Kerja Bhakti
Kerja bhakti meskipun tidak terjadwal rutin namun sering dilakukan oleh warga. Kegiatan ini lebih bersifat fisik sehingga terutama membutuhkan pelibatan bapak-bapak. Sedangkan ibu-ibu berkontribusi dengan menyediakan konsumsi. Masalah pembangunan dan kebersihan lingkungan biasanya menjadi alasan dilaksanakan kerja bhakti, misalnya pembersihan selokan, pembersihan tanah kosong yang tidak diurus pemiliknya, pemangkasan ranting pohon di pinggir jalan, pembuatan gapura, pemasangan lampu penerangan jalan, dan lain-lain.
Kerja bhakti juga sering dilakukan dalam lingkup yang lebih luas, yakni melibatkan seluruh warga di perumahan yang dikoordinasikan oleh RW. Misalnya perbaikan gapura masuk perumahan, pembersihan sampah sekitar jalan masuk menuju perumahan, pembangunan lapangan olahraga, renovasi masjid, dan lain-lain.
Sebagai perumahan yang relatif baru didirikan, banyak sekali fasilitas umum dan fasilitas khusus yang perlu dibangun. Namun sayangnya pihak pengembang perumahan kurang memiliki kepedulian. Misalnya untuk sarana peribadatan (masjid), pengembang hanya memberikan satu kapling tanah, sedangkan bangunannya diserahkan kepada warga. Akhirnya warga secara patungan mengumpulkan dana untuk membangun masjid. Demikian juga sarana olahraga yang tidak disediakan. Warga juga secara patungan membeli tanah milik peduduk sekitar perumahan dan membangun lapangan voli. Memang, pada umumnya kepedulian warga untuk kepentingan umum sangat tinggi.
Budaya sambatan seperti disinggung di awal ternyata pernah dipraktekkan oleh warga. Hal ini cukup unik karena warga tinggal di wilayah perkotaan, apalagi perumahan. Hanya saja budaya sambatan dimaksudkan untuk membantu warga yang secara ekonomis tidak mampu dan sudah berusia lanjut. Warga secara bergotong royong membangun rumah di lahan sebelah masjid (yang sudah dibeli oleh warga secara patungan dari pengembang untuk keperluan masjid) untuk tempat tinggal sepasang suami istri yang sudah tua. Sekaligus pula warga membangun warung sederhana di salah satu tanah kapling sebagai sarana berjualan mereka berdua.
Arisan Ibu-ibu
Selain bapak-bapak yang memiliki forum, para ibu juga memiliki forum rutin setiap bulan yakni arisan. Tujuannya juga sama yakni sebagai sarana untuk membahas berbagai hal sekitar lingkungan dan sosialisasi/pengumuman program-program. Ada dua macam arisan, yang pertama adalah arisan ibu-ibu yang melibatkan seluruh ibu di RT 02. Kedua, arisan dasa wisma, yakni pertemuan rutin ibu-ibu dengan jumlah anggota lebih kecil. Pembagian anggota dalam arisan dasa wisma berdasarkan letak rumah. RT 02 berada dalam satu jalan dari barat ke timur dengan masing-masing rumah saling berhadapan. Satu bujur rumah yang menghadap ke utara menjadi satu kelompok dasa wisma, sedangkan satu bujur rumah yang menghadap ke selatan menjadi kelompok dasa wisma lain.
Arisan ibu-ibu juga berfungsi mengumpulkan uang untuk dana sosial, tabungan, dan simpan pinjam. Ketika RT akan mengadakan suatu kegiatan sedangkan kas RT yang dikelola oleh bapak-bapak tidak mencukupi dananya, kas dari arisan ibu-ibu dipakai untuk meringankan kebutuhan.
Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi dilaksanakan dengan melibatkan seluruh anggota keluarga yang ada di RT 02. Tua-muda, dewasa-anak, pria-wanita, mengikuti acara ini. Inilah forum besar yang mempertemukan seluruh warga di RT 02. Ada dua agenda rutin yang dilaksanakan setiap tahun yakni tirakatan dan syawalan (halal bi halal). Tirakatan dilakukan pada malam tanggal 17 Agustus sebagai peringatan HUT Kemerdekaan. Sedangkan syawalan dilaksanakan setelah lebaran untuk saling bermaaf-maafan.
Tempat yang biasa digunakan adalah di tengah jalan RT dengan menggelar tikar. Namun dengan adanya “aula” maka tempat tersebutlah yang digunakan meskipun tidak menampung seluruh yang hadir sehingga meluber di jalan. Format acara antara tirakatan dan syawalan pada prinsipnya sama. Setelah sebagian besar warga berkumpul Ketua RT memberikan sambutan. Pada tirakatan biasanya ditambah dengan pembagian hadiah lomba 17-an untuk anak-anak, sedangkan pada syawalan biasanya ditambah dengan pengajian. Setelah itu makan-makan.
Modal Lain
Sebenarnya masih banyak modal sosial yang dimiliki oleh warga, baik sebagai warga di lingkungan RT maupun sebagai warga di lingkungan perumahan secara keseluruhan. Interaksi yang baik di antara warga dan aktivitas di luar program formal RT menjadi modal sosial yang perlu dipertahankan. Misalnya aktivitas di bidang keolahragaan, keagamaan, kesehatan, dan kegiatan sosial.
Ajang olahraga bersama dapat dijadikan simpul penguat dan keakraban. Hampir setiap sore sebagian warga memanfaatkan lapangan olahraga untuk bermain voli. Pada momentum perayaan 17-an diadakan pertandingan olahraga antar RT, meliputi voli, futsal, dan pingpong.
Aktivitas di bidang kesehatan dicontohkan dengan adanya posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) setiap tanggal 17. Anak-anak balita dipantau perkembangan tubuhnya dan diberikan tambahan makanan bergizi. Sumber anggaran berasal dari kantong warga juga yang dikumpulkan saat arisan ibu-ibu. Kadang-kadang ada petugas kesehatan dari Puskesmas yang memberikan penyuluhan atau memeriksa kesehatan anak.
Keberadaan masjid yang telah berdiri memperkuat simpul rohani warga. Letaknya yang dekat menjadikan jamaah yang ikut sholat banyak yang berasal dari RT 02. Setiap habis sholat subuh dan maghrib diadakan kultum secara bergiliran. Pengajian ibu-ibu diselenggarakan sebulan sekali, bahkan khusus di RT 02 diselengarakan seminggu sekali meskipun pesertanya bisa dari luar lingkungan. Setiap sore setelah asar hingga maghrib anak-anak mengaji TPA.
Hari besar agama Islam diperingati dengan pengajian di masjid mengundang penceramah/mubaligh dari luar. Setiap tahun saat Hari Raya Idul Adha, warga muslim memotong hewan kurban yang didistribusikan kepada seluruh warga tanpa terkecuali. Agar tidak berat, hewan kurban khususnya sapi, dibeli dengan cara patungan. Modelnya dibentuk kelompok-kelompok, di mana satu kelompok terdiri dari 10 anggota. Kelompok tersebut mengelola tabungan kurban dengan setoran tetap setiap bulan.
Budaya “ngamplopi” masih bertahan di antara warga. Istilah ngamplopi bukan diasosiasikan secara negatif seperti memberi suap kepada aparat. Budaya ini barangkali bisa dimaknai sebagai model jaminan sosial khas Indonesia. Ketika ada yang menyelenggarakan hajatan (pernikahan, khitanan, dll) maupun terkena musibah (kematian, sakit, dll), maka warga lazimnya datang dengan menyerahkan amplop berisi uang tanpa mengharapkan imbalan seketika. Dengan kata lain terpeliharalah kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok.
Penutup
Tingkat kesuksesan di masyarakat tumbuh bukan karena mereka kaya, melainkan mereka memiliki keunggulan yang tinggi. Modal sosial yang melekat dalam norma dan nilai yang tumbuh di masyarakat seperti musyawarah, partisipasi (keterlibatan) dalam kegiatan bersama, gotong royong (saling membantu), jaringan sosial, kepedulian, dan lainnya merupakan prasyarat untuk kuatnya masyarakat dan berkembangnya perekonomian yang akan membawa kemakmuran.
Di sinilah peran penting RT. Sebagai sebuah institusi, RT memiliki struktur (hardware) sebagaimana organisasi. Namun sebagai institusi pula, RT memiliki norma (software). RT, selain sebagai jembatan komunikasi antara warga dengan pemerintahnya, juga sekaligus sarana memperkuat harmoni di antara warga. Selain itu mempunyai peran yang penting dalam internalisasi nilai-nilai kebajikan, menyediakan sistem jaminan sosial secara informal, dan mencegah timbulnya benih konflik.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya