ariefadi.wordpress.com |
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1979, PNS yang telah mencapai Batas Usia Pensiun (BUP) diberhentikan dengan hormat (pensiun). BUP PNS adalah 56 tahun (Pasal 3). Namun BUP tersebut “dapat” diperpanjang bagi PNS yang memangku jabatan tertentu, misalnya Peneliti Madya sampai dengan 65 tahun, Dokter, Pengawas Sekolah, struktural Eselon II sampai dengan 60 tahun, dan Hakim pada Mahkamah Pelayaran sampai dengan 58 tahun (Pasal 4).
”Dapat” yang terjadi secara otomatis dalam praktek/aplikasi/penerapan adalah dalam hal perpanjangan BUP PNS yang menduduki jabatan sebagai dokter dan pengawas sekolah. Namun anehnya perpanjangan BUP untuk eselon II yang diatur dalam pasal yang sama memerlukan proses/tidak otomatis terjadi. Jadi kata “dapat” dalam satu peraturan (bahkan dalam satu pasal dan satu ayat) pun berbeda dalam aplikasi.
Mari kita bandingkan istilah ”dapat” dalam beberapa peraturan kepegawaian. Agar seimbang maka peraturan kepegawaian itu saya carikan yang sejajar yakni berupa peraturan pemerintah.
Pertama, PNS dapat diberhentikan tidak dengan hormat karena melanggar sumpah/janji PNS, sumpah/janji jabatan PNS, atau peraturan disiplin PNS. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 8 PP Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS. Apakah pemberhentian ini terjadi secara otomatis? Tidak juga, ketika PNS melanggar hal-hal di atas dan hendak diberhentikan sebagai PNS, maka dibutuhkan sebuah surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk memberhentikan.
Kedua, PNS dapat diberi kenaikan pangkat reguler setingkat lebih tinggi. Apakah kenaikan pangkat ini terjadi secara otomatis? Tidak juga, karena untuk kenaikan pangkat ini harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya telah 4 tahun dalam pangkat terakhir dan setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 tahun terakhir. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 7 PP Nomor 12 Tahun 2002. Bahkan meskipun semua persyaratan di atas telah terpenuhi pun tidak secara otomatis kenaikan pangkat diterima, karena harus ada surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk menaikkan pangkat.
Ketiga, PNS dapat diangkat dalam jabatan struktural. Apakah pengangkatan dalam jabatan struktural ini terjadi secara otomatis? Tidak juga, karena berdasarkan Pasal 5 PP Nomor 100 Tahun 2000 ia harus memenuhi persyaratan antara lain serendah-rendahnya menduduki pangkat satu tingkat di bawah jenjang pangkat yang ditentukan, memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir, memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, dan sehat jasmani dan rohani. Bahkan meskipun semua persyaratan di atas telah terpenuhi pun tidak secara otomatis pengakatan dalam jabatan struktural diterima, karena harus ada surat keputusan dari pejabat yang berwenang.
Keempat, PNS dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara. Apakah cuti ini diberikan secara otomatis? Tidak juga, karena ia harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) PP Nomor 2 Tahun 1976 yaitu telah bekerja sekurang-kurangnya 5 tahun secara terus menerus. Bahkan meskipun persyaratan di atas telah terpenuhi pun tidak secara otomatis cuti didapatkan. Harus ada surat pemberian cuti dari pejabat yang berwenang.
Kelima, PNS dapat diberhentikan sementara apabila ditahan oleh pihak berwajib. Apakah pemberhentian sementara ini terjadi secara otomatis? Tidak juga. Menurut Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 4 Tahun 1966 pemberhentian sementara ini dilakukan jika PNS tersebut ditahan karena didakwa telah melakukan suatu pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut pada jabatannya dalam hal pelanggaran yang dilakukan itu berakibat hilangnya penghargaan dan kepercayaan atas diri pegawai yang bersangkutan atau hilangnya martabat serta wibawa pegawai itu. Pemberhentian ini pun masih memerlukan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk bisa dilaksanakan.
Keenam, berdasarkan Pasal 14 ayat (7) PP Nomor 9 Tahun 2003 Bupati/Walikota dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya atau memberikan kuasa kepada pejabat lain di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS Kabupaten/Kota dalam dan dari jabatan struktural eselon IV ke bawah dan jabatan
fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu. Apakah pendelegasian wewenang atau pemberian kuasa ini berjalan secara otomatis? Tentu saja tidak. Bupati/Walikota tersebut harus membuat surat keputusan tentang pendelegasian wewenang atau pemberian kuasa.
Ketujuh, berdasarkan Pasal 37 ayat (1) PP Nomor 53 Tahun 2010 Atasan Pejabat yang berwenang menghukum dapat memperkuat, memperingan, memperberat, atau membatalkan hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum. Apakah ini berlaku secara otomatis? Tentu saja tidak, karena untuk memperkuat, memperingan, memperberat, atau membatalkan hukuman disiplin itu diperlukan sebuah surat keputusan.
Kedelapan, PNS diperbolehkan untuk melakukan perceraian. Dalam Pasal 7 ayat (1) PP Nomor 10 Tahun 1983 disebutkan bahwa izin untuk bercerai dari PNS dapat diberikan oleh Pejabat apabila didasarkan pada alasan-alasan yang ditetapkan oleh
peraturan perundang-undangan. Apakah pemberian izin perceraian itu otomatis berlaku begitu persyaratan telah terpenuhi? Tentu saja tidak karena diperlukan surat keputusan tentang izin perceraian dari pejabat yang berwenang.
Jadi, skor sementara adalah 8-1. Delapan ketentuan menyatakan ”dapat” itu tidak terjadi secara otomatis, sementara itu hanya ada satu ketentuan yang menyatakan bahwa ”dapat” itu terjadi secara otomatis. Silakan Anda cari ketentuan lain, siapa tahu menemukan.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya