Seorang perempuan PNS diberitakan foto syur-nya nampang di facebook. Ini terjadi di sebuah kabupaten tempat Pak Presiden kita dilahirkan. Tak tanggung-tanggung fotonya nangkring di akun sebuah instansi resmi pemerintah daerah. Tak pelak masyarakat geger. Pejabat birokrat pun galau tak terkira. Memalukan, demikian mungkin yang ada dalam benak publik. Ancaman tindakan disiplin pun bakal dijeratkan kepada PNS tersebut.
Di lain pihak sang PNS melapor ke kepolisian. Memang ia mengakui itu adalah foto dirinya namun bukan dia yang mengunggah di internet. Bisa jadi ada orang lain sebagai pelaku karena beberapa saat sebelumnya telepon genggamnya hilang, padahal di sanalah tersimpan file-file gambar itu.
Saya masih mereka-reka apa yang akan menjadi landasan bagi pihak instansi setempat saat menyatakan akan memberikan hukuman disiplin bagi PNS yang fotonya terlanjur menyebar di dunia maya melalui jejaring sosial. Mungkin dianggap melanggar sumpah dan janji PNS, mungkin dianggap merendahkan martabat, mungkin dianggap tidak dapat menjadi teladan yang baik bagi masyarakat, mungkin dianggap mencemarkan nama baik pemerintah, dan kemungkinan-kemungkinan yang lain. Sah-sah saja kalau ada pihak yang hendak melakuan pemeriksaaan dengan dugaan adanya indisipliner. Sah juga apabila instansinya memberikan hukuman.
Tapi tunggu sebentar, atur nafas pelan-pelan, fokuskan pikiran. Mari kita pelototi lekuk demi lekuk tubuh perempuan itu ah eh uh, sori maksudnya mari kita perhatikan kasus itu dengan cermat. Ada sesuatu yang mungkin luput dari perhatian masyarakat pada umumnya, dan terutama pada instansi yang berniat menghukum.
Tak bisakah ia hanya menjadi korban? Mungkin saja. Benar, ia telah mengakui berfoto syur. Berarti ia sebagai objek dalam kasus ini. Tapi ia bukanlah pelaku yang mengunggah ke internet. Lain persoalan kalau ia sekaligus sebagai penyebar foto, ia bisa terkena delik pidana. Maka dari itu, benar pula tindakannya jika ia melaporkan ke kepolisian. Langkah ini amat tepat. Nah, tinggal kepolisian yang mengungkap pelaku sebenarnya. Pelaku inilah yang mestinya diproses hingga sidang pengadilan.
Lalu kenapa si korban masih juga terancam hukuman disiplin dengan statusnya sebagai PNS? Mungkin jawabnya karena ia berfoto syur! Saya rasa itulah satu-satunya alasan. Orang yang berfoto syur melanggar peraturan, termasuk peraturan disiplin PNS. Benarkah? Ah tidak juga.
Saya rasa orang yang berfoto syur untuk kepentingan pribadi belum masuk kategori melakukan tindak pidana pornografi. Bisa kok dicek di UU 44/2008, mari kita diskusikan. Belum, tapi bukan berarti tidak bisa sama sekali. Ia hanya nyaris, hampir. Bisa dikatakan nyrempet-nyrempet bahaya. Barulah jika ia mempertontonkan, menyebarluaskan, menyewakan, memperjualbelikan, kena dia.
Kalau berprasangka baik, bisa jadi hasil jepretan itu untuk kepentingan pribadi, toh dia sendiri yang membuat, dia sendiri yang melihat, dia sendiri yang menikmati. Bisa jadi hanya untuk selingan menambah romantika rumah tangga bersama suami tercinta. Sekali lagi, itu hanya untuk kepentingan sendiri. Bukan untuk disebarkan ke khalayak. Meskipun pada dasarnya boleh, saya merekomendasikan untuk jangan melakukannya, karena resiko yang akan didapat lebih besar. Jangan sekali-kali, tapi dua tiga kali boleh hehehe...plis jangan.
Oleh karena itu kasus semacam ini perlu penanganan hati-hati. Tidak sekedar reaktif untuk menyenangkan publik. Jangan sampai si perempuan yang telah menjadi korban malah mendapatkan sanksi indisipliner. Sudah jatuh tertimpa tangga. Waspadalah, kata Bang Napi. Selesaikan masalah tanpa masalah, kata orang pegadaian. Orang bijak taat pajak, kata Gayus, hehehe...gak nyambung.
Ibaratnya seperti ini. Anda punya sandal yang biasa dipakai untuk kemana saja. Tak ada yang aneh dengan barang itu karena hampir setiap orang pun memiliki dan memakainya. Tiba-tiba saja sandal itu hilang. Hingga akhirnya suatu hari ada kejadian seseorang yang memukuli anak-anak yang baru pulang sekolah, termasuk anak Anda. Dan celakanya pemukulah itu menggunakan sandal Anda yang hilang. Jelas Anda tak tahu apa-apa. Jelas pula Anda tak akan mau disangkutpautkan dengan kejadian pemukulan yang bisa berujung ke masalah hukum. Meski Anda sadar bahwa itu sandal Anda. Kepemilikan sebuah benda bukan berarti menyebabkan seseorang menjadi pelaku. Right?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya