Bulan ini Bupati Ngawi yang baru mengeluarkan surat edaran ke seluruh satuan kerja di lingkungan Pemkab Ngawi. Isi dari surat tersebut adalah anjuran kepada satker-satker untuk melakukan penghematan anggaran. Selain anjuran untuk menghemat juga perintah untuk tidak mencairkan beberapa belanja, di antaranya belanja alat tulis kantor, penggandaan, makan minum dan lain-lain hingga 9 jenis belanja. Padahal beberapa belanja tersebut sudah terlanjur dianggarkan, bahkan ada juga yang terlanjur dibelanjakan meskipun harus hutang dengan pihak ketiga.
Kontan surat edaran tersebut menimbulkan pro kontra. Di satu sisi anjuran penghematan memang layak dikeluarkan mengingat kondisi keuangan Pemkab Ngawi yang kembang kempis. Tidak kurang defisitnya mencapai 70 milyar rupiah, jumlah yang amat fantastis. Namun di sisi yang lain surat edaran tersebut bertentangan dengan aturan di atasnya, yakni peraturan daerah. Beberapa belanja di berbagai kegiatan masing-masing satker itu sudah ditetapkan dengan perda. Sehingga aneh jika perda dikalahkan oleh surat edaran Bupati. Padahal perda itu sendiri produk bersama Bupati dan DPRD. Asas lex superior derogat legi inferior seolah tidak berlaku lagi.
Di tengah kondisi seperti ini pemkab membuat langkah yang (menurut saya) kontroversial, yakni membuka lowongan CPNS. Ratusan juta rupiah akan digunakan untuk membiayai kegiatan ini. Belum lagi gaji dan tunjangan lain-lain untuk CPNS hasil rekrutan ini. Tahun ini merupakan tahun ketiga rekrutmen CPNS dari umum pasca rekrutmen CPNS dari tenaga honorer.
Di Ngawi selama tahun 2005 hingga 2010 ribuan tenaga honorer dan ratusan sekretaris desa diangkat menjadi CPNS/PNS. Sampai detik ini lebih dari 12 ribu pegawai yang bekerja di Pemkab Ngawi, sedangkan pegawai yang pensiun rata-rata per tahun 300 orang. APBD Ngawi sebagian besar tersedot untuk belanja pegawai. Lalu jatah pembangunan untuk masyarakat tersisa berapa persen?
Sedemikian pentingkah rekrutmen pegawai baru? Di Pacitan dengan kondisi yang sama, pemkabnya membuat keputusan yang berlawanan dengan Ngawi, yakni meniadakan rekrutmen CPNS pada tahun ini. Langkah yang tidak populis ini ditempuh dengan alasan kondisi keuangan yang tidak memungkinkan.
Di Ngawi akankah kondisi seperti ini menjadi bom waktu yang siap meledak di kemudian hari? Ya tunggu saja, bahkan pemicunya sudah ada, defisit anggaran.
Kontan surat edaran tersebut menimbulkan pro kontra. Di satu sisi anjuran penghematan memang layak dikeluarkan mengingat kondisi keuangan Pemkab Ngawi yang kembang kempis. Tidak kurang defisitnya mencapai 70 milyar rupiah, jumlah yang amat fantastis. Namun di sisi yang lain surat edaran tersebut bertentangan dengan aturan di atasnya, yakni peraturan daerah. Beberapa belanja di berbagai kegiatan masing-masing satker itu sudah ditetapkan dengan perda. Sehingga aneh jika perda dikalahkan oleh surat edaran Bupati. Padahal perda itu sendiri produk bersama Bupati dan DPRD. Asas lex superior derogat legi inferior seolah tidak berlaku lagi.
Di tengah kondisi seperti ini pemkab membuat langkah yang (menurut saya) kontroversial, yakni membuka lowongan CPNS. Ratusan juta rupiah akan digunakan untuk membiayai kegiatan ini. Belum lagi gaji dan tunjangan lain-lain untuk CPNS hasil rekrutan ini. Tahun ini merupakan tahun ketiga rekrutmen CPNS dari umum pasca rekrutmen CPNS dari tenaga honorer.
Di Ngawi selama tahun 2005 hingga 2010 ribuan tenaga honorer dan ratusan sekretaris desa diangkat menjadi CPNS/PNS. Sampai detik ini lebih dari 12 ribu pegawai yang bekerja di Pemkab Ngawi, sedangkan pegawai yang pensiun rata-rata per tahun 300 orang. APBD Ngawi sebagian besar tersedot untuk belanja pegawai. Lalu jatah pembangunan untuk masyarakat tersisa berapa persen?
Sedemikian pentingkah rekrutmen pegawai baru? Di Pacitan dengan kondisi yang sama, pemkabnya membuat keputusan yang berlawanan dengan Ngawi, yakni meniadakan rekrutmen CPNS pada tahun ini. Langkah yang tidak populis ini ditempuh dengan alasan kondisi keuangan yang tidak memungkinkan.
Di Ngawi akankah kondisi seperti ini menjadi bom waktu yang siap meledak di kemudian hari? Ya tunggu saja, bahkan pemicunya sudah ada, defisit anggaran.
2 komentar:
bener sekali pak.
secara prinsip rekrutmen cpns harus dievaluasi ulang, juga dugaan pelanggaran2 yang menyertainya harus segera dituntaskan. demi massa depan ngawi yg lebih indah.
apbd, jumlah pns dan pembangunan di ngawi bisa jadi tesis tuch...
semestinya jajaran pemkab Ngawi -yang berisi orang-orang pintar nan cerdas- sudah bisa menganalisa beban anggaran, tapi kenapa rekruitmen CPNS kok tetap diadakan... au ahh gelap...!!!##@@!!
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya