Saya masih ingat waktu itu, meski telah berakhir rekrutmen CPNS tahun 2009 di Ngawi menyisakan masalah. Meskipun ratusan peserta telah diumumkan siapa-siapa yang lolos dan layak diangkat menjadi CPNS, beberapa kalangan masih mempermasalahkannya. Salah satunya adalah tentang dimusnahkannya berkas pendaftaran CPNS. Ada yang ingin melihat berkas-berkas lamaran yang pernah dikirim ke BKD, namun ternyata semuanya telah tidak ada. Maka mencak-mencaklah ia. Laporlah ia ke kepolisian.
BKD memang dalam kondisi dilema. Dalam setiap rekrutmen CPNS jumlah pelamar mencapai ribuan orang. Tentu saja jumlah berkas yang mereka sertakan akhirnya menumpuk. Padahal BKD tidak punya gudang. Ada ruang kecil tapi sepertinya tak sanggup menampung seluruh berkas. Padahal itu harus menampung juga berkas kepegawaian lain.
Jadilah saat proses lamaran itu berkas-berkas sementara diletakkan di lantai lorong kantor. Nah, setelah proses rekrutmen selesai (ditandai dengan pengumuman kelulusan) berkas-berkas itu mesti dipindahkan dari lorong. Karena lorong itu memang bukan tempat penyimpanan, malah merupakan akses lalu lintas pegawai yang semua orang bebas melewatinya. Daripada menimbulkan resiko maka dimusnahkanlah berkas-berkas itu. Tak disangka hal ini malah menjadikan masalah. Dilaporkan ke kepolisian.
Sayang Pemkab dari dulu hingga saat ini belum memiliki regulasi tentang arsip. Dengan demikian Jadwal Retensi Arsip (JRA) pun juga tidak ada. JRA mengatur kapan arsip dapat disimpan dan kapan harus dimusnahkan. Mestinya regulasi berbentuk Peraturan Bupati. Padahal ini penting. Dengan kapasitas ruang penyimpanan arsip yang kurang memadai sedangkan jumlah arsip semakin lama semakin banyak, maka akan menimbulkan persoalan di kemudian hari. Bahkan persoalan sudah muncul. Tidakkah laporan ke kepolisian beberapa tahun lalu cukup dijadikan pelajaran?
Sebagai kantor yang mengelola kepegawaian, setiap hari kantor saya memproduksi berkas dan menerima berkas. Berkas itu bisa berupa surat, nota, laporan, pengumuman, dan sebagainya. Jumlahnya cukup banyak. Karena ruang penyimpanan tak mampu menampung seluruhnya maka berkas-berkas diletakkan di ruang masing-masing bidang. Akhirnya setiap bidang tertumpuk ribuan berkas bercampur dengan sarana dan alat kerja. Ruang gerak pegawai pun semakin sempit.
Beberapa pelayanan kepegawaian yang ada di BKD antara lain rekrutmen CPNS, pengangkatan PNS, tes kesehatan, LPJ, diklat, pengurusan tenaga honorer, kenaikan pangkat, gaji berkala, izin belajar, ujian dinas, sosialisasi, karis, karsu, karpeg, kartu taspen, bapertarum, mutasi, cuti, feed back absensi, mpp, tali asih, penyesuaian masa kerja, satya lencana, DP3, pemecatan, izin perceraian, pensiun, dan masih banyak lagi. Maka tak heran berkas pun menumpuk.
Sebagai contoh dalam hal pengurusan pensiun, paling tidak ada ada lebih dari 10 berkas yang harus disertakan oleh setiap PNS yakni permohonan, pengantar, SK CPNS, SK PNS, SK KP, DP3, DPCP, KTP, KK, Surat Nikah, Karpeg, Karis/Karsu. Masing-masing dicopy dua, yang satu untuk arsip BKD, yang satunya lagi untuk dikirim ke BKN Regional. Bahkan pada PNS yang bergolongan IV/c ke atas ditambah satu berkas lagi yakni untuk Setneg. Satu PNS bisa menghasilkan berkas yang beratnya minimal 1 kg. Rata-rata PNS yang pensiun dalam sebulan adalah 40, dengan demikian ada 40 kg berkas dalam sebulan. Coba kalau setahun, hitung saja sendiri. Belum dengan berkas selain pensiun lho. Bisa-bisa kantor tenggelam dengan banyaknya berkas.
Bagaimana solusinya? Dengan pelayanan kepegawaian online. Terus terang saya bukan orang yang ahli dalam bidang teknologi informasi tapi saya sudah dapat membayangkan andaikan terwujud ini akan membawa kemudahan. Dari sisi kantor terutama kemudahan dalam menyimpan data. Data sudah tak lagi berwujud kertas namun tersimpan dalam file di komputer.
Mungkin teknisnya begini ya. Setiap pegawai selain memiliki file keras juga harus memiliki file lunak. File keras itu artinya data kepegawaian dalam bentuk berkas yang dikumpulkan dalam satu wadah/map. Setiap ada perubahan kepegawaian maka file itu akan bertambah dengan bukti berkas perubahan baru, misalnya kenaikan pangkat maka buktinya adalah SK kenaikan pangkat. Tentu saja berkas yang lama tidak dibuang, masih tetap tersimpan dalam wadah/map yang sama. Jika PNS mutasi keluar kantornya maka file ini turut mutasi mengikuti di mana tempat baru PNS tersebut. Demikian seterusnya hingga masa kerja PNS berakhir yakni pensiun. Sebenarnya ini sudah ada sejak dulu dan yang bertanggung jawab mengelolanya adalah masing-masing kantor tempat PNS tersebut bekerja.
Di era digital saat ini file keras seperti di atas tampaknya mudah dikelola jika dibuat dalam bentuk file lunak. Data tak lagi berbentuk berkas/kertas, tapi file di komputer. Setiap peristiwa kepegawaian (misalnya naik pangkat, naik gaji berkala, promosi jabatan, mutasi, cuti, dan lain-lain) pasti ditandai dengan adanya surat. Nah, inilah yang perlu direkam. Hasil rekaman (scan) disimpan dalam file masing-masing PNS itu. Selain itu, peristiwa hidup di luar kepegawaian namun berpengaruh dalam kepegawaian juga penting untuk direkam, misalnya pernikahan, kelahiran anak, perceraian, kematian, dan lain-lain.
Setiap kantor mesti menyediakan alatnya yakni pemindai (scanner). Dengan demikian setiap ada peristiwa, pegawai mudah memperoleh akses untuk menyimpannya. Untuk menghindari berkas yang palsu maka kantor perlu memverifikasinya terlebih dahulu. Setelah aman baru disimpan. Setiap PNS bisa mengakses file dirinya sendiri tapi tak bisa mengubahnya. Keluar masuknya data dalam file tetap tanggung jawab kantor.
Nah, bila ada PNS yang mengurus hak kepegawaiannya maka ia tak perlu menggandakan berkas dalam bentuk kertas. Kelengkapan apa saja yang dibutuhkan, maka petugas tinggal mencari di file selanjutnya dikirim ke BKD. Koneksi antara kantor dan BKD bisa juga dengan menggunakan jaringan internet. Tanpa pertemuan tatap muka, proses pun berjalan. Nanti hasilnya ada dua, BKD yang mencetak surat kemudian diserahkan melalui kantor atau BKD mengirimnya dalam bentuk file sedangkan kantor sendiri yang mencetak, lalu diserahkan ke PNS yang bersangkutan.
Memang awalnya program ini mahal yakni untuk penyediaan sarana dan prasarananya. Misalnya pengadaan alat pemindai (scanner) dan jaringan internet setiap kantor. Juga penyediaan petugas khusus sebagai operatornya. Tapi investasi ini berjangka panjang. Kalau dihitung-hitung tetap efektif dan efisien. Memang tidak dipungkiri akan ada yang iseng membobol data. Namun, pasti ada jalan keluar.
Kalau terwujud apa manfaatnya? Paling tidak ada tiga. Pertama, pelayanan kepegawaian menjadi cepat, hemat, praktis, dan tepat waktu. Kedua, ramah lingkungan, karena tidak lagi membutuhkan kertas yang banyak. Ketiga, meminimalkan terjadinya KKN, karena menghindari pertemuan langsung antara petugas dan pengguna layanan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
like this, dua jempol
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya