabatan struktural.

Jadi maksud saya begini. Ada guru yang diduga melakukan pelanggaran disiplin. Atasan langsungnya, dalam hal ini (kemungkinan besar) adalah kepala sekolah, wajib melakukan pemeriksaan. Selain itu untuk kelancaran pemeriksaan, atasan langsung dapat membebaskan sementara dari tugas jabatan. Itu pun sifatnya tidak wajib karena ada kata ”dapat”. Dan itu pun hanya untuk pelanggaran disiplin yang kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat.

Saya lebih cenderung makna dibebaskan dari tugas jabatan itu adalah dibebaskan dari tugas-tugas yang berkait dengan jabatan. Bukan dibebaskan dari jabatan. Seorang PNS yang diangkat dalam jabatan guru, pengangkatannya dengan sebuah surat keputusan pejabat pembina kepegawaian (misalnya bupati untuk lingkup kabupaten). Untuk pengaturan tugas-tugas yang bersangkutan diserahkan ke masing-masing sekolah, hal ini terutama menjadi kewenangan kepala sekolah. Misalnya diberi tugas mengajar mata pelajaran biologi, menjadi wali kelas, pembina ekstra kurikuler musik, dan sebagainya. Bila yang bersangkutan sedang dalam proses pemeriksaan, maka tugas-tugas itulah yang diberhentikan sementara. Sedangkan statusnya sebagai guru tetap disandang (meskipun untuk sementara waktu tidak lagi mengajar).

Kembali ke kasus semula, yakni guru yang dicopot dari jabatan karena adanya laporan dari instasinya atas perbuatan asusila. Ada hal yang perlu diperhatikan. Sudahkah atasan langsungnya melakukan pemeriksaan? Sudahkah atasan langsungnya memberhentikan sementara tugas jabatannya? Kapan? Berupa apa?

Oke. Anggap saja argumen saya lemah dan perlu pencopotan jabatan kepada guru tersebut. Kalau begitu tentunya pihak yang berwenang juga mesti konsisten. Dalam hal pencopotan, sesuai ketentuan selama yang bersangkutan dibebaskan sementara dari tugas jabatannya, maka konsekuensinya harus diangkat pejabat pelaksana harian (Plh). PNS tersebut tetap masuk kerja dan diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, misalnya penghasilan dan tunjangan jabatan. Namun nyatanya tidak ada Plh dan tunjangan jabatan telanjur dihentikan. Oya satu lagi, mestinya yang memberhentikan adalah atasan langsung. Namun prakteknya diberhentikan oleh bupati.

Saya sedang tidak mencampuri urusan pemerintah daerah. Saya hanya sekedar mengoreksi. Koreksi ini perlu supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kelak di kemudian hari, misalnya adanya perlawanan karena argumen dan landasan hukum yang kurang kuat. Maksud hati mungkin para pemegang kebijakan ingin memberi pelajaran kepada guru sekaligus menjaga citra di mata masyarakat, namun apa daya malah secara tidak langsung memberi peluang kepada pihak tertentu berkelit atas hukumannya nanti. Niat baik seyogyanya perlu diringi dengan langkah yang tepat pula.

Uraian saya di atas berbicara tentang proporsionalitas. Terserah Anda memaknai apa.
Mari berdialektika. Anda bertanya tentang keadilan? Hehehe... guru yang telah nyata-nyata dipidana penjara saja masih dilindungi kok. Kayak satwa langka saja. Tanya kenapa?

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)