Menyopakan Pelacur

Jumat, 27 Februari 2015

Orang bilang pelacuran telah terjadi sepanjang sejarah manusia. Pelacuran muncul sebagai akibat kebutuhan manusia yang bersifat biologis. Sebenarnya agama telah menyediakan pranata berupa perkawinan. Antara laki-laki dan perempuan yang terikat dalam suatu perkawinan mendapatkan kesempatan menikmati hubungan biologis secara sah. Namanya juga manusia, perintah agama pun diabaikan. Sebagaimana kebutuhan akan makan dan minum, dalam hal ini ada pula manusia yang melanggar. Kebutuhan makan dan minum dilanggar dengan mencuri. Agar hasil lebih besar lagi dengan merampok. Kebutuan biologis dipenuhi dengan mendatangi pelacur. Maka, pencurian, perampokan, dan pelacuran pun menjadi bagian kriminal.

Pelacur menurut kamus Bahasa Indonesia artinya perempuan yang melacur. Melacur sendiri berarti menjual dirinya dengan imbalan uang. Dengan uang itu seorang perempuan bersedia melakukan hubungan biologis dengan orang lain. Bukan karena cinta, bukan pula karena ikatan perkawinan, tetapi lebih karena hubungan dagang. Istilah lain pelacur adalah sundal. Dulu malah ada istilah yang lebih kasar yakni lonte. Namun seiring berkembangnya jaman istilah pelacur berubah menjadi wanita tuna susila (WTS). Tapi, tetap saja mengacu pada perempuan.

Tuna artinya luka, kurang, rusak, atau tidak memiliki. Tuna secara umum biasanya berkaitan dengan kurang atau tidak sempurnanya fungsi bagian tubuh serta mental. Tuna netra berarti buta alias terganggu penglihatannya. Tuna daksa berarti cacat tubuh alias terganggu alat geraknya. Tuna grahita berarti keterbelakangan mental alias terganggu intelegensinya. Tuna rungu berarti tuli alias terganggu pendengarannya. Tuna wicara berarti bisu alias terganggu lisannya. Ada sekolah khusus bagi orang-orang (anak-anak) ini yakni Sekolah Luar Biasa. Untuk pendidikan negara memberikan kesempatan. Banyak pula di antara mereka yang berhasil dengan berwiraswasta.  

Lalu bagaimana dengan tuna susila? Berbeda dengan tuna yang lain, negara dengan aparatnya seringkali memburunya untuk ditangkap. Mereka bukan terganggu, malah dianggap mengganggu ketertiban umum. Tuna susila berarti tidak punya susila, kesopanan. Dengan demikian wanita tuna susila mengandung arti wanita yang tidak memiliki kesopanan. Hal ini berkaitan dengan pekerjaannya yakni menjual tubuh yang menurut agama dan hukum dilarang. Entahlah apakah SLB juga menampung penyandang ini atau tidak. Saya rasa tidak. Wanita tuna susila biasanya dikumpulkan dalam area tertentu yang dinamakan lokalisasi. Ada pajak yang disetor ke negara. Di sinilah negara menemukan anomalinya. Menerima upeti dari perkara yang dilarangnya.

Media Pendidikan Politik Rakyat

Kamis, 26 Februari 2015

Seorang Ramadhan Pohan pernah mencatat rekor di MURI sebagai anggota dewan yang pertama kali mengelola website sebagai ruang komunikasi dan informasi dengan konstituen. Wakil rakyat dari Partai Demokrat ini dulu memang berprofesi sebagai wartawan, jadi urusan jurnalistik sudah tidak begitu asing lagi. Pak AM Fatwa, saat menjadi anggota DPR dari PAN juga pernah menorehkan prestasi, yakni penulis buku terbanyak selama berkiprah di Senayan.

Anggota dewan seperti Pak Ramadan dan Pak Fatwa pasti juga punya kebiasaan banyak bicara. Ini sebagai konsekuensi menjadi wakil rakyat. Wakil rakyat kan penyambung lidah rakyat, apa jadinya jika diam membisu. Maka, seharusnya wakil rakyat juga menuangkan apa yang mereka suarakan dalam bentuk tulisan. Mereka harus menulis. Dengan tulisan ide-ide yang dikeluarkan akan lebih abadi. Jangkauannya pun meluas. Paling tidak bila dibandingkan dengan berbicara yang seketika gaungnya hilang. Kecuali bila direkam.

Orang dikenang karena tulisannya. Orang dikecam juga karena tulisannya. Banyak manfaat dari menulis. Selain menyalurkan hobi, menjadikan sebagai profesi, juga sebagai saluran komunikasi. Tapi jarang sekali orang mau menulis. Kalaupun ada yang mau, tak jarang mereka merasa tak mampu.

Berapa banyak anggota dewan yang telah menerbitkan buku. Atau berapa banyak anggota dewan yang rutin menulis. Berapa yang di pusat. Berapa yang di daerah. Berapa yang di Ngawi. Saya mau menyoroti Ngawi saja, karena dulu terlanjur memberikan suara di kota ini.

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)