Salah satu alasan mengapa pegawai menjadi tidak disiplin adalah karena adanya pembiaran pegawai yang melakukan pelanggaran. Pada mulanya seorang pegawai masuk dengan idealisme yang tinggi, penuh loyalitas, dedikasi, dan kedisiplinan. Namun realita yang jamak terjadi, di kantor ia menghadapi rekan-rekan kerjanya yang mulai mbalelo. Tidak ada tindakan dari atasan. Tidak ada perbedaan yang tajam antara yang baik dan yang bandel. Pegawai yang bandel masih mendapatkan gaji yang sama dengan pegawai yang baik. Kenaikan pangkatnya sama, promosi jabatannya juga sama. Penilaian kinerja tidak jauh berbeda. Akhirnya timbul pikiran di benak para pegawai yang baik, buat apa bekerja keras toh penghasilannya sama. Malah yang malas-malasan ke kantor mendapatkan penghasilan lebih tinggi, karena bisa kerja sambilan di tempat lain.
Alasan yang lain, selama ini pegawai diancam, jika melakukan pelanggaran ini maka mendapatkan sanksi itu. Jadi yang menjadi titik tekan adalah hukuman (punishment). Sedangkan penghargaan (reward) jarang diberikan. Reward bisa diberikan dalam bentuk uang, benda, promosi, tanda jasa, dan sebagainya. Sebagai gambaran, Kabupaten Jembrana di tahun 2006 telah memberikan insentif berupa uang Rp 200 ribu bagi pegawai yang berprestasi dan rajin masuk kerja.
Pegawai akan semakin giat berprestasi ketika mendapatkan penghargaan. Sebaliknya pegawai yang malas-malasan akan mendapatkan dua kerugian. Selain tidak mendapatkan reward, ia juga terancam sanksi disiplin. Jadi kalau kemarin Pak Bupati murka karena mendapat laporan banyak pegawainya yang nongkrong di saat jam kerja, bolehlah wacana reward ini diterapkan. Pegawai pun akan senang. Tanpa harus diancam pun pegawai sudah otomatis bekerja keras.
Alasan yang lain lagi, karena beban kerja pegawai terlalu sedikit. Atau bisa juga diartikan jumlah PNS di Ngawi sudah terlalu banyak. Mereka nongkrong karena tidak punya pekerjaan yang harus diselesaikan. Kalaupun ada sudah diampu oleh pegawai lain. PNS di Pemda Ngawi itu berjumlah 16.648. Belum termasuk tenaga honorer. Kemarin tenaga honorer yang ikut pendataan kategori I berjumlah 104 orang, sedangkan yang ikut pendataan kategori II berjumlah 711 orang. Jadi total pegawai ada 17.459 orang. Itu belum semuanya lho, karena masih banyak pegawai yang belum terdata, misalnya guru sukwan, jukir, staf administrasi, tenaga medis, dan lain-lain, yang karena satu dan lain hal tidak bisa ikut pendataan.
Saya kurang tahu berapa rasio ideal antara jumlah PNS dan jumlah penduduk. Jumlah penduduk Ngawi pada tahun 2008 adalah 889.224. Jika tiap tahun ada penambahan 7.000, maka pada tahun ini diperkirakan ada 910.224 jiwa. Jika disandingkan dengan jumlah PNS akan ketemu angka 1:52. Artinya 1 PNS melayani 52 penduduk.
Saat ini rasio PNS di Indonesia dengan jumlah penduduk Indonesia adalah 1,95 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia yang sebesar 224 juta jiwa. Berarti Ngawi masih di bawah angka nasional, yakni 1,92 persen. Namun, angka 1,95 persen di Indonesia belumlah terlalu efektif karena PNS di Indonesia belum terbiasa dengan penggunaan elektronik government (E-Gov) yang sebenarnya sangat membantu dalam melaksanakan tugas-tugas dalam pelayanan publik.
Taruhlah contoh, misalkan angka ideal rasio pegawai dan penduduk adalah 1 persen sebagaimana di beberapa negara Asia Tenggara maka sebenarnya kebutuhan pegawai di Pemkab Ngawi hanya sebesar 9.102, ada kelebihan 8.357 pegawai.
Sebenarnya ada lagi alasan lain kenapa pegawai suka nongkrong saat jam kerja. Namun ini lebih bersifat personal, bukan sistematis. Yakni belum sarapan pagi.
Jika sudah ketemu alasannya, mudah-mudahan ada perubahan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
Saya setuju PNS di Ngawi dipensiun dini separuhnya, yang setengahnya lagi disuruh bekerja lebih keras lagi akan tetapi gajinya juga lipat dua kali...itu baru mantab
penyajian datanya kurang kang, baiknya lebih banyak menyajikan kondisi existing kepegawaian beban kerja dan sipoktu (tupoksi)..........sepertinya butuh lebih dari separo untuk pensiun dini....
ah ini kan sekedar catatan ringan saja, kalau yg lebih teliti memang harus ada analisa jabatan, itu sudah kewenangan satker yg membidangi (mungkin bag. organisasi setda ya?!). btw, trims atas komen-nya.
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya