Catatan terhadap Konsep Birokrasi Weber

Minggu, 14 Oktober 2012

Dalam buku Birokrasi Pemerintah karya Prof. Dr. Miftah Thoha, MPA disebutkan bahwa setiap organisasi harus mempunyai aturan main agar dalam organisasi tersebut tercapai rasionalitas. Max Weber menciptakan model untuk mengatur organisasi, yang kemudian orang menyebutnya dengan birokrasi. Konsep birokrasi yang dimodelkan Weber antara lain, pertama harus ada prinsip kepastian dan hal-hal kedinasan yang diatur berdasarkan hukum, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk peraturan atau ketentuan administrasi.

Kedua, diterapkannya prinsip tata jenjang dalam kedinasan dan tingkat kewenangan. Ketiga, manajemen yang moderen harus didasarkan pada dokumen tertulis. Keempat, spesialisasi dalam manajemen atau organisasi harus didukung oleh keahlian yang terlatih.ckelima, hubungan kerja di antara orang-orang dalam organisasi didasarkan atas impersonal.

Catatan untuk konsep birokrasi Weber. Pertama, Max Weber sendiri tidak pernah secara definitif menyebutkan makna Birokrasi. Weber menyebut begitu saja konsep ini lalu menganalisis ciri-ciri apa yang seharusnya melekat pada birokrasi.

Kedua, gejala birokrasi yang dikaji Weber sesungguhnya birokrasi-patrimonial. Birokrasi-Patrimonial ini berlangsung di waktu hidup Weber, yaitu birokrasi yang dikembangkan pada Dinasti Hohenzollern di Prussia. Birokrasi tersebut dianggap oleh Weber sebagai tidak rasional. Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan dinasti. Akibatnya banyak pekerjaan negara yang “salah-urus” atau tidak mencapai hasil secara maksimal. Atas dasar “ketidakrasional” itu, Weber kemudian mengembangkan apa yang seharusnya (ideal typhus) melekat di sebuah birokrasi.

Ketiga, konsepsi Weber diciptakan untuk mengatasi kondisi pada saat itu. Dengan demikian bisa jadi di jaman yang berbeda (bertahun-tahun kemudian), muncul konsepsi yang berbeda pula. Artinya sebuah konsep harus mengikuti perkembangan jaman, konsepsi mengalami perubahan, perkembangan, mungkin pula kelahiran (baru) sesuai dengan kondisi di jaman itu. Karena itu pula Warren Bennis meramalkan akan tercipta konsepsi yang lebih baik dari praktika birokrasi. Orang tidak lagi hanya memusatkan pada struktur formal namun pada organisasi yang bersifat temporer.

Keempat, Weber menitikberatkan hubungan impersonal agar hubungan di antara manusia akan mencapai rasionalitas. Konsepsi ini menjadi tidak populer di kalangan masyarakat Indonesia yang agraris di mana hubungan personalitasnya amat menonjol.

Kelima, pelaksanaan kedinasan tidak mesti selalu diatur dengan perangkat hukum yang tertulis. Bahkan aturan hukum yang kaku membuat pelayanan kepada publik bisa jadi lamban. Sehingga muncullah dilema antara responsif dengan kepatuhan hukum. Kreativitas terganjal dengan aturan-aturan hukum.

Keenam, konsepsi Weber lebih diutamakan pada pencapaian tujuan organisasi, sedangkan para pelaku (orang-orang di dalam organisasi) kurang diperhatikan.

Ketujuh, Weber tidak menyediakan perangkat pengawasan atau kontrol pelaksanaan konsepsi birokrasi.

Kedelapan, konsep Weber amat ideal, namun sayang ia tidak memberikan resep ketika satu atau beberapa konsepnya gagal dilaksanakan.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)