Tahun 1987 saya masih duduk di
bangku SD. Suatu malam di tahun itu saya menyaksikan pertandingan bola
melalui TVRI, satu-satunya saluran televisi yang bisa dinikmati di
daerah saya dan sebagian besar wilayah NKRI saat itu. Timnas Indonesia
tampil di final Sea Games memperebutkan emas. Saya lupa siapa lawannya.
Pertandingannya sendiri dilangsungkan di Senayan.
Indonesia
menang lewat sebiji gol yang dilesatkan oleh Ribut Waidi. Penonton
bersorak kegirangan. Bayang-bayang emas untuk pertama kali pun muncul.
Dan prit...prit...priiiiittttt!!! wasit membunyikan peluit tanda akhir
pertandingan yang akhirnya dimenangkan oleh Indonesia. Penyerahan
medali emas disematkan oleh wakil presiden Pak Adam Malik. Hingga kini
tayangan itu masih terekam kuat dalam memori saya.
Tiga
tahun berselang, tahun 1991 Indonesia kembali merebut emas dari cabang
sepakbola setelah sebelumnya gagal mempertahankan. Saat itu Sea Games
dilangsungkan di Filiphina. Saya telah kelas 1 SMP. Saya turut
menyaksikan melalui tayangan langsung di televisi. Melalui drama adu
pinalti Indonesia menang. Itulah emas terakhir dari cabang sepakbola.
Hingga kini belum sanggup Indonesia meraihnya lagi.
Beberapa
waktu lalu hampir saja Indonesia merebut emas. Namun sayang di final,
Indonesia yang diwakili anak-anak U23 kalah dari Malaysia lewat adu
pinalti. Final ini ibarat mengulang pertandingan antara kedua negara
pada perhelatan tahun sebelumnya, yakni Piala AFF. Saat itu timnas
senior juga gagal menjadi juara setelah dikalahkan Malaysia.
Gagalnya
Indonesia merebut emas dalam Sea Games yang dilangsungkan di negeri
sendiri menambah deretan minimnya juara. Sepinya prestasi timnas seakan
berbanding lurus dengan gonjang-ganjing induk organisasinya, yakni PSSI
yang sering ribut. Kalau dulu gara-gara seorang Ribut (Waidi),
Indonesia pernah meraih puncak prestasi di tingkat regional, bisakah
dengan kondisi ribut-ribut seperti saat ini Indonesia mencapai puncak
dunia?
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya