peluangusaha-oke.com |
JT, begitu biasa sebutan di kalangan aktivis gerakan, mempunyai program khuruj, yang artinya pergi keluar meninggalkan rumah dan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Waktu yang digunakan biasanya 3 bulan, 40 hari, 3 hari, bahkan bisa juga 1 hari. Kabarnya malah ada yang tahunan. Ada semacam lelang untuk penentuan seseorang yang ingin pergi khuruj. Saya pernah menyaksikan proses ”semacam lelang” ini. Secara berkelompok jamaah mendatangi masjid sebagai tempat tinggal sementara. Selain beribadah, anggota juga bersilaturahmi di kalangan penduduk di sekitar masjid. Mereka mengajak penduduk untuk menuju masjid terutama di kala waktu sholat wajib. Mereka berharap masjid menjadi makmur. Setelah sholat diadakan taklim, bisanya pembacaan kitab Fadhilah Amal.
Saya tak asing dengan aktivitas JT, meskipun saya belum pernah mengikutinya. Dulu, guru mengaji saya di Masjid Al Ikhlas Pasar Sleko Madiun adalah seorang aktivis JT, namanya Mas Totok, seorang pegawai pada kantor pemda. Saat itu saya masih remaja. Teman-teman Mas Totok yang datang ke masjid juga banyak aktif di JT. Pusat kegiatan JT berada di Pesantren Al Ikhlas, Desa Temboro, masuk wilayah Magetan. Dari terminal Maospati ke arah utara kemudian ketemu Pabrik Gula Glodok belok ke barat. Beberapa kali saya diajak ke sana, tapi saya selalu tak mau.
Waktu kuliah di Malang, teman satu kos saya juga ada yang menjadi aktivis JT. Beberapa teman kuliah di Fakultas Teknik Unibraw juga banyak yang ikut. Pusat aktivitasnya di Masjid Al Khairat Jalan MT Haryono. Di situ sebagian besar jamaahnya mahasiswa. Berulang kali mereka mengajak, namun saya tak mau. Saya memang tak terlalu suka jika terikat secara formal dalam sebuah jamaah. Waktu itu saya memang kurang sreg dengan cara-caranya, terkesan menggurui dan agak memaksa. Kalau kajiannya beberapa kali saya pernah ikut, seperti halnya saya ikut kajian di XL, IM, dan HT.
Saat pindah studi di Jogja, ternyata di sini juga tak kalah banyak, termasuk di kalangan mahasiswa. Pusat aktivitasnya di Jalan Kaliurang kira-kira KM 4(saya lupa nama masjidnya). Teman kos saya juga ada yang ikut. Dan sudah seperti saya duga, mereka lalu membidik saya untuk ikut dengan mereka terutama untuk program khuruj beberapa hari. Saya belum pernah ikut. Justru di Jogja inilah saya lebih menekuni aktivitas di gerakan mahasiswa, baik intra maupun ekstra kampus.
Saat kuliah kerja nyata (KKN) di Manisrenggo, Klaten, sekali lagi saya ketemu dengan rombongan JT. Ada salah satu warga yang kebetulan juga aktif. Dia yang mengajak rombongan ke desanya. Beberapa dari mereka berasal dari Pattani, Thailand. Tampaknya, di manapun belahan bumi ini, saya selalu bertemu dengan mereka.
Lepas dari segala kekurangan JT, saya salut dengan mereka. Meskipun ada sebagian kalangan yang menyebut JT adalah jamaah sesat, mereka telah gigih mendakwahkan agama Islam, dengan cara-cara yang santun, ramah, dan kekeluargaan. Masjid kami menjadi ramai. Azan dan sholat berjamaah menjadi terjaga, terutama di waktu siang hari (dhuhur dan asar, karena di kedua waktu inilah kebanyakan warga tidak berada di rumah). Kini rombongan telah meninggalkan masjid. Jamaah sholat mengalami ”kemajuan” lagi (shaf-nya tambah maju, alias berkurang orang yang sholat di masjid).
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya