Kerja Serabutan

Kamis, 01 Maret 2012

Bagi saya, masa paling berat selama meniti karir sebagai pegawai adalah saat menjadi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil). Saya kasih informasi dulu. Namanya calontentunya tidak penuh 100% diangkat sebagai pegawai tetap. Pangkat tidak punya, gaji dipotong 20%, kemana-mana dan di mana-mana disorot mata banyak pegawai. Keliru sedikit, orang pasti bilang, dasar masih CPNS. Tapi sejujurnya bukan masalah itu yang sempat saya risaukan. Sebenarnya bukan terletak pada masalah statusnya, wong saya lulus tes CPNS saja sudah merupakan anugerah terindah yang pernah saya miliki (hehehe...nyadur So7), namun lebih pada beban kerja. Eit...jangan nuduh saya nggak mau kerja keras, nggak mau menerima perintah atasan, atau nggak mau mengerjakan tugas. Justru yang menjadi kerisauan adalah saya tak mendapatkan job alias tak mempunyai pekerjaan.

Aneh bukan? Secara formal status saya pegawai atau pekerja, tapi prakteknya tidak bekerja. Ya, sehari-hari tidak ada atau hampir tidak ada yang dikerjakan. Kenapa bisa begitu? Pertama, tidak ada pembagian tugas secara jelas. Kedua, personel kantor amat banyak sedangkan beban kerja tidaklah banyak. Jadi ya tidak seimbang. Ketiga, pimpinan kurang punya kepedulian, padahal sebagai kepala kantor mestinya beliaulah yang memanajemen alias menjadi manajer. Jangan heran kalau selama hampir setahun di kantor itu, mungkin kehadiran kepala kantor bisa dihitung dengan jari. Selebihnya nggak tahu kelayapan ke mana. Mohon maaf, beliau sekarang telah tiada.

Terus terang saya merasa tak enak. Dengan pemerintah yang telah menggaji saya. Dengan rakyat yang telah membayar saya (dengan pajaknya). Dengan lembar ijazah sarjana yang mengantarkan saya di kursi pegawai. Dengan pesaing yang saya singkirkan sewaktu tes pegawai hehehe... Eman-eman, pemda mengeluarkan anggaran untuk merekrut pegawai namun tidak dimanfaatkan secara maksimal. Saya tak ingin disalahkan begitu saja. Di awal kerja saya pun pernah menanyakan apa tugas saya. Yah, pokoknya bantu-bantu saja di kantor, tiap hari masuk kantor, nanti kalau ada perintah baru dilaksanakan, demikan kata pejabat di tata usaha yang beliau sekarang telah pensiun. Waduh apa ya pekerjaan saya, masih ngambang di udara. Ini yang menurut saya masa paling berat selama menjadi pegawai. Alhasil untuk mengisi waktu biasanya saya baca buku, menulis artikel, dan membuat kajian mingguan di masjid samping kantor. Jadi lebih jelasnya gini, resminya saya pegawai, prakteknya tidak diberi pekerjaan, dan akhirnya di kantor cari-cari kerjaan.

Beruntung ’penderitaan’ saya berakhir seiring saya diangkat menjadi pegawai penuh alias PNS. Karena sekaligus waktu itu saya dipindah ke kantor lain. Di sini saya sudah jelas masuk dalam sebuah sub bidang, mempunyai atasan kepala sub bidang. Pembagian tugasnya sudah lebih jelas. Namun demikian atasan saya yang menjadi Kabid (Kepala Bidang) masih bilang kerja kita masih serabutan. Waktu itu saya nggak nanya lebih lanjut apa maksudnya.

Baru kemudian saya tahu, benar juga menjadi PNS itu seperti kerja serabutan. Banyak pekerjaan yang bukan porsinya mesti dikerjakan. Apalagi bagi pegawai baru, harus siap mengerjakan atau diperintah. Mulai dari yang ringan seperti menggandakan dokumen, mengetik, mengantar surat, menerima telepon, dan sejenisnya hingga pekerjaan yang lebih berat seperti membuat konsep, membuat telaah, menganalis kasus, mewakili pimpinan dalam rapat, mengikuti pelatihan, dan lain-lain. Tak masalah. Bila semua dijalani dengan ikhlas segalanya akan terasa ringan. Dan yang penting akhirnya punya pekerjaan hehehe.... Di satu sisi ada perasaan senang, namun di sisi yang lain muncul juga rasa, kok sepertinya pekerjaan jadi tidak terfokus ya, pasalnya semua jenis pekerjaan musti digarap. Tapi biarlah, hitung-hitung nambah pengalaman. Kerja serabutan nih.

Sekian tahun berselang. Waktu semakin berpacu. Tantangan semakin beragam. Masihkah pegawai negeri bekerja serabutan? Sepertinya iya. Dan, akhirnya rasa jenuh itu, mau tak mau, datang menghampiri. Saya juga manusia. Saya tidak bohong, bosan. Rasa itu tak bisa dipungkiri. Alamiah terjadi, siapa pun akan mengalami. Enam tahun bekerja pada kantor yang sama, pada bidang yang sama. Mengerjakan yang itu-itu juga. Statis. Tak pernah mengalami rotasi. Tak pernah mengalami mutasi. Tak pernah mengalami promosi.

Akhirnya saya semakin menyadari (sebenarnya sudah sadar dari dulu, sekarang semakin sadar), hampir tak ada ruang pengembangan pegawai. Ini berlaku global, bukan lokalitas di kantor saya. Bisa jadi hampir seluruh pegawai daerah di negeri Indonesia Raya yang tercinta juga seperti ini.

Saya jadi teringat ungkapan,”Jangan tanyakan apa yang telah diberikan negara kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah engkau berikan kepada negaramu!” Ungkapan yang bijak. Ungkapan ini pula yang saya tuliskan dalam plakat kenang-kenangan bagi para pensiunan. Sayangnya, ungkapan ini dijadikan dalih penguasa menuntut loyalitas anak buahnya, sedangkan anak buahnya dijadikan pijakan (mungkin injakan) agar ia terlihat tinggi di udara.

Sudahlah, bosan adalah rasa yang amat manusiawi. Memang perlu ada sebuah penyegaran. Kalau memang yang punya kebijakan tidak punya skenario pengembangan pegawai, maka biarlah saya yang mendesain skenario saya. Kerja adalah kerja sedangkan bosan adalah hal yang lain. Ingat pesan Pak Dahlan Iskan,”Kerja, kerja, kerja!” Apapun yang terjadi kerja adalah ibadah. 

3 komentar:

kidulratan.com mengatakan...

jalan jalan ke blog sobat kota ngawi.com salam persahabatan ya bos...

ADMIN KIDULRATAN.COM

Abid mengatakan...

Jangan tanyakan apa yang telah diberikan atasan kepadamu?
tapi tanyakan apa yang telah engkau berikan kepada atasanmu?

wurianto saksomo mengatakan...

don't worry. I visit almost every day ngawi.com though rarely leave a message. tuh banner-nya aja nampang. gimana nih para awak kidul ratan, kpn ngopi-nya?

hmmm, menarik mas abid, namun loyalitas-q tidaklah buta. basa ngajine tha'at wa laa taklid, hehehe gitcyu ya...

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)