Pelajaran Dari Semut

Senin, 04 Juli 2011

Suatu hari di Ngawi ada seekor semut yang sedang berjalan-jalan menuju ke rumah seseorang. Di sana ia masuk ke dalam tas milik seseorang itu yang ternyata akan bepergian ke Singapura. Kebetulan ia pengusaha, jadi sering bepergian, pun ke luar negeri. Tas itu pun dibawa bepergian sehingga si semut ikut terbawa. Perjalanan ke Singapura menggunakan pesawat dan hanya memakan waktu beberapa jam saja. Si semut pun sempat menyaksikan keindahan negara Singapura. Setelah menyelesaikan urusannya, sang pengusaha segera kembali ke tanah air, si semut pun ikut terbawa lagi. Sama dengan perjalanan berangkat, perjalanan pulang pun dilakukan dengan pesawat yang hanya menempuh waktu beberapa jam saja. Akhirnya semut tiba kembali di rumah pengusaha. Keluarlah ia dari tas lalu berjalan pulang ke sarangnya.

Setiba di sarang ia pun menceritakan pengalamannya kepada kawan-kawan sesama semut bepergian ke Singapura dan dalam sehari itu pula ia telah tiba kembali di Ngawi. Apa reaksi yang diterimanya? Tidak ada yang mempercayai ceritanya. Tak mungkinlah seekor semut dalam sehari bisa menempuh perjalanan pergi pulang ke Singapura yang jaraknya ribuan kilometer. Wajarkah alasan kawan-kawan semut? Sangat wajar, namun semut tidak berbohong. Apa yang dilakukan semut itu sangat masuk akal. Memang tidak mungkin semut berjalan ke Singapura lalu kembali lagi ke Ngawi dalam waktu sehari. Itu kalau berjalan. Kalau terbawa naik pesawat? Mungkin saja.

Jaman dulu barangkali kita akan dianggap gila kalau mengatakan manusia bisa melakukan perjalanan ke luar negeri bahkan antar benua dalam waktu singkat saja dalam hitungan hari. Mana mungkin? Kini dengan teknologi pesawat terbang hal itu menjadi kenyataan. Dulu hal itu memang mustahil karena akal manusia belum sampai menjangkaunya dan teknologi belum menemukan alatnya.

Dulu mustahil melihat pertandingan bola secara langsung di stadion yang jaraknya ribuan kilometer dari tempat tinggal kita. Namun sekarang bukankah ada televisi yang mengubah hil yang mustahal menjadi hal yang tak mustahil. Sederhananya, pertandingan bola itu disorot dengan kamera televisi yang kemudian merubahnya menjadi gelombang, lalu dikirim ke sana lalu ke sana lalu singkatnya kita lihat gambarnya di televisi kita. Saat itu kita berada jauh sekali dari pertandingan. Kita yang sedang duduk di rumah di depan televisi menyaksikan bola yang sama dengan apa yang dilihat oleh penonton yang hadir secara fisik di stadion. Persis, tidak ada yang dikorupsi.

Hal yang sama bisa kita temukan dalam teknologi telepon. Kita bisa berbicara dengan orang lain yang berbeda jarak amat jauh secara seketika. Suara kita dirubah menjadi gelombang yang kemudian dikirim ke lawan bicara kita. Gelombang itu pun lalu dirubah lagi menjadi suara sehingga terdengarlah apa yang kita ucapkan persis sama dengan yang didengar oleh lawan bicara kita.

Kemajuan teknologi dan perubahan energi, inilah kuncinya. Barangkali ini pula yang bisa semakin meneguhkan peristiwa Isra’ Mi’raj.
 

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)