Diskresi Untuk K1

Selasa, 10 April 2012

Sesuai perintah Menpan maka pemerintah daerah berkewajiban mengumumkan nama-nama honorer kategori 1 (K1). Kantor saya, BKD telah mengumumkannya melalui website sehingga masyarakat pun bisa mengevaluasi. Beberapa orang yang saya terima berkas pendataannya ternyata terganjal pada verifikasi oleh tim dari pusat. Dari sekian nama yang terdapat dalam daftar ternyata ada beberapa yang tidak masuk. Hal ini sepertinya mengulang kejadian pada pendataan pertama kali pada tahun 2005. Belum ada penjelasan resmi dari BKN kenapa, tapi saya menduga karena masalah TMT pada surat keputusan pengangkatan sebagai honorer untuk pertama kalinya.
.
Hal ini sekilas sepele tapi ternyata berdampak besar. Bahkan besar sekali. Pihak yang membuat konsep keputusan saat itu barangkali juga tidak menyadari konsekuensi ini. Awal tahun 2005 saat penandatanganan SK belum terbersit dalam pikiran jika suatu saat akan ada gelombang besar-besaran pengangkatan honorer menjadi CPNS. Masalah TMT itu adalah masalah yang amat krusial, bahkan paling krusial menurut saya. Karena dari TMT itulah pijakan awal bisa tidaknya honorer masuk database. Memang belum jaminan bisa diangkat, tapi begitu masuk database maka satu langkah pun telah terlampaui.

TMT merupakan kependekan dari Terhitung Mulai Tanggal. Istilah ini cukup familier di kalangan pengelola kepegawaian. TMT adalah penanda. TMT menjadi tanda secara formal kapan seorang pegawai mulai menjadi CPNS, menjadi PNS, naik pangkat, pensiun, dan sebagainya. Lazimnya dengan tanggal 1. Misalnya dalam SK tertulis diangkat CPNS TMT 1 April 2005, itu berarti ia menjadi CPNS secara resmi terhitung mulai tanggal 1 April 2005. TMT 1 April 2005 ini pun akhirnya menjadi patokan kapan ia menjadi PNS, kapan ia naik pangkat, kapan ia naik gaji berkala, juga untuk dasar perhitungan masa kerja keseluruhan, masa kerja golongan, dan lain-lain.

Kembali ke masalah honorer yang terganjal gara-gara TMT. Pada SK pengangkatan honorer mereka untuk pertama kalinya TMT-nya ternyata 3 Januari 2005, bukan 1 Januari 2005. Cuma beda 2 hari namun konsekuensinya besar sekali. Mereka pun tidak tahu kenapa seperti itu karena posisinya hanya menerima SK. Mereka juga tidak protes (meski dalam hati barangkali juga bertanya-tanya) karena tidak mengira jika tahun itu akan ada proyek obral CPNS dari pemerintah.

Saya juga tidak tahu apa alasan pembuat SK. Meskipun yang menandatangani bupati tapi tentu saja beliau tidak mengurusi hal-hal yang teknis seperti itu, apalagi pegawainya juga banyak. Asumsi saya begini. Tanggal 1 Januari 2005 itu merupakan hari libur nasional karena tahun baru. Seluruh nusantara juga seperti itu. Dari dulu juga sudah begitu. Sehingga tentu saja intansi pemerintah pun libur. Tidak ada aktivitas kerja. Maka TMT SK tidak dibuat 1 Januari 2005.

Kenapa tidak dibuat TMT 2 Januari 2005? Ternyata tanggal itu pas bertepatan dengan hari Minggu. Tentu saja pada hari Minggu sebagia besar instansi pemerintah juga libur. Maka dibuatlah TMT 3 Januari 2005, pas hari Senin. Hari pertama masuk kerja di awal tahun. Mungkin juga pembuat SK ingin berbuat jujur. Jika memang mesti masuk kerja secara nyata ya SK-nya harus dibuat secara nyata kapan masuknya.

Lepas dari masalah kejujuran, pencantuman SK yang tidak ber-TMT 1 Januari 2005 ternyata berdampak sangat besar. Hasilnya saat pendataan mereka yang tidak ber-SK minimal 1 Januari 2005 terganjal proses-nya. Bahkan sampai sekarang.

Sebenarnya secara nyata mereka sama-sama bekerja pada awal Januari 2005, sama dengan ribuan temannya yang sudah diangkat. Malah saya yakin, 99% dari ratusan ribu honorer yang telah diangkat CPNS se-Indonesia itu tidak masuk kerja pada tanggal 1 dan 2 Januari 2005. Kenapa? Karena saat itu libur. Cuma, mereka beruntung. SK-nya tercantum TMT 1 Januari 2005.

PP tentang honorer memang mensyaratkan bahwa salah satu yang menjadi pertimbangan pengangkatan CPNS adalah telah bekerja minimal satu tahun. Satu tahun itu dihitung pada tanggal 1 Desember 2005. Sehingga paling tidak sudah harus bekerja pada tanggal 1 Januari 2005. Untuk menentukan honorer itu sudah bekerja pada tanggal 1 Januari 2005 adalah dengan melihat TMT pada SK pengangkatan pertama kalinya. Jadi, meskipun pada tanggal 1 dan 2 Januari 2005 itu senyatanya honorer tidak kerja (karena libur) tapi dianggap sudah kerja sejak 1 Januari 2005. Kalau ternyata honorer kerja senyatanya pada 3 Januari 2005 itu sudah urusan lain. Saya yakin kalau menggunakan pendekatan ”senyatanya” ini, ratusan ribu honorer tidak akan terangkat menjadi CPNS.

Coba bandingkan dengan honorer yang lain. Mereka yang nasibnya terganjal. Mereka juga sama-sama bekerja sejak 3 Januari 2005. Absen mereka juga sama, sama-sama Januari 2005. Upah mereka juga sama, dibayarkan karena bekerja sejak Januari 2005. Hanya karena masalah administrasi pada TMT SK mereka terganjal lagi.

Memang peraturan harus dipatuhi. Bahkan bila langit runtuh pun maka hukum harus tetap ditegakkan, demikian kata-kata yang pernah saya terima saat kuliah. Tapi sebenarnya substansi penegakan hukum adalah keadilan. Tidak bisakah pemerintah pusat membuka mata realita ini. Jika para ulama melakukan ijtihad dalam menyelesaikan masalah agama, maka semestinya tim verifikasi melakukan diskresi dalam persoalan ini. Toh persyaratan lain mereka terpenuhi. Usia, pendidikan, absensi, gaji, dll.

S’moga mencerahkan. Wallahu a’lam.

1 komentar:

kwardiana mengatakan...

Hal teknis seperti ini pula yang melahirkan K2 pada tahun 2005/2006 sehingga gk ada jatah untuk mendapat pengesahan PPK (SK Kepala Daerah) bagi mereka... yang kemudian berimbas pada tidak adanya jatah pemberian tunjangan honorarium...

Jadi beruntunglah K1... bisa langsung diangkat tanpa test... padahal sama-sama mengabdi dengan K2 sebelum terbitnya PP48/2005...

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

 

Label

kepegawaian (171) coretan (126) serba-serbi (86) saat kuliah (71) oase (68) pustaka (62) keluarga (58) tentang ngawi (58) hukum (49) peraturan (46) tentang madiun (37) album (26) konsultasi (20) tentang jogja (17)