Tanggal 27 Juli 2010 merupakan salah satu hari bersejarah bagi masyarakat Ngawi. Hari itu warga tidak sedang merayakan peristiwa 27 Juli yang lebih dikenal dengan istilah Kudatuli. Peristiwa kudatuli merupakan peristiwa penyerangan kantor PDI di Jakarta pada tahun 1996 yang membawa korban banyak orang. Bukan, bukan karena itu warga Ngawi merayakan, sepengetahuan saya tidak ada peringatan peristiwa itu di Ngawi.
Hari itu rakyat Ngawi menyaksikan iring-iringan pelantikan bupati dan wakil bupati. Rakyat sendiri tidak bisa menyaksikan pelantikan pemimpinnya sendiri, karena yang diundang hanyalah para pejabat. Ir. Budi Sulistyono atau yang biasa dipanggil dengan Mbah Kung (ada juga yang menyebut Pak Kanang) dilantik menjadi bupati menggantikan dr. Harsono. Wakilnya adalah Ony Anwar Harsono, S.T. Acara pelantikan diselenggarakan di Pendopo Wedya Graha dan dilantik secara resmi oleh Gubernur Jatim, Pak Dhe Karwo. Ratusan undangan tampak hadir. Sejak pagi jalanan menuju kompleks pendopo sudah dijaga dan ditutup untuk umum oleh petugas dari TNI, Polri, Satpol PP, dan DLLAJR.
Pak Kanang sebelumnya adalah wakil bupati yang mendampingi Pak Harsono selama 2 periode. Sedangkan Mas Ony merupakan putra dari Pak Harsono. Pasangan ini diusung oleh PDI-P, Partai Golkar, PKS, dan PAN. Tanpa banyak kesulitan pasangan ini mengalahkan 4 pasangan lain hanya dalam 1 putaran saja.
Pak Kanang merupakan tokoh utama di PDI-P Ngawi. Yang agak aneh adalah partai Golkar. Sebagai partai yang memiliki banyak kursi di DPRD ternyata tidak mempunyai nyali untuk menjagokan kadernya sendiri. Padahal kalau mau ia bisa menjadi pengusung salah satu calon tanpa harus koalisi. Sedangkan PKS juga agak aneh. Salah satu kadernya menjadi kandidat yang diusung oleh Partai Demokrat dan beberapa partai non parlemen, namun ia sendiri tidak mau mendukungnya. Entah bagaimana kalkulasi politik dakwah ala PKS itu. Barangkali tidak masalah mengusung calon di luar kader daripada mengusung kader internal, yang penting kemenangan pilkada bisa teraih. Kemenangan Pilkada, pokoknya siapa pun jagonya, merupakan kemenangan dakwah dan jihad. Entahlah.
Saya sendiri jujur saja, saya mengakui tidak memilih pasangan incumbent yang akhirnya menang pilkada itu meskipun saya seorang birokrat. Bahkan saya pun tidak memilih 4 pasangan yang lain. Bukan apa-apa. Bukan karena saya mengambil sikap golput atau menganggap pemilu adalah bid’ah. Namun hanya karena saya tidak diberi undangan sehingga tidak bisa menggunakan hak pilih saya. Hak konstitusi saya terkebiri oleh permasalahan administrasi. Baru kali ini saya mengalaminya.
Pada pemilu yang saya ikuti pertama kali yakni tahun 1997 saya bisa ikut. Pemilu 1999 saya pun ikut. Pemilu 2004 saya yang masih kos di Jogja namun ber-KTP Madiun juga masih bisa ikut. Pada tahun 2009, mulai pemilu legislatif, pemilu presiden putaran I, putaran II, hingga pemilu gubernur Jatim saya masih diberi hak, dan saya menggunakan semua. Tapi anehnya pada pemilu tingkat lokal, yakni Pilkada Ngawi, saya malah tidak diberi hak, padahal jelas KTP saya sudah tertulis Ngawi. Tetangga persis di depan saya mendapatkan 2 undangan, satu di tempat tinggal yang dulu, satunya di tempat sekarang, tapi ia tidak ikut mencoblos. Sedangkan saya yang sudah berniat mencoblos tidak diberi kesempatan.
Kembali ke pelantikan bupati dan wakil bupati Ngawi ada cerita yang membuat saya ’tersenyum’ menatap masa depan Ngawi. Pak Harsono dan Pak Kanang merupakan pasangan yang serasi dan sehati. Selama 2 periode beliau berdua memimpin Ngawi. Tentang kemajuan yang diraih pada masa beliau berdua masyarakat sendiri yang berhak menilai, faktanya saat ini Pak Kanang menjadi bupati menggantikan Pak Harsono sedangkan pengganti Pak Kanang adalah Mas Ony yang merupakan putra Pak Harsono.
Seusai menyelesaikan periode pertama, mungkin Pak Kanang dan Mas Ony ingin melanjutkan menjadi pasangan serasi dan sehati lagi. Beliau berdua menjadi bupati dan wabup lagi. Seusai menyelesaikan periodenya, Mas Ony maju menjadi bupati karena jatah Pak Kanang sudah habis. Siapa yang menjadi wakilnya? Pak Kanang mempunyai putri, tentunya beliau menjagokan putrinya seperti halnya Mbak Mega menyiapkan pengganti dirinya di PDI-P kepada Puan Maharani. Demikian hingga 2 periode, dan periode berikutnya putri Pak Kanang berpasangan dengan putra Mas Ony (Cucu Pak Harsono). Selanjutnya cucu Pak Harsono berpasangan dengan cucu Pak Kanang, demikian seterusnya. Sampai kapan? Sampai rakyat masih menginginkan.
Yah inilah demokrasi, terserah rakyat Ngawi yang memilih. Cerita di atas hanyalah cerita omong kosong belaka yang belum tentu terjadi kelak di kemudian hari. Biarlah rakyat Ngawi sendiri menentukan model seperti apa pemimpinnya yang diharapkan bisa membawa kesejahteraan. Mudah-mudahan pemimpin baru ini membawa keberkahan yang luar biasa derasnya seperti derasnya hujan yang mengiringi pelantikan bupati dan wakil bupati di siang hari musim kemarau itu. Semoga slogan Ngawi Ramah tidak berubah menjadi Ngawi Marah jika ada yang rakyat yang mengingatkan pemimpinnya agar senatiasa amanah. Mudah-mudahan Pemerintah Kabupaten Ngawi baik. Mudah-mudahan tidak ada korupsi. Mudah-mudahan tidak ada pungutan liar. Mudah-mudahan tidak ada setoran liar.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya