Menjadi dokter PNS di pemda tempat saya bekerja, yakni Pemda Ngawi memang sangat istimewa. Istimewa bahkan cenderung dianakemaskan atau diberikan kebebasan terutama untuk menempuh pendidikan spesialis, meskipun hal itu menabrak aturan. Mereka diperlakukan istimewa barangkali karena bupatinya adalah dokter. Berikut ini keistimewaannya.
Pertama, ada dokter yang masih berstatus CPNS sudah diberi ijin untuk mengikuti pendidikan spesialis. Tentunya pendidikan ini harus meninggalkan tugas karena di kota sekecil Ngawi belum ada perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan spesialis dokter. Kampus yang paling dekat ada di UNS Surakarta, Unair Surabaya, atau Unibraw Malang. Seharusnya, CPNS belum berhak untuk mengikuti pendidikan (kecuali diklat pra jabatan) karena ia masih dalam tahap percobaan. Belum tentu selama dalam percobaan tersebut kinerjanya benar-benar baik sehingga bisa diangkat menjadi PNS. Nah, ini dokter baru saja menjadi CPNS sudah mendapatkan ijin untuk mengikuti pendidikan spesialis, yang tentunya meninggalkan tugasnya selama beberapa tahun. Lalu bagaimana menilai kinerjanya? Namun berkat lobi yang bersangkutan langsung ke bupati, bupati pun oke-oke saja.
Kedua, ada dokter yang mengikuti pendidikan spesialis namun sudah bertahun-tahun tidak lulus. Entah apakah ketika ia mengikuti pendidikan itu sudah memeperoleh ijin dari pejabat yang berwenang atau belum, karena biasanya dalam pemberian ijin untuk menempuh pendidikan dicantumkan batas waktu penyelesaian studi. Meskipun bertahun-tahun sang dokter tidak lulus pendidikan dan meninggalkan tugas, bertahun-tahun itu pula sang dokter memperoleh gaji penuh yang dibayar dari APBD, yang notabene uang rakyat.
Ketiga, ada dokter yang mengikuti pendidikan spesialis dan harus meninggalkan tugasnya selama bertahun-tahun tidak mau dihentikan tunjangan fungsionalnya. Alasannya meskipun ia mengikuti pendidikan spesialis, ia juga bekerja/bertugas di rumah sakit setempat (katakanlah rumah sakit di Surabaya). Padahal dalam aturannya dokter tersebut harus dihentikan tunjangan fungsionalnya mulai bulan ketujuh sejak ia meninggalkan tugas karena belajar. Alasan sang dokter bahwa ia juga masih bekerja di rumah sakit setempat juga mengada-ada. Perginya ia meninggalkan tugas di Ngawi adalah karena ia mengikuti pendidikan spesialis bukan karena untuk bekerja di rumah sakit luar kota. Kalau memang ia berniat bekerja di rumah sakit luar kota harusnya ia mengajukan mutasi ke Pemda setempat.
Keempat, ada dokter yang sudah berbulan-bulan, bahkan tahunan meninggalkan tugas karena mengikuti pendidikan spesialis, baru mengajukan ijin kepada pejabat berwenang. Tidak ada sanksi/tindakan dari instansinya.
Kelima, karena tidak adanya pengaturan/manajemen, para dokter beramai-ramai mengikuti pendidikan spesialis bersamaan. Dalam tiap tahun ada sekitar 5 atau 6 dokter yang mengikuti pendidikan spesialis, yang masing-masing dokter tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 5 tahun untuk lulus. Hal ini membuat khawatir adanya kekosongan tenaga dokter di institusi pelayanan kesehatan yang imbasnya juga kembali ke masyarakat.
Kantor saya sendiri, BKD, menghadapi dilema atas permasalahan dokter PNS yang ingin melanjutkan pendidikan spesialis. Selama ini PNS yang mengikuti pendidikan formal harus mendapatkan ijin belajar atau tugas belajar. Ijin belajar diberikan jika PNS yang bersangkutan mengikuti pendidikan tanpa meninggalkan tugas kedinasan dan biaya ditanggung sendiri. Tugas belajar diberikan jika PNS yang bersangkutan mengikuti pendidikan yang harus meninggalkan tugas kedinasan dan biaya pendidikan ditanggung oleh pihak sponsor (mendapatkan beasiswa).
Dokter yang mengikuti pendidikan spesialis mau tidak mau harus menempuh pendidikan di luar kota Ngawi yang tentunya juga harus meninggalkan tugas kedinasan sehari-hari. Padahal para dokter itu mengikuti pendidikan dengan biaya sendiri. Akhirnya dicarilah jalan tengah, bahwa jika dokter mengikuti pendidikan spesialis maka diberikan tugas belajar, namun biaya pendidikan tetap ditanggung sendiri.
Sebenarnya dengan meningkatnya kualitas dokter maka diharapkan pula dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Barangkali memang perlu ada pembenahan dalam hal dokter PNS yang akan mengikuti pendidikan spesialis sehingga tidak merugikan masyarakat. Yang juga membuat kekhawatiran dalam benak saya di antaranya adalah setelah para dokter tersebut lulus dari pendidikan spesialis, jangan-jangan mereka mengajukan mutasi keluar dari Ngawi dan pindah ke daerah lain yang lebih menjanjikan materi lebih banyak. Intinya Ngawi hanya dijadikan batu loncatan untuk meningkatkan karir mereka. Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi.
1 komentar:
Saya pikir wajar kalau dokter yang mau jadi spesialis diberikan keistimewaan pak,karena sulitnya ujian mengambil spesialis, kuliahnya yang sangat berat dan jauh lebih lama dibanding kuliah S2 atau S3. Apabila diberikan pilihan untuk kuliah spesialis atau PNS,rata2 dokter pasti akan memilih spesialis.
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya