Apel pembinaan staf di pemda tempat saya bekerja berbeda dengan daerah lain. Di daerah lain ada yang setiap hari menjelang masuk kantor. Di Pemda Ngawi, apel rutin ini biasa diadakan setiap tanggal 17 setiap bulannya. Menurut saya pribadi apel yang berlangsung selama ini lebih banyak meletihkan daripada menyenangkan (sori nih ini sekedar pendapat pribadi). Terpanggang panas mentari, berdiri tegap sikap sempurna, uyel-uyelan di belakang barisan tidak mau berada paling depan (namun kalau pas pembagian jatah makanan antri paling depan). Ritual yang paling sering adalah mendengarkan amanat pembina upacara, yang itu kebanyakan membacakan pidato dari Presiden atau Gubernur.
Apel pembinaan staf tadi pagi bagi saya istimewa, seistimewa pertama kalinya Bupati yang baru menjadi pembina apel (beliau sendiri yang mengatakan). Saya bela-belain berangkat ke kantor lebih pagi. Anak saya, Fauzan, sampai kena omel karena kalah cepat berkemas dengan bapaknya. Setelah mengantar Fauzan sekolah dan hampir menyerempet sebuah mobil sampailah saya di kantor dengan mulus. Mulus artinya pintu gerbang pemda belum ditutup sama Satpol. Memang jika apel dimulai maka pintu gerbang ditutup sehingga pegawai yang telat harus nunggu di luar sampai selesainya apel.
Saya tertarik dengan penyampaian Mbah Kung, panggilan akrab Pak Bupati selain panggilan Pak Kanang. Nama asli beliau adalah Ir. Budi Sulistiyono, kebetulan satu almamater di UGM cuma beda fakultas dan tentunya beda angkatan. Beliau menyampaikan program-program pemerintahannya sebagai wujud visi dan misi yang dicanangkannya saat kampanye pilkada. Istimewa karena disampaikan secara langsung di depan para pegawainya.
Saya bersyukur bisa mendengarkan langsung paparannya. Ada program Ngawi Ramah, Ngawi Hijau, Ngawi Bebas BAB, Ngawi Taat Pajak, Ngawi Berbudaya, Desa Online, Wisata Unggulan, dan Parkir Berlangganan. Paling tidak itulah yang sempay saya simak. Disajikan lengkap dengan tahapan yang akan dilalui dan kapan program itu terealisasi.
Ada harapan lebih dari saya seusai apel itu. Selain apresiasi terhadap amanatnya, ada secuplik keinginan dari seorang staf biasa. Pertama, saya membayangkan pejabat-pejabat yang jumlahnya ratusan itu berdiri di depan sebagai pembina apel. Beri kesempatan kepada mereka untuk juga menjadi pembina apel. Terus terang saya ingin sekali mendengarkan gaya berbicara orang yang pasti berbeda satu sama lain. Selama ini yang saya tahu biasanya pembina apel adalah Bupati, Wabup, dan Sekda.
Kedua, beri peluang dalam pembinaan apel itu para pejabat untuk memaparkan program-program di instansinya, sehingga para pegawai di instansi lain mengetahui. Ketiga, jika akhirnya apel pembinaan sudah menjadi suatu kebutuhan dan tidak dimaknai sebagai kewajiban, tidak masalah kalau intensitasnya ditambah. Misalnya dari setiap bulan sekali, menjadi setiap minggu sekali, setiap Hari Senin menjelang masuk kantor. Keempat, apel bisa menjadi ajang pemberian penghargaan kepada pegawai yang berprestasi sehingga memotivasi pegawai yang lain sekaligus juga pemberian sanksi bagi pegawai yang nakal sehingga menjadi peringatan pegawai yang lain.
Kesimpulannya, semoga apel tidak hanya sekedar ritual mendengarkan pidato belaka. Saya yakin pidato yang disampaikan itu masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Benar nggak? Tapi kalau paparannya lebih membumi dan menyentuh langsung kebutuhan pegawai, saya yakin para pegawai langsung teringat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya