Lelang Jabatan Ala Jokowi

Kamis, 07 November 2013

SE Menpan yang mengatur tentang seleksi terbuka jabatan struktural ditetapkan pada tanggal 21 September 2012 dan diupayakan dilaksanakan oleh instansi pemerintah paling lambat tahun 2013. Namun kenyataannya belum banyak daerah yang meresponnya. Hingga akhirnya gebrakan Gubernur DKI, Jokowi pada tahun 2013 dengan melakukan lelang jabatan mendobrak pintu yang selama ini tidak pernah atau sulit untuk dibuka.  Lelang jabatan ini untuk mengisi 311 jabatan yang terdiri dari 44 jabatan camat dan 267 jabatan lurah se-DKI melalui website www.jakarta.go.id. Lelang jabatan membuka kesempatan kepada setiap pegawai yang memenuhi persyaratan untuk mendaftar dan mengikuti seleksi, serta bersaing dengan pegawai yang telah menduduki jabatan lurah dan camat itu. Dengan seleksi, Jokowi ingin memiliki jajaran yang kompeten dan memiliki kemampuan manajerial, baik administratif maupun lapangan. Tak pelak berita ini menjadi topik pembicaraan di beberapa media online dan jejaring sosial.

Jauh sebelumnya pada tahun 2003, Pemkab Jembrana di Bali telah melakukan gebrakan ini dengan melakukan lelang terbuka terhadap jabatan struktural. Hal ini dilaksanakan dengan menggandeng Universitas Udayana sebagai pihak ketiga yang independen dan profesional. Gebrakan seperti ini pun, yang diakui sebagai upaya reformasi birokrasi di tingkat daerah, diikuti oleh pemeritah daerah lain, misalnya seperti yang dilakukan oleh Kabupaten Bojonegoro di Jawa Timur dan Kabupaten Sleman di DIY. Namun gebrakan-gebrakan yang dilakukan oleh beberapa daerah kurang bergema gaungnya dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Jokowi.

Ada beberapa alasan kenapa berita ini menjadi bahan perbincangan antara lain:

  • Sumber berita, yakni sosok Jokowi sendiri sebagai gubernur DKI yang terkenal dengan gayanya yang sederhana, suka blusukan, dan baju kotak-kotak sewaktu kampanye.
  • Lokasi berita, yakni Jakarta adalah ibukota negara dan pusat pemerintahan sehingga akses informasi lebih cepat.
  • Isi berita, yakni lelang jabatan camat dan lurah. Sudah pasti kita sendiri bingung, karena yang namanya lelang biasanya kita kenal dalam penjualan barang yang dilakukan secara terbuka di depan khalayak ramai dan pemenang lelang adalah yang memberikan penawaran tertinggi, sementara ini jabatan camat dan lurah akan dilelang sehingga menimbulkan animo masyarakat untuk mencari dan membaca informasinya.

Dari 3 kriteria ini dapat kita maklumi kenapa berita lelang jabatan di Provinsi DKI Jakarta lebih heboh dari lelang jabatan atau proses seleksi terbuka di daerah lain, misalnya lelang jabatan atau proses seleksi terbuka jabatan di Pemkot Samarinda. Pada saat Pemprov DKI Jakarta sedang dalam proses seleksi, Pemkot Samarinda bahkan telah selesai melakukan pelantikan pejabat hasil dari seleksi terbuka. Satu lagi kelebihan yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta adalah penggunaan sistem yang lebih banyak online.


Tiga hal yang mendasari pelaksanaan lelang jabatan di DKI Jakarta adalah karena para pejabat struktural kinerjanya tak sesuai target, adanya faktor kesehatan, dan telah memasuki masa pensiun. Dengan demikian hasil dari lelang jabatan ini diharapkan terpilih camat dan lurah yang memiliki program jelas dan terukur (jika tidak tercapai bersedia dicopot), memiliki kemampuan akademis dan komunikasi yang baik, dan sehat secara jasmani maupun mental.

Rencana seleksi dan promosi terbuka (lelang jabatan) akan dilakukan secara terkonsep dan melewati rencana dan tahapan perencanaan yang terstruktur. Wakil Gubernur menjamin keterbukaan dalam proses yang secara teknis akan dilakukan oleh BKD dan memberi kesempatan pada semua PNS untuk berkompetisi sehat mengajukan diri sebagai lurah dan camat dengan tolak ukur penilaian adalah visi, misi, dan evaluasi kinerja.

Lelang jabatan di DKI Jakarta melalui enam tahap yakni seleksi administrasi, seleksi kesehatan, seleksi pengetahuan, paper SWOT diri visi-misi, tes psikologi LGD wawancara, dan wawancara final. Hal ini juga ditambah dengan rekam jejak kandidat dan laporan masyarakat terhadap kinerja kandidat.

Meskipun mendapatkan apresiasi yang positif baik dari pemerintah pusat maupun masyarakat, namun ada kalangan yang memberikan kritik terhadap gebrakan lelang jabatan ini. Pertama, berdasarkan input lelang jabatan, sebagaimana dalam berita terlihat bahwa lelang jabatan melibatkan banyak pihak, termasuk di dalamnya tim independen. Pegawai yang terlibat dalam seleksi cukup banyak karena bersifat terbuka untuk semua pengawai sesuai persyaratan lelang. Dengan tim seleksi yang besar dan peserta yang banyak tentu juga memerlukan dana yang besar, diperkirakan menghabiskan sekitar Rp2,5-7 milyar. Sedangkan jika dilakukan dengan sistem yang lama mungkin dana yang dibutuhkan cukup minim karena tidak memerlukan tim khusus dan sudah melekat dalam tugas pokok jabatan, serta jumlah peserta terbatas karena persyaratan sudah tertentu.

Kedua, berdasarkan proses, lelang jabatan justru akan memperpanjang jalur seleksi sehingga lebih menyita waktu. Dan belum tentu proses yang panjang akan mendapatkan pejabat yang mempunyai kompetensi, bisa malah sebaliknya mengingat banyaknya pihak sebagai penentu keputusan.

Ketiga, belum jelas benar bagaimana nasib pejabat sebelumnya yang jabatannya tergusur karena tidak lolos seleksi, apakah diberhentikan dalam jabatan struktural ataukah diberikan jabatan struktural yang lain. Selain itu ada kemungkinan akan munculnya reaksi dari pegawai yang tidak puas terhadap hasil seleksi, misalnya dengan cara demonstrasi yang tentu saja akan berpengaruh terhadap pelayanan publik.

Keempat, lelang jabatan melibatkan keaktifan pegawai untuk melamar jabatan. Pada sisi lain banyak pula pegawai berkualitas yang enggan untuk proaktif menawarkan dirinya dalam jabatan struktural tertentu.

Kelima, bahwa pola karier dalam PNS adalah pola pembinaan yang menggambarkan alur pengembangan karir yang menunjukkan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seseorang PNS sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun. Dari hal ini tentu jauh berbeda dengan pola karir pada jabatan politis yang terbuka untuk semua pihak sepanjang syarat terpenuhi. Oleh karena itu ada yang berpendapat bahwa seleksi terbuka hanya cocok untuk jabatan politis bukan pada jabatan birokrasi.

Selama ini proses rekrutmen masih belum dilakukan secara profesional dan masih terkait dengan hubungan-hubungan kolusi, korupsi, dan nepotisme, serta kuatnya egoisme daerah (mengutamakan putra daerah tanpa memperhitungkan kualitas). Sudah menjadi rahasia umum bahwa proses rekrutmen dilakukan dengan cara-cara penyuapan, pertemanan, dan afiliasi. Budaya demikian hanya akan menghasilkan birokrat yang moralnya tidak terjaga dan kompetensinya tidak memadai (Prasojo, 2009: 84).

Terlepas dari pro kontra, pelaksanaan lelang jabatan merupakan upaya terobosan untuk melaksanakan reformasi birokrasi di daerah Di tengah tudingan masyarakat bahwa birokrasi bekerja tidak profesional dan pelayanan publik yang disediakan dianggap tidak memuaskan, maka rekrutmen jabatan yang baik diharapkan akan menghasilkan produk-produk yang baik. Model rekrutmen secara terbuka menjadi angin segar bagi perkembangan karir pegawai di birokrasi. Rekrutmen jabatan struktural sudah semestinya dilakukan dengan pertimbangan profesionalisme, bukan karena faktor kekerabatan, afiliasi politik, maupun pengaruh uang.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)