Saya baru mengetahui istilah itu saat pertemuan warga, tahun 2014 silam. Malam hari, sekira bulan Mei. Jadi bisa dikatakan ketinggalan zaman, mengingat sekolah dan kuliah saya tempuh di kota, namun herannya baru tahu saat itu. Jadi, belum tentu lho orang yang sekolah di kota dan tinggal di kota cukup lama mengetahui segalanya, yang berbau modern.
IPAL, kependekan dari Instalasi Pengelohan Air Limbah. Agar tidak keliru saya carikan referensi melalui wikipedia. Lanjut gan! Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) adalah sebuah struktur yang dirancang untuk membuang limbah biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan air tersebut untuk digunakan pada aktivitas yang lain.
Fungsi dari IPAL mencakup pengolahan air limbah pertanian, untuk membuang kotoran hewan, residu pestisida, dan sebagainya dari lingkungan pertanian. Selain itu untuk mengolah air limbah perkotaan, untuk membuang limbah manusia, dan limbah rumah tangga lainnya. Selanjutnya berfungsi untuk mengolah air limbah industri, untuk mengolah limbah cair dari aktivitas manufaktur sebuah industri dan komersial, termasuk juga aktivitas pertambangan.
Perumahan tempat tinggal saya (dan tempat tinggal para tetangga saya, tentunya) mendapat anugerah, kesempatan, titipan, kepercayaan, amanah, tanggung jawab, atau terserah lah apa namanya untuk dipasang IPAL. Malam itu, sebagian warga berkumpul dan bertemu dengan kepala desa dan perangkatnya serta pejabat pemda (Bappeda dan Dinas PU). Intinya adalah sosialisasi tentang IPAL komunal. Komunal itu maksudnya IPAL-nya nanti dimanfaatkan secara bersama oleh warga.
Pemkab Ngawi mendapatkan bantuan dari luar negeri, yakni Australia, untuk membangun IPAL komunal. Selanjutnya dari pihak Pemkab memilih 3 lokasi, dan salah satunya adalah Perumahan Bumi Karangasri untuk dijadikan proyek percontohan. Dan yang paling penting, proyek ini gratis, artinya warga tidak dipungut biaya. Pada pertemuan tersebut dari kepala desa memberikan komitmen, akan menyediakan lahan milik desa yang memang berada di dekat perumahan untuk dijadikan IPAL. Namun tentunya jika warga memang menyetujui untuk dipasang.
Latar belakang kenapa IPAL penting, ini versi paparan yang saya terima, karena saat ini kualitas air tanah semakin menurun. Selama ini air limbah dari rumah tangga (air mandi, cuci, masak) langsung dibuang melaui selokan dan berakhir di sungai. Sedangkan limbah dari WC dibuang di septic tank. Idealnya seluruh air limbah dari rumah tangga tersebut diolah dalam tempat khusus sehingga ketika keluar, telah berupa air yang tidak membahayakan lingkungan. Lalu kenapa di depan rumah biasanya dibangun selokan? Ternyata selokan dibangun untuk mengalirkan air hujan, bukan limbah rumah tangga.
Membangun IPAL di perumahan yang sudah jadi dan dihuni bukanlah persoalan sederhana. Jaringan pipa harus dipasang di masing-masing rumah, dan itu berarti harus membongkar lantai. Rata-rata rumah di perumahan sudah berkeramik. Selain itu juga ada pekerjaan yang mengakibatkan pembongkaran jalan. Namun pemkab berjanji akan mengembalikan kondisi lantai dan jalan seperti semula. Juga dijanjikan tidak ada dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Saat pertemuan RT, saya sampaikan sosialisasi IPAL. Kebetulan hanya saya yang mengikuti acara sosialisasi dengan perangkat desa dan pejabat Pemkab. Sebetulnya ada satu lagi, tapi beliau perangkat desa yang kebetulan rumahnya satu RT. Tidak ada paksaan dalam IPAL. Warga yang berkenan akan didaftarkan, jika tidak mau ya tidak apa-apa.
Dari tiga puluhan rumah yang ada di RT saya, sebagian tidak dihuni, sebagian lagi dihuni oleh kontraktor (baca: penyewa). Dari penghuni yang yang merupakan pemilik rumah, tidak semuanya mau rumahnya dipasang IPAL. Saya data sekitar setengah dari penghuni yang bersedia. Saya kurang tahu bagaimana kondisi di RT yang lain. Untuk satu perumahan yang juga satu RW (terdiri 6 RT) terdapat sekitar 200 KK.
Akhirnya dicapai kesepakatan, warga perumahan menerima IPAL, meskipun tidak semua rumah nantinya dipasang. Survei pun dilakukan oleh pihak pemkab. Berkali-kali. Saya sampai lelah berulang kali mendampingi petugas lapangan mendatangi satu per satu warga di RT saya.
Dari tahun 2014 yang mestinya proyek dilaksanakan, akhirnya dimundurkan menjadi tahun 2015. Pelaksana pekerjaan pun berganti, dari semula Bappeda menjadi Dinas PU. Survei pun diulang lagi. Mendampingi lagi. Lelah lagi.
Hingga kini entahlah bagaimana kabarnya. Akankah proyek ini mundur lagi? Atau mungkin tidak akan direalisasikan? Apa pasal? Negeri Kanguru! Ya, jangan-jangan negeri Kanguru alias Australia itu sedang memainkan lobinya untuk membebaskan warganya yang akan dieksekusi mati gegara kasus narkoba. “Bebaskan wargaku atau uangku tak jadi kuberikan untukmu!” begitu kira-kira lobinya. Hehehe... hanya pratinjau eh praduga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya